Share

Bab 8

Aku masih menangis sambil memeluk buku harian milik kak Sarah, ternyata hidupnya yang selama ini terlihat bahagia tidak seperti itu.

Kak Sarah selama ini menutupi semua masalahnya.

 

Air mataku seolah tidak mau berhenti, sesedih ini kah hidupmu kak?, Pantas saja kamu memilih meninggalkan dunia ini! ucapku dalam hati.

 

Kepalaku penuh dengan pertanyaan, kenapa bang Dion menikah dengan kak Sarah jika dia tidak mencintainya?. Kenapa Kak Sarah menyuruhku menikah dengan bang Dion? dan siapa perempuan yang dicintai oleh bang Dion?

 

Ingin sekali aku bertanya pada bang Dion, tapi saat aku menemuinya di dalam kamar dia sudah tertidur pulas.

 

Akhirnya aku memilih membereskan pakaian milik Kak Sarah yang akan aku sumbangkan besok.

 

"Sarah, maaf!" ucap bang Dion.

 

Lagi-lagi bang Dion mengigau, dia meminta maaf kepada Kak Sarah.

 

"Sudah terlambat bang," ucapku.

 

Mungkin sekarang bang Dion menyesal karena telah menyia-nyiakan kak Sarah, kata orang memang benar 'kalau sudah tiada baru terasa'

 

     *******

 

Pagi ini aku bersiap berangkat untuk menyumbangkan baju-baju milik kak Sarah di sebuah panti sosial dan rencananya setelah dari panti aku akan menjemput si kembar yang menginap di rumah orang tuaku.

 

"Bang, aku mau ke panti sosial dulu, setelah itu aku akan menjemput si kembar di rumah Umi."

 

"Biar aku antar!"

 

Bang Dion bergegas mengambil kunci mobilnya, aku menunggu di depan pintu.

Tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumah, mobil yang begitu aku kenal.

 

Dua orang anak kecil turun dari dalam mobil di belakangnya mengekor seorang laki-laki.

 

"Ayaah!" Teriak dua orang anak kecil itu menghampiri bang Dion yang ada disampingku.

 

"Lho, Zyona, Zyan kok sudah pulang?, Baru saja ayah mau jemput," ucap bang Dion heran.

 

"Iya Bang, tadi aku kerumah Abah dan ada Zyona sama Zyan yang merengek minta pulang, jadi aku berinisiatif untuk mengantarkan mereka," ucap laki-laki yang ada dihadapan kami.

 

"Zyona, Zyan, kalian ini udah ngerepotin Om Haikal," ucapku sambil memeluk si kembar.

 

"Makasih ya Haikal, udah nganterin si kembar," ucap bang Dion.

 

"Sama-sama bang."

 

"Ayo masuk dulu, biar aku buatkan kopi!" ajakku.

 

"Ayo Om," ucap si kembar sambil menarik tangan Haikal.

 

Haikal adalah mantan pacarku, sebulan sebelum kak Sarah meninggal aku putus dengannya karena kami merasa hubungan kami terasa hambar. kami putus secara baik-baik dan kami berteman sekarang.

 

"Ini kopinya," ucapku sambil memberikan secangkir kopi.

 

Haikal langsung menyeruput kopi yang aku berikan.

 

"Enak Fir, sama seperti biasanya, rasanya kangen sekali aku, karena sudah lama tidak minum kopi buatan kamu," ucap Haikal memuji.

 

Aku tersenyum mendengar pujian dari Haikal.

 

"Fir, tolong buatkan aku kopi juga!" Pinta bang Dion.

 

"Baik bang," ucapku.

 

Aku langsung membuat kopi untuk bang Dion, tumben sekali dia minta di buatkan kopi, padahal biasanya aku buatkan pun tidak pernah diminum olehnya.

 

"Ini bang kopinya," ucapku sambil menyodorkan kopi.

 

"Panas!" teriak bang Dion karena langsung meminum kopi yang baru saja aku buat.

 

"Hati-hati Abang," ucap Haikal.

 

Buru-buru aku memberi air dingin untuk bang Dion dan membantunya minum.

 

"Makasih istriku sayang," ucap bang Dion.

 

Ada apa dengan bang Dion?, tiba-tiba saja dia berubah, dia yang biasanya acuh dan cuek kini perhatian padaku sampai memanggilku sayang.

