Share

Bab 9

Author: Puput Gunawan
last update Last Updated: 2021-07-04 15:05:42

Malam sudah sangat larut, bang Dion belum juga pulang, kemana perginya dia?, Apa mungkin dia ke tempat kerjanya, tapi sudah Selarut ini rumah makan miliknya pasti sudah tutup.

 

Dengan mata yang sudah sangat mengantuk aku menunggu di ruang tamu karena bang Dion tidak membawa kunci rumah.

 

Sayup-sayup terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, buru-buru aku membuka pintu dan terkejut dengan apa yang aku lihat. Bang Dion mabuk berat dan dipapah oleh seorang wanita. Wanita itu terkejut melihatku di depan pintu.

 

"Astaga!, Bukannya istri mas Dion sudah meninggal?" tanya wanita itu.

 

Aku hanya bisa terdiam menahan marah, jangan-jangan dia adalah wanita yang disebut di buku harian kak Sarah, jangan-jangan dia wanita yang dicintai bang Dion.

 

"Mbak siapanya mas Dion ya?, Setau saya istrinya sudah meninggal!" tanya wanita itu.

 

"Saya istri barunya," ucapku sambil menahan tangis.

 

"Owh, Mbak suaminya royal banget, suruh sering-sering main ketempat saya ya, soalnya sudah lama dia tidak kesana," ucap wanita itu lagi.

 

Air mataku tidak bisa kubendung dan langsung menetes, seperti inikah perasaan kak Sarah?.

 

Aku langsung membantu bang Dion masuk kedalam kamarnya serta melepas baju dan sepatunya. Aku segera kembali menuju kamar si kembar.

 

"Lho, kenapa masih disini Mbak?" tanyaku terkejut karena wanita itu masih berada di depan pintu.

 

"Taksi onlinenya belum di bayar," ucap wanita itu.

 

"Tunggu sebentar."

 

Aku mencari dompetku tapi tidak ada uangnya, akhirnya aku mengambil uang di dalam dompet bang Dion. Lancang memang membuka dompetnya tanpa sepengetahuan bang Dion.

 

Kuambil beberapa lembar uang pecahan seratus ribu, tapi mataku tertuju pada sebuah foto yang ada di dompet bang Dion, bukankah itu fotoku?.

 

"Mbak, lama amat!" ucap wanita penghibur itu setengah berteriak.

 

Aku berlari menuju si wanita dan menyerahkan uang yang dia minta.

 

"Segini cukup kan?" ucapku.

 

"Cukup mbak, terima kasih."

 

"Mbaknya udah di bayar sama suami saya?"

 

"Udah, mas Dion baik banget," ucap wanita itu sambil berlalu.

 

"Eh, Mbak, jangan-jangan mbak ini adiknya istri mas Dion?"

 

"Iya."

 

"Owh, pantas."

 

"Pantas kenapa?"

 

"Bukan apa-apa." ucap wanita itu sambil tersenyum.

 

    *******

 

Hari sudah siang, bang Dion belum juga bangun sedangkan si kembar sedang asyik bermain.

 

"Tante ayo sini kita main!" ajak Zyona.

 

"Ayo, sayang kita main apa?"

 

"Main masak-masakan Tante"

 

Aku bermain dengan Zyona, sedangkan Zyan pergi membangunkan Ayahnya.

 

"Tante, ayah baunya aneh," ucap Zyan.

 

"Gak usah cium ayah dulu, biarkan ayah kalian mandi," ucapku sambil melirik ke arah bang Dion yang baru saja bangun.

 

Selesai mandi bang Dion langsung bermain bersama kami, aku berusaha menahan marah padahal ingin sekali aku bertanya soal semalam, tapi aku tahan semuanya Karena ada anak-anak.

 

Agar tidak semakin marah aku memilih meninggalkan bang Dion yang seolah tidak terjadi apa-apa. Belum sempat aku pergi, bang Dion izin pamit untuk pergi ke tempat kerjanya.

 

"Ayah jangan pulang malam ya!" pinta Zyona.

