Share

Ko Willi

Setelah mas Putra pergi, aku segera menyusul. Aku kembali ke kamar hanya untuk mengambil dompet, ponsel serta kunci mobilku. Rasa penasaran mengalahkan segalanya, bahkan rasa lengket pada tubuhku. Aku hanya menyemprotkan parfum supaya badanku tidak menimbulkan bau yang menganggu.

Tidak sulit menemukan tempat yang mas Putra sebutkan. Sebuah warung kopi yang tidak seberapa besar namun memiliki lahan yang cukup luas untuk parkir.

Saat aku datang, mas Putra belum terlihat. Di warung itu hanya ada seorang tukang ojek online yang sedang makan dengan lahap sambil vidio call dengan anaknya. Aku tersenyum, sebab hal itu juga yang setiap hari ku lakukan dengan orangtuaku.

"Bu, pesan kopi hitam satu ya. Jangan manis-manis."

"Njih mas, siap. Ndak makan sekalian mas? Ada sayur lodeh, ayam bumbu bali, terong balado."

"Nanti saja bu, saya masih nunggu teman."

"Oh njih, monggo-monggo pinarak dulu, biar saya buatkan kopinya."

Penjual warung tersebut adalah seorang ibu-ibu paruh baya, badannya cukup gemuk namun begitu ramah.

Ku ambik rokok ku sebatang lalu menghisapnya dalam-dalam dan ku hembuskan dengan perlahaan. Sebulan ini jadwalku cukup padat, namun dalam seminggu kedepan aku free.

Sebenarnya aku sengaja mengambil libur karena memang ingin Istirahat, aku menolak beberapa tawaran job namun justru menyetujui orderan yang tidak jelas dan membuatku tersiksa oleh rasa penasaran.

"Monggo mas kopi nya, awas masih panas."

"Njih bu, terimakasih."

"Mas nya ini orang mana? Kok saya baru lihat ya?"

Ibu warung tersebut mengajakku ngobrol, mungkin karena ini adalah pertama kalinya aku datang ke warungnya, dan beliau sudah kenal dengan rata-rata pelanggan yang datang kesini.

"Saya sedang ada acara dan menginap di hotel sekitar sini bu, tadi saya sudah janjian dengan teman untuk ketemu disini."

"Owalah njih, ya sudah kalau begitu, silahkan di enakke mas, saya tak permisi dulu."

"Njih, monggo bu."

Tak lama setelah ibu warung tersebut pamit, aku melihat mas Putra yang berjalan kaki menuju kamari. Bajunya sudah berganti, wajahnya juga terlihat segar, mungkin dia baru saja mandi untuk menepis kantuk setelah semalaman kerja dan belum tidur.

"Mas Bayu? Saya kira sampean belum dateng mas, maaf ya kalau sudah membuat sampean nunggu lama."

Aku berdiri menyambut mas Putra dan kami saling berjabat tangan.

"Enggak mas, ini kopi saya juga baru datang. Saya yang seharusnya minta maaf, sudah mengganggu istirahat sampean."

"Alah tidak masalah mas, rumah saya dekat sini. Dan kebetulan hari ini saya dapat jatah libur, jadi bisa lanjuti tidur nanti setelah dari sini."

Aku mengangguk, aku menawari mas Putra untuk pesan sesuatu.

Sebelum membahas rasa penasaranku tentang kamar 313 dan siapa sosok koko William, kami basa basi lebih dulu. Mas Putra bercerita banyak hal, kami juga sambil bertukar cerita tentang suka duka pekerjaan kami masing-masing, hingga tanpa terasa dua batang rokok sudah habis, dan aku mulai membuka obrolan tentang tujuan awalku mengajak mas Putra bertemu.

"Maaf mas kalau saya jadi ngajak mas Bayu ketemu di luar, soalnya saya ndak berani cerita dilingkup hotel mas. Selain takut didengar orang, saya juga takut ada yang tak terlihat ikut mendengarkan obrolan kita."

