แชร์

Bab 8

ผู้เขียน: Puput Gunawan
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-07-03 09:16:23

Aku masih menangis sambil memeluk buku harian milik kak Sarah, ternyata hidupnya yang selama ini terlihat bahagia tidak seperti itu.

Kak Sarah selama ini menutupi semua masalahnya.

 

Air mataku seolah tidak mau berhenti, sesedih ini kah hidupmu kak?, Pantas saja kamu memilih meninggalkan dunia ini! ucapku dalam hati.

 

Kepalaku penuh dengan pertanyaan, kenapa bang Dion menikah dengan kak Sarah jika dia tidak mencintainya?. Kenapa Kak Sarah menyuruhku menikah dengan bang Dion? dan siapa perempuan yang dicintai oleh bang Dion?

 

Ingin sekali aku bertanya pada bang Dion, tapi saat aku menemuinya di dalam kamar dia sudah tertidur pulas.

 

Akhirnya aku memilih membereskan pakaian milik Kak Sarah yang akan aku sumbangkan besok.

 

"Sarah, maaf!" ucap bang Dion.

 

Lagi-lagi bang Dion mengigau, dia meminta maaf kepada Kak Sarah.

 

"Sudah terlambat bang," ucapku.

 

Mungkin sekarang bang Dion menyesal karena telah menyia-nyiakan kak Sarah, kata orang memang benar 'kalau sudah tiada baru terasa'

 

     *******

 

Pagi ini aku bersiap berangkat untuk menyumbangkan baju-baju milik kak Sarah di sebuah panti sosial dan rencananya setelah dari panti aku akan menjemput si kembar yang menginap di rumah orang tuaku.

 

"Bang, aku mau ke panti sosial dulu, setelah itu aku akan menjemput si kembar di rumah Umi."

 

"Biar aku antar!"

 

Bang Dion bergegas mengambil kunci mobilnya, aku menunggu di depan pintu.

Tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumah, mobil yang begitu aku kenal.

 

Dua orang anak kecil turun dari dalam mobil di belakangnya mengekor seorang laki-laki.

 

"Ayaah!" Teriak dua orang anak kecil itu menghampiri bang Dion yang ada disampingku.

 

"Lho, Zyona, Zyan kok sudah pulang?, Baru saja ayah mau jemput," ucap bang Dion heran.

 

"Iya Bang, tadi aku kerumah Abah dan ada Zyona sama Zyan yang merengek minta pulang, jadi aku berinisiatif untuk mengantarkan mereka," ucap laki-laki yang ada dihadapan kami.

 

"Zyona, Zyan, kalian ini udah ngerepotin Om Haikal," ucapku sambil memeluk si kembar.

 

"Makasih ya Haikal, udah nganterin si kembar," ucap bang Dion.

 

"Sama-sama bang."

 

"Ayo masuk dulu, biar aku buatkan kopi!" ajakku.

 

"Ayo Om," ucap si kembar sambil menarik tangan Haikal.

 

Haikal adalah mantan pacarku, sebulan sebelum kak Sarah meninggal aku putus dengannya karena kami merasa hubungan kami terasa hambar. kami putus secara baik-baik dan kami berteman sekarang.

 

"Ini kopinya," ucapku sambil memberikan secangkir kopi.

 

Haikal langsung menyeruput kopi yang aku berikan.

 

"Enak Fir, sama seperti biasanya, rasanya kangen sekali aku, karena sudah lama tidak minum kopi buatan kamu," ucap Haikal memuji.

 

Aku tersenyum mendengar pujian dari Haikal.

 

"Fir, tolong buatkan aku kopi juga!" Pinta bang Dion.

 

"Baik bang," ucapku.

 

Aku langsung membuat kopi untuk bang Dion, tumben sekali dia minta di buatkan kopi, padahal biasanya aku buatkan pun tidak pernah diminum olehnya.

 

"Ini bang kopinya," ucapku sambil menyodorkan kopi.

 

"Panas!" teriak bang Dion karena langsung meminum kopi yang baru saja aku buat.

 

"Hati-hati Abang," ucap Haikal.

 

Buru-buru aku memberi air dingin untuk bang Dion dan membantunya minum.

 

"Makasih istriku sayang," ucap bang Dion.

 

Ada apa dengan bang Dion?, tiba-tiba saja dia berubah, dia yang biasanya acuh dan cuek kini perhatian padaku sampai memanggilku sayang.

