Bab 6
Bu Ratih sambil menggerutu membuka kulkas."Mau apa, Bu?" Valdi mendekati bu Ratih."Ibu nggak usah repot-repot. Aku udah memesankan cukup porsi untuk kita semua." Lanjut Valdi."Beneran?"Valdi mengangguk."Seandainya aja kalau istrimu bukan pemalas, tentu kamu nggak usah repot-repot ngeluarin duit buat beli beli kayak gitu. Uangnya bisa dikumpulin. Ini jatuhnya malah boros. Buat apa punya istri kalau apa-apa masih beli." Bu Ratih mengomel."Bu, nanti siang aku ada diskon buat ibu." ujar Valdi."Diskon apaan?""Alhamdulillah aku ada kelebihan rezeki, jadi rencana Aku mau kasih ibu sekitar tiga juta." ucap Valdi.Bu Ratih tampak senang sekali."Kamu mau kasih ibu tiga juta lagi?""Iya, Bu.""Alhamdulillah, makasih banyak ya, Nak. Pas banget. Rencana ibu mau ajak adikmu ke mall besok. Katanya mau beli jam tangan baru. Syukur sekali, ini rezeki adikmu, Val." Bu Ratih semakin sumringah."Alhamdulillah, Bu. Semua berkat do'a kalian, sekarang gajiku udah bisa mencapai tujuh jutaan. Insyaallah tahun depan kita sudah bisa mulai merenovasi rumah ibu."Bu Ratih melihat bangga pada putranya. Baginya, Valdi memang anak laki-laki yang luar biasa. Baktinya tidak berkurang meski telah beristri. Bagi Valdi, istri bukanlah penghalang untuk tetap menyayangi ibu yang telah melahirkannya."Kak Valdii!" Dira sambil berlari kecil menghampiri Valdi."Ada apa sih, Dira? Main teriak-teriak aja?""Tuh di depan pesanan Kakak udah dateng."Mendengar ucapan Dira, cepat-cepat Valdi menuju ke depan, menghampiri si kurir, tangannya mengambil sebuah kotak yang berisi lumayan banyak.Valdi menyunggingkan senyum lebar. Bu Ratih datang tergopoh-gopoh lalu menyambut itu dari tangan Valdi.'Baik sekali Rika mengirimkan makanan sebanyak ini.' batin Valdi."Terima kasih banyak ya, Pak," Valdi berucap ramah."Sama-sama Mas, totalnya tiga ratus ribu rupiah," ucap si Abang kurir."Apa? Tiga ratus ribu?" Valdi mendelik."Iya.""Bukannya sudah dibayar, Pak?""Mana ada, Mas. Kan perjanjian bayar ditempat.""Haaa?""Harus bayar pake uangku?" Dahi Valdi berkerut.Bab 7"Valdi, kapan uangnya kamu kirim? Ini bentar lagi kursiku nyampe," Salma bicara dengan nada panik."Katanya hari ini kamu kasih uangnya. Ini udah siang tahu! Masih aja belum kamu transfer. Kamu gimana sih? Niat gak kirim uangnya? Cuman ngirim segitu ajah prosesnya lama banget." Di telepon, salma masih mengomel."Ntar, sabar dulu, Kak! Ini m-bankingku lagi bermasalah. Aku coba kirim lagi.""Lah kalau m-banking kamu bermasalah, kamu langsung aja ambil atau kirim uangnya langsung dari ATM. Apa susahnya. Begitu aja kok ribet kebangetan." Salma masih terdengar kesal."Iya Kak Tapi masalahnya sekarang aku lagi di kantor. Bisa ke mana-mana. Nggak enak sama bos." Valdi memberi alasan."Ya udah cepet buruan usahain ngirim duitnya, pinjem dulu pakai m-banking temen-temennya kek, kamu ganti uangnya. Atau gimana gitu. Aku malu ntar barang nyampe malah duitnya nggak ada. Taruh di mana mukaku ini kalau sampai kayak gitu.""Iya iya Kak, ini lagi aku usahain."Telepon seluler tersebut dimatika