 

"Om, ayo kita jalan-jalan sama Tante kayak dulu!" Ajak Zyan.

 

"Uhuk," bang Dion tersedak.

 

"Kenapa bang?" tanya Haikal.

 

"Ayo, kebetulan Tante mau ke panti sosial untuk berbagi disana," ucapku penuh semangat.

 

"Asik, kita ke Waterboom lagi ya!" Pinta si kembar.

 

Si kembar memang sudah sangat akrab dengan Haikal karena Haikal sering aku ajak berkunjung ke rumah ini sebelum aku menikah, si kembar pun sering kami ajak jalan-jalan. Aku senang melihat si kembar yang kegirangan.

 

"Kamu tidak pergi bekerja Haikal?" tanya bang Dion.

 

"Sekarang hari Sabtu bang," ucap Haikal.

 

"Ya ampun bang, sudah jam sepuluh waktunya Abang pergi ke tempat kerja," ucapku.

 

"Hari ini aku ingin jalan-jalan bersama Zyona dan Zyan," ucap bang Dion.

 

"Kalau begitu aku akan antar Safira ke panti sosial!" ucap Haikal.

 

"Safira ikut dengan kami tentunya," tegas bang Dion.

 

"Aku kira bisa mengajak Safira jalan-jalan," ucap Haikal.

 

"Tidak bisa, dia istriku jadi pasti ikut denganku."

 

Ada apa dengan kedua Lelaki dewasa ini, mereka seperti sedang memperebutkan sesuatu.

 

"Sudah siang Fir, aku pamit ya," ucap Haikal.

 

"Om mau kemana?" tanya Zyan.

 

"Om, mau pulang dulu," jawab Haikal.

 

"Bukannya kita mau berenang?" tanya Zyona.

 

"Lain kali saja," jawab Haikal.

 

Si kembar langsung menangis dan merengek, mereka masih ingin bersama Haikal.

 

"Kalau kamu tidak keberatan bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama!" ajak bang Dion.

 

"Dengan senang hati bang," ucap Haikal.

 

Kami berlima langsung pergi kesebuah taman hiburan, disana anak-anak tampak sangat senang, melihat mereka senang aku jadi bersemangat untuk bermain dan naik wahana yang ada disana.

 

Aku sedikit merasa aneh dengan bang Dion, dia seolah tidak mengizinkan aku dekat dengan Haikal, saat aku dan Haikal sedang asyik bercanda dia langsung datang dengan si kembar dan menyuruh Haikal bermain bersama Zyona dan Zyan.

 

Bang Dion juga menggandeng tanganku, seolah tidak ingin aku kemana-mana, jika dilihat dari jauh seperti keluarga utuh yang bahagia.

 

      *******

 

Lelah sekali rasanya setelah hampir seharian kami bermain di taman, tapi tak apa aku bahagia melihat Zyona dan Zyan bahagia.

 

Si kembar langsung tertidur setelah pulang dari taman bermain tadi. Mungkin mereka juga lelah, kulihat bang Dion juga sedang duduk tapi matanya terpejam di sofa,

Kuhampiri dia dan membangunkannya.

 

"Bang, tidurlah di kamar!" 

 

Bang Dion terkejut, dia terbangun , tanpa melihatku dia langsung bangkit dari tempat duduknya, dia kembali dingin dan cuek, kemana sikap hangat dan perhatiannya tadi?.

 

"Pandai sekali kamu bersandiwara!" ucapku.

 

"Aku sedang tidak ingin berdebat."

 

"Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan kak Sarah."

 

Bang Dion tidak menjawab dia berlalu meninggalkanku.

 

"Minum lah bang, sebanyak yang kamu mau, biar kamu mabuk dan si kembar akan tahu seperti apa ayahnya!"

 

Bang Dion yang tadinya mau keluar rumah, kembali dia pergi ke kamarnya.

 

     ******

 

Suara adzan Maghrib berkumandang, buru-buru aku membangunkan si kembar untuk shalat karena kak Sarah selalu mengajari mereka agar taat beribadah.

 

Aku juga langsung menuju kamar bang Dion dan segera membangunkannya, tapi dia tidak ada di dalam kamar.

 

Sudahlah, mungkin dia pergi saat aku sibuk dengan si kembar tadi, tapi kuharap dia tidak mabuk-mabukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status