 

"Om, ayo kita jalan-jalan sama Tante kayak dulu!" Ajak Zyan.

 

"Uhuk," bang Dion tersedak.

 

"Kenapa bang?" tanya Haikal.

 

"Ayo, kebetulan Tante mau ke panti sosial untuk berbagi disana," ucapku penuh semangat.

 

"Asik, kita ke Waterboom lagi ya!" Pinta si kembar.

 

Si kembar memang sudah sangat akrab dengan Haikal karena Haikal sering aku ajak berkunjung ke rumah ini sebelum aku menikah, si kembar pun sering kami ajak jalan-jalan. Aku senang melihat si kembar yang kegirangan.

 

"Kamu tidak pergi bekerja Haikal?" tanya bang Dion.

 

"Sekarang hari Sabtu bang," ucap Haikal.

 

"Ya ampun bang, sudah jam sepuluh waktunya Abang pergi ke tempat kerja," ucapku.

 

"Hari ini aku ingin jalan-jalan bersama Zyona dan Zyan," ucap bang Dion.

 

"Kalau begitu aku akan antar Safira ke panti sosial!" ucap Haikal.

 

"Safira ikut dengan kami tentunya," tegas bang Dion.

 

"Aku kira bisa mengajak Safira jalan-jalan," ucap Haikal.

 

"Tidak bisa, dia istriku jadi pasti ikut denganku."

 

Ada apa dengan kedua Lelaki dewasa ini, mereka seperti sedang memperebutkan sesuatu.

 

"Sudah siang Fir, aku pamit ya," ucap Haikal.

 

"Om mau kemana?" tanya Zyan.

 

"Om, mau pulang dulu," jawab Haikal.

 

"Bukannya kita mau berenang?" tanya Zyona.

 

"Lain kali saja," jawab Haikal.

 

Si kembar langsung menangis dan merengek, mereka masih ingin bersama Haikal.

 

"Kalau kamu tidak keberatan bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama!" ajak bang Dion.

 

"Dengan senang hati bang," ucap Haikal.

 

Kami berlima langsung pergi kesebuah taman hiburan, disana anak-anak tampak sangat senang, melihat mereka senang aku jadi bersemangat untuk bermain dan naik wahana yang ada disana.

 

Aku sedikit merasa aneh dengan bang Dion, dia seolah tidak mengizinkan aku dekat dengan Haikal, saat aku dan Haikal sedang asyik bercanda dia langsung datang dengan si kembar dan menyuruh Haikal bermain bersama Zyona dan Zyan.

 

Bang Dion juga menggandeng tanganku, seolah tidak ingin aku kemana-mana, jika dilihat dari jauh seperti keluarga utuh yang bahagia.

 

      *******

 

Lelah sekali rasanya setelah hampir seharian kami bermain di taman, tapi tak apa aku bahagia melihat Zyona dan Zyan bahagia.

 

Si kembar langsung tertidur setelah pulang dari taman bermain tadi. Mungkin mereka juga lelah, kulihat bang Dion juga sedang duduk tapi matanya terpejam di sofa,

Kuhampiri dia dan membangunkannya.

 

"Bang, tidurlah di kamar!" 

 

Bang Dion terkejut, dia terbangun , tanpa melihatku dia langsung bangkit dari tempat duduknya, dia kembali dingin dan cuek, kemana sikap hangat dan perhatiannya tadi?.

 

"Pandai sekali kamu bersandiwara!" ucapku.

 

"Aku sedang tidak ingin berdebat."

 

"Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan kak Sarah."

 

Bang Dion tidak menjawab dia berlalu meninggalkanku.

 

"Minum lah bang, sebanyak yang kamu mau, biar kamu mabuk dan si kembar akan tahu seperti apa ayahnya!"

 

Bang Dion yang tadinya mau keluar rumah, kembali dia pergi ke kamarnya.

 

     ******

 

Suara adzan Maghrib berkumandang, buru-buru aku membangunkan si kembar untuk shalat karena kak Sarah selalu mengajari mereka agar taat beribadah.

 

Aku juga langsung menuju kamar bang Dion dan segera membangunkannya, tapi dia tidak ada di dalam kamar.

 

Sudahlah, mungkin dia pergi saat aku sibuk dengan si kembar tadi, tapi kuharap dia tidak mabuk-mabukan.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status