Share

Undangan

Dua bulan sebelumnya.

Rayhan berangkat kerja dengan tergesah. Tidur malamnya tak nyenyak sebab proyek dikantornya sudah melebihi jatuh tempo. Timnya masih diberikan tenggat waktu agar bisa menyelesaikannya sesuai perjanjian. Ketika masuk ruangan kubikel, Rayhan langsung menyapa Reza.

  “Ja, maket progressnya udah sampe mana?”

  “Lu lihat aja tuh dimeja gue. Baru sampe nih.”

  “Ampun dah! Ini apaan?! Kagak sesuai sama rancangan gue. Lu kerja sambil ngapain sih? Tidur? Jauh banget bentuknya, Ja….”

  “Masa sih? Desain lu mungkin yang jelek, makanya maketnya juga jelek….” Ejek Reza

  “Bangsat! Gue lapor Pak Hendra, kencing dicelana lu!”

  “Ampun-ampun, paduka pangeran. Ampuni hamba… Iya gue benerin. Malem ini kelar. Gue janji…”

  “Malem? Kenapa gak lu kerjain sekarang, bangke?! Mumpung masih pagi, siang lu dah kelar.”

  “Iya siap komandan!”

  Mau tidak mau harus ditunda meeting dengan Pak Hendra. Rayhan bingung sejadi-jadinya, bikin maket saja bisa salah. Ya ampun, kenapa orang-orang itu tidak mau melakukan apa yang disuruh? Pekerjaan mereka bukan berkreasi. Kalau sudah begini, harus dipantau progressnya.

  “Gimana Ja, ini udah makan siang.”

  “Iya ini dikit lagi kok. Lu lihat deh, udah sesuai kan?”

  “Iya tapi masih banyak yang belum. Jam 3 kelar ya? Kita kan mesti presentasi ke pak Hendra. Mudah-mudahan dia belum balik.”

  “Tenang aja, Ray. Ini gue kagak makan siang keluar demi lu deh. Tapi lu tolong beliin gue makanan ya. Gue lapar berat nih.”

  Siang ini rupanya terik tidak karuan. Hanya keluar sebentar saja rasanya seperti terbakar. Untunglah penjual pecel lele melayani dengan cepat. Dua pesanannya telah siap.

  “What are you doing? Reading a book? For God Sake!”

  Amarah Rayhan memuncak padahal dia baru saja keluar sebentar.

  “Gue gak main-main Reza! Lu gila saat genting begini lu malah asyik baca? Apaan lagi nih? Novel?! Gue sita!” Kemudian berlalu sambil gerutu menuju mejanya.

  “Ya ampun, Ray ini jam istirahat kali. Seenaknya aja lo sita, punya gue itu. Sini balikin!”

  “Bodo amat! Makan nih cepet, kita ke pantry. Lo ganti nih makanan dobel ye. Gak mau tau gue.”

  “Ya gak bisa gitu dong? Salah gue apa coba? Masa cuma karena gue baca novel di jam istirahat, gue jadi kudu bayar makanan lu juga? Gak adil ini.”

  “Lu memicu gue marah, Ja. Kepala gue makin pening gara-gara kelakukan lu.”

  “Shit! Rugi bandar gue.” Reza bicara dalam hati.

  Seusai kejadian itu Reza buru-buru kembali ke mejanya. Rayhan tampak stress padahal baru selesai makan. Demi mengurai sedikit rasa stressnya, dia membuat kopi.

  Pukul 14.50, Reza muncul dimejanya. Rayhan tidak lagi mengingat kejadian ribut kecil tadi.

  “Ray! Udah kelar nih, lu langsung ke Pak Hendra dah. Ntar gue nyusul.”

  “Oh iya sip. Tepat waktu