Share

Bab 9

Malam sudah sangat larut, bang Dion belum juga pulang, kemana perginya dia?, Apa mungkin dia ke tempat kerjanya, tapi sudah Selarut ini rumah makan miliknya pasti sudah tutup.

 

Dengan mata yang sudah sangat mengantuk aku menunggu di ruang tamu karena bang Dion tidak membawa kunci rumah.

 

Sayup-sayup terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, buru-buru aku membuka pintu dan terkejut dengan apa yang aku lihat. Bang Dion mabuk berat dan dipapah oleh seorang wanita. Wanita itu terkejut melihatku di depan pintu.

 

"Astaga!, Bukannya istri mas Dion sudah meninggal?" tanya wanita itu.

 

Aku hanya bisa terdiam menahan marah, jangan-jangan dia adalah wanita yang disebut di buku harian kak Sarah, jangan-jangan dia wanita yang dicintai bang Dion.

 

"Mbak siapanya mas Dion ya?, Setau saya istrinya sudah meninggal!" tanya wanita itu.

 

"Saya istri barunya," ucapku sambil menahan tangis.

 

"Owh, Mbak suaminya royal banget, suruh sering-sering main ketempat saya ya, soalnya sudah lama dia tidak kesana," ucap wanita itu lagi.

 

Air mataku tidak bisa kubendung dan langsung menetes, seperti inikah perasaan kak Sarah?.

 

Aku langsung membantu bang Dion masuk kedalam kamarnya serta melepas baju dan sepatunya. Aku segera kembali menuju kamar si kembar.

 

"Lho, kenapa masih disini Mbak?" tanyaku terkejut karena wanita itu masih berada di depan pintu.

 

"Taksi onlinenya belum di bayar," ucap wanita itu.

 

"Tunggu sebentar."

 

Aku mencari dompetku tapi tidak ada uangnya, akhirnya aku mengambil uang di dalam dompet bang Dion. Lancang memang membuka dompetnya tanpa sepengetahuan bang Dion.

 

Kuambil beberapa lembar uang pecahan seratus ribu, tapi mataku tertuju pada sebuah foto yang ada di dompet bang Dion, bukankah itu fotoku?.

 

"Mbak, lama amat!" ucap wanita penghibur itu setengah berteriak.

 

Aku berlari menuju si wanita dan menyerahkan uang yang dia minta.

 

"Segini cukup kan?" ucapku.

 

"Cukup mbak, terima kasih."

 

"Mbaknya udah di bayar sama suami saya?"

 

"Udah, mas Dion baik banget," ucap wanita itu sambil berlalu.

 

"Eh, Mbak, jangan-jangan mbak ini adiknya istri mas Dion?"

 

"Iya."

 

"Owh, pantas."

 

"Pantas kenapa?"

 

"Bukan apa-apa." ucap wanita itu sambil tersenyum.

 

    *******

 

Hari sudah siang, bang Dion belum juga bangun sedangkan si kembar sedang asyik bermain.

 

"Tante ayo sini kita main!" ajak Zyona.

 

"Ayo, sayang kita main apa?"

 

"Main masak-masakan Tante"

 

Aku bermain dengan Zyona, sedangkan Zyan pergi membangunkan Ayahnya.

 

"Tante, ayah baunya aneh," ucap Zyan.

 

"Gak usah cium ayah dulu, biarkan ayah kalian mandi," ucapku sambil melirik ke arah bang Dion yang baru saja bangun.

 

Selesai mandi bang Dion langsung bermain bersama kami, aku berusaha menahan marah padahal ingin sekali aku bertanya soal semalam, tapi aku tahan semuanya Karena ada anak-anak.

 

Agar tidak semakin marah aku memilih meninggalkan bang Dion yang seolah tidak terjadi apa-apa. Belum sempat aku pergi, bang Dion izin pamit untuk pergi ke tempat kerjanya.

 

"Ayah jangan pulang malam ya!" pinta Zyona.