 

"Dengar apa yang di inginkan Zyona bang!" ucapku.

 

"Iya, sayang," ucap bang Dion sambil mencium pipi Zyona.

 

Setelah itu bang Dion mencium keningku, karena di depan si kembar kami harus terlihat baik-baik saja.

 

"Bye bye Ayah," ucap Zyan yang sedang asyik berlari kesana-kemari.

 

      ********

 

Hari sudah malam, bang Dion lupa janjinya dengan anak-anak jika dia akan pulang cepat, mungkin dia sedang bersama wanita yang semalam.

 

Benar saja, bang Dion mabuk berat dan di papah wanita itu.

 

"Mbaknya sudah di bayar?" tanyaku.

 

"Sudah, cuma taksi onlinenya belum," ucap wanita itu.

 

Aku langsung memberikan uang yang sedari tadi sudah aku siapkan.

 

"Jaga, suamimu Mbak," ucap wanita itu.

 

"Bagaimana aku menjaganya jika ada wanita seperti kamu yang berkeliaran."

 

"Maaf mbak, saya bukan seperti yang mbak pikirkan."

 

Aku tersenyum kecut mendengar apa yang dikatakan oleh wanita di depanku.

 

"Kalau begitu kenapa kamu tidak menikah saja dengan suamiku?, biar jelas status kalian," ucapku.

 

"Hahaha, menikah dengan mas Dion, seperti tidak mungkin karena dia sangat mencintai seseorang," ucap wanita itu sambil tertawa.

 

"Siapa orangnya, tolong beri tahu aku agar bang Dion bisa menikah dengannya dan dia tidak menyiksa dirinya sendiri seperti ini?" tanyaku.

 

"Sudah malam mbak Safira, lain kali akan aku beri tahu," ucap wanita itu sambil berlalu.

 

Dari mana dia tahu namaku, apa bang Dion yang memberi tahukannya, dan wanita itu juga tahu dia orang yang di cintai oleh bang Dion.

 

       *******

 

Setelah aku mengantarkan si kembar sekolah aku segera pulang karena aku ingin bertanya kepada bang Dion tentang semuanya, darah ini serasa mendidih menahan amarah. 

 

Setibanya di rumah aku melihat bang Dion yang baru saja bangun dari tidurnya. 

 

"Bang, apa kamu lupa janjimu dengan anak-anak kemarin siang?, kamu bilang akan pulang cepat, tapi tengah malam kamu baru pulang dengan mabuk berat dan di antar seorang wanita, siapa wanita itu, jika kamu mencintainya kenapa tidak menikah dengannya?" tanyaku.

 

Bang Dion tidak menjawab dia malah berlalu meninggalkanku, tapi aku menarik tangannya.

 

"Bang, aku mohon berhenti minum-minuman keras demi anak-anak dan demi kak Sarah!" pintaku.

 

Bang Dion tidak bergeming.

 

"Bisakah kamu jawab pertanyaanku?, Jangan diam saja!" ucapku kali ini sambil memukul dadanya.

 

Aku menangis dan semakin terisak, bang Dion menatapku, dia mengusap air mata yang terus mengalir.

 

"Berhentilah menangis, maafkan aku, untuk sekarang aku belum bisa menjawab semua pertanyaanmu," ucap bang Dion sambil mengelus pipiku.

 

"Kenapa bang?, Kenapa?"

 

"Karena ini menyakitkan!"

 

"Jika aku membuat Abang terluka, aku akan pergi!, Abang nikahilah wanita yang Abang cinta, lupakan wasiat kak Sarah, aku tidak ingin menjadi seperti kak Sarah!"

 

Aku segera berlalu meninggalkan bang Dion yang berdiri di hadapanku, baru saja aku berbalik, Bang Dion menarik tanganku dia langsung memelukku erat tubuhku.

 

"Jangan pergi, tetaplah disini," bisik bang Dion

 

Untuk pertama kalinya setelah kami menikah bang Dion memelukku, aku menangis sejadinya di pelukan bang Dion.

 

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status