"Maksud mas Putra gimana ya?"

"Kami dilaramg keras untuk membicarakan tentang sosok koko William mas, makanya saya kaget saat mas Bayu tanya tentang siapa sosok koko William dan telfon dari kamar 313. Karena kamar tersebut sudah ditutup sekitar sepuluh tahunan mas."

"Sepuluh tahun? Memangnya ada apa mas? Kemarin saya bertemu dengan sosok yang mengaku bernama William di toilet yang berada di ujung lorong hall, dan ternyata toilet itu sudah lama rusak. Beliau meminta saya untuk mengisi acara pernikahannya dengan Rahayu."

Setelah aku selesai bercerita, aku melihat raut wajah mas Putra tiba-tiba berubah menjadi murung, tampak sedih dan menundukkan kepalanya.

"Dulu, saya sangat mengenal baik sosok koko William mas. Ko Willi adalah cucu dari pemilik hotel. Ibunya ko Willi adalah anak tunggal, dan ko Willi adalah satu-satunya anaklelaki dikeluarga itu, makanya begitu disayang. Namun meski begitu, tidak membuat ko Willi menjadi angkuh dan sombong, ko Willi adalah sosok yang baik dan ramah, meskipun dengan kami para pekerja."

Mas Putra menghentikan ceritanya, pandangannya menerawang seolah mengenang kenangan yang begitu menyedihkan baginya.

"Usia kami seumuran mas, ko Willi sendiri sering ke hotel dan sering ngajak saya ngobrol. Saat itu ko Willi baru saja menyelesaikan kuliahnya di luar negeri, hingga kemudian dia jatuh cinta dengan seseorang yang bernama Rahayu.

Saya adalah saksi dari kisah cinta mereka, Ko Willi sangat mencintai Rahayu, begitu juga dengan Rahayu. Sayangnya kisah cinta mereka ditentang oleh keluarga besar."

"Kenapa mas? Apa karena Rahayu ini hanya seorang asisten rumahtangga?"

Mas Putra menatap ke arahku, lalu mengangguk.

"Hingga akhirnya keluarga memutuskan untuk menjodohkan ko Willi dengan wanita lain yang selevel dengan keluarga mereka, dan mengusir Rahayu yang saat itu sedang hamil. Saya sendiri mas yang mengantarkan Rahayu ke terminal, karena kebetulan saat itu saya sedang ada urusan, disuruh bapak mengantarkan berkas ke rumah. Saat itu kondisi Rahayu sedang hamil anak ko Willi."

"Lalu bagaimana dengan Ko William setelah itu?"

"Ko Willi dijaga beberapa orang supaya tidak keluar rumah dan menyusul Rahayu, hingga akhirnya orangtuanya mengatur pernikahan ko Willi dengan wanita lain."

Mas Putra kembali menghentikan ceritanya dan menyesap kopi miliknya. Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Lalu apa hubungannya dengan kamar 313 mas? Kenapa juga kamar itu ditutup hingga sekarang?"

"Karena ko Willi memutuskan untuk bunuh diri, tepat di hari pernikahannya dengan wanita pilihan orangtuanya mas. Ko Willi menggiris pergelangan tangannya hingga kehabisan darah, dan hal itu sangat menyisakan trauma untuk keluarganya. Selain itu, pihak hotel juga berusaha menutupi semua ini supaya tidak terekspos demi menjaga kredibilitas Hotel."

Aku begitu syok dengan cerita yang ku dengar, hingga rasanya nafasku tercekat ditenggorokan.

"Lalu bagaimana dengan Rahayu mas?"

BRAK!!

"Astaghfirullahalazim"

Kami semua begitu terkejut ketika kursi di depan kami tiba-tiba terbalik begitu saja tanpa ada yang menyentuh, namun seolah ada yang membantingnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status