"Apaaa? Kamu kasih uang ke Rika?" Mendengar penjelasan Valdi, Salma terkejut dan kembali marah."Iya Kak, soalnya aku pikir sesekali buat nitip uang sama dia." Jawab Valdi."Astaga kamu ini gimana, Valdi? Yang namanya uang nggak usah dikasih sama sembarangan orang. Aduh habislah aku ... Jangan-jangan uangnya udah dipake dihabisin sama Rika. Aduh gimana ini," Salma terdengar panik sendiri."Ya ampun ..! Ya Tuhan ..! Kenapa pula nggak dari tadi kamu ngomong kalau uangnya di tangan Rika! Kalo aku tahu begini, dari tadi udah aku minta langsung uangnya ke Rika! Kalo aku yang minta, dia nggak bakalan berani buat nahan-nahan uang kamu!" lanjut Salma dengan suara keras menahan amarah."Kak, kakak kasih penjelasan tuh sama yang jual, bilang kita akan bayar besok. Ntar aku akan ambil kembali uangku sama Rika." Valdi menenangkan sang kakak."Tapi kalau ternyata uangnya udah dipakai semua sama Rika gimana? Lagian ini orang yang jual nggak mau uangnya ditunda-tunda." Salma berdecak kesal."Atau
"Rik! Rika! Cepetan kemari! Tuh ada orang di depan lagi cari-cari kamu! Dia marah-marah kayak orang kesurupan gitu. Ngeri, coba liat! Ngeri banget liatnya!" Fia datang tergopoh menghampiri Rika yang tengah bersantap siang. Rika agak kaget. Ia pun tak kalah penasaran dengan siapa orang yang dimaksud oleh Fia. "Orang ngamuk? Siapa ya?" Dahinya mengernyit."Aku juga nggak tahu, Rik! Cepat samperin, lihat tuh udah banyak orang ngeliatin dia. Pakai teriak-teriak manggil kamu!""Oh baiklah, aku coba liat dulu." tanggap Rika.Rika berjalan menuju ke area depan kantor di mana keberadaan orang yang dimaksud oleh Fia tersebut."Jangan lupa hati-hati, Rik!"Rika mengangguk.Dari kejauhan Rika melihat beberapa orang bergerombol melihat seseorang yang tengah berteriak-teriak memanggil-manggil nama Rika. Seperti yang dikatakan oleh Fia, dari kamu merasa ia perlu berhati-hati siapa tahu orang tersebut berbahaya. Rika bertanya-tanya siapakah gerangan orang tersebut? Tapi dengan suara yang terdengar
Bab 10Salma duduk dengan wajahnya yang terlihat mengandung raut wajah kesedihan. Perempuan itu masih dengan perilaku Rika. Padahal semula niat Salma mendatangi kantor Rika adalah ingin membuka kedok adik iparnya itu di depan teman-teman sekantornya, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Salmalah yang harus menanggung malu. Bagaimana Salma tidak kesal dengan itu.Melihat keadaan kakaknya, dengan wajah penuh rasa bersalah, Valdi baru saja pulang tersebut menghampiri kakaknya."Kak," tegur valdi.Salma menoleh."Kamu sudah pulang rupanya." tanggapnya."Kakak terlihat sedih. Kakak pasti sedih karena uang itu kan? Hmm ... Maafkan aku Kak, aku tidak menepati janji. Nanti aku akan ambil uangnya sama Rika, dan kasih uang itu ke kakak." Setetes dua tetes air mata jatuh di pipi Salma."Aku kecewa sama istrimu, Valdi! Keterlaluan sekali Rika! Tega dia" Valdi bingung melihat kakaknya yang tiba-tiba menangis sesenggukan."Kenapa kak? Kenapa tiba-tiba bicara soal Rika?" Dengan pelan-pelan Valdi
"Rika! Rikaaa!"Terdengar suara mas Valdi memanggil-manggil namaku. Belum sempat aku menghampiri, si empunya suara sudah menghampiriku lebih dulu. Kulihat raut muka Mas faldi menatapku dengan gurat wajah marah. Ada apa gerangan dengannya? "Ada apa, Mas?" Tanyaku."Apa-apaan yang udah kamu lakuin sama kak Salma siang tadi?" Suaranya yang membentak membuat keningku berkerut. Memang apa ya telah aku lakukan dengan kakaknya? Kurasa aku tidak melakukan sesuatu yang terlalu berlebihan. "Aku nggak ngelakuin apa-apa kok, Mas.""Kamu nggak usah bohong ya! Apa tujuan kamu menyuruh kak Salma ke kantor kamu kalau cuma buat dipermaluin sama teman-teman kamu? Nggak ngotak, nyadar nggak kalau Kak Salma itu kakak aku! Kalau kamu nggak ngehargain dia berarti kamu juga nggak ngehargain aku. Dia Kakak iparmu, harusnya kamu menghormati dia!"Terus terang saja aku heran dengan penjelasan Mas Valdi."Aku nggak pernah nyuruh kak sama ke kantor aku kok, Mas. Soal kenapa tadi dia bisa dateng ke kantor aku
"Nggak mungkin aku bisa semudah itu ngasih duit ke orang, Mas! Mas tahu, kebutuhan anakku jauh lebih penting daripada orang yang cuma bisa minta!" Aku menyanggah ucapan Mas Valdi."Anak, anak, anak terus yang kamu bicarain. Alesan! Clara itu masih kecil. Uang sebelas juta itu nggak seberapa kalo dibanding sama perngorbanan Kak Salma ke aku.""Kalo Mas anggap nggak seberapa kenapa nggak kamu aja yang kasih ke dia? Katamu Salma berkorban banyak untuk kamu, jadi tuntut aja balas budinya ke kamu, Mas! Jangan ke aku!" Aku menggelengkan kepala. Dia seorang lelaki yang pintar berperang kata. Apapun yang aku ucapkan, dia pasti bisa menemukan bantahan. Sekalipun bantahannya terdengar memaksa, tapi dia selalu menganggap pendapatnya benar. Kali ini, aku perlu untuk sedikit berkata jujur, agar bibirnya bisa bungkam sejenak."Rik, itu resiko kamu yang mau nikah sama aku! Kalo kakakku minta ke kamu itu adalah wajar. Kamu nyadar nggak sih, kalo uang yang aku dapat itu kamu yang nikmatin! Pendek kata
"Valdi, kenapa istrimu belum ngirimin duit ke ibu? Ini udah tanggal lima, istrimu kan gajian tanggal empat?" Ibuku bertanya."Tunggu aja, Bu. Ntar pasti di transferin kok sama dia./, Kayak biasanya." jawabku."Tapi kok lama ya, biasanya kan tanggal empat sore udah dikirimin sama dia." "Sabar dulu Bu, siapa tahu gajiannya emang agak lambat." Aku menghibur ibuku. "Kalau ntar siang belum juga, sebaiknya kamu tanyain deh sama Rika. Ibu mau bayar kuliah adikmu nih, plus tagihan bulanan juga udah nunggu jadwal buat dibayarin. Tolong bilang sama Rika jangan lambat-lambat amat.""Iya, Bu. Ntar aku bilangin.""Jangan iya-iya aja, Ibu lagi butuh banget sekarang. Lagian uang tiga juta yang kamu janjiin kemarin q/belum ada beritanya juga." Ibu terlihat cemberut.Astaga mungkin saja Ibu kecewa, maafkan aku, aku ingkar janji dengan uang-uang itu. Ish, Rika sih keterlaluan, mana dia janji akan mentransfer uang lima belas juta untukku, tapi kenyataannya sampai hari ini tidak kunjung sampai ke rekeni
Bab 14"Val, di umur segini sebaiknya kamu udah punya aset atau tabungan." Ucap Kak Mel, kakak keduaku.Aku menghela nafas panjang mendengar pertanyaan itu. "Sayangnya aku belum punya aset apapun untuk sekarang, Kak." Aku berkata jujur."Begini, Val. Kalau kamu pengen dengerin saran Kakak, gaji kamu udah sepuluh jutaan, akan jadi lebih baik kalo kamu mikirin buat beli rumah.""Iya sih, aku juga udah mikir ke arah sana, Kak. Bosan aku ngontrak melulu." Aku menanggapi."Kemarin kakak udah dapet informasi di mana ada perumahan yang cocok buat kamu beli. Angsuran bulanannya juga nggak seberapa, sekitar 2 juta. Lokasinya lumayan lah. Kalo nggak gitu, susah rasanya buat kamu bisa beli rumah. Tiap bulan gajimu bakalan habis mulu. Kamu udah tahu kan kalo Rika nggak pandai nyimpalen uang."Aku diam mencerna ucapan Kak Mel."Ntar bisa kita liat dulu, Kak." sahutku.Pikiranku mulai bercabang, baru-baru ini pengeluaranku lebih banyak. Ada angsuran mobil yang harus aku pikirkan, jatah bulanan bua