 

"Dengar apa yang di inginkan Zyona bang!" ucapku.

 

"Iya, sayang," ucap bang Dion sambil mencium pipi Zyona.

 

Setelah itu bang Dion mencium keningku, karena di depan si kembar kami harus terlihat baik-baik saja.

 

"Bye bye Ayah," ucap Zyan yang sedang asyik berlari kesana-kemari.

 

      ********

 

Hari sudah malam, bang Dion lupa janjinya dengan anak-anak jika dia akan pulang cepat, mungkin dia sedang bersama wanita yang semalam.

 

Benar saja, bang Dion mabuk berat dan di papah wanita itu.

 

"Mbaknya sudah di bayar?" tanyaku.

 

"Sudah, cuma taksi onlinenya belum," ucap wanita itu.

 

Aku langsung memberikan uang yang sedari tadi sudah aku siapkan.

 

"Jaga, suamimu Mbak," ucap wanita itu.

 

"Bagaimana aku menjaganya jika ada wanita seperti kamu yang berkeliaran."

 

"Maaf mbak, saya bukan seperti yang mbak pikirkan."

 

Aku tersenyum kecut mendengar apa yang dikatakan oleh wanita di depanku.

 

"Kalau begitu kenapa kamu tidak menikah saja dengan suamiku?, biar jelas status kalian," ucapku.

 

"Hahaha, menikah dengan mas Dion, seperti tidak mungkin karena dia sangat mencintai seseorang," ucap wanita itu sambil tertawa.

 

"Siapa orangnya, tolong beri tahu aku agar bang Dion bisa menikah dengannya dan dia tidak menyiksa dirinya sendiri seperti ini?" tanyaku.

 

"Sudah malam mbak Safira, lain kali akan aku beri tahu," ucap wanita itu sambil berlalu.

 

Dari mana dia tahu namaku, apa bang Dion yang memberi tahukannya, dan wanita itu juga tahu dia orang yang di cintai oleh bang Dion.

 

       *******

 

Setelah aku mengantarkan si kembar sekolah aku segera pulang karena aku ingin bertanya kepada bang Dion tentang semuanya, darah ini serasa mendidih menahan amarah. 

 

Setibanya di rumah aku melihat bang Dion yang baru saja bangun dari tidurnya. 

 

"Bang, apa kamu lupa janjimu dengan anak-anak kemarin siang?, kamu bilang akan pulang cepat, tapi tengah malam kamu baru pulang dengan mabuk berat dan di antar seorang wanita, siapa wanita itu, jika kamu mencintainya kenapa tidak menikah dengannya?" tanyaku.

 

Bang Dion tidak menjawab dia malah berlalu meninggalkanku, tapi aku menarik tangannya.

 

"Bang, aku mohon berhenti minum-minuman keras demi anak-anak dan demi kak Sarah!" pintaku.

 

Bang Dion tidak bergeming.

 

"Bisakah kamu jawab pertanyaanku?, Jangan diam saja!" ucapku kali ini sambil memukul dadanya.

 

Aku menangis dan semakin terisak, bang Dion menatapku, dia mengusap air mata yang terus mengalir.

 

"Berhentilah menangis, maafkan aku, untuk sekarang aku belum bisa menjawab semua pertanyaanmu," ucap bang Dion sambil mengelus pipiku.

 

"Kenapa bang?, Kenapa?"

 

"Karena ini menyakitkan!"

 

"Jika aku membuat Abang terluka, aku akan pergi!, Abang nikahilah wanita yang Abang cinta, lupakan wasiat kak Sarah, aku tidak ingin menjadi seperti kak Sarah!"

 

Aku segera berlalu meninggalkan bang Dion yang berdiri di hadapanku, baru saja aku berbalik, Bang Dion menarik tanganku dia langsung memelukku erat tubuhku.

 

"Jangan pergi, tetaplah disini," bisik bang Dion

 

Untuk pertama kalinya setelah kami menikah bang Dion memelukku, aku menangis sejadinya di pelukan bang Dion.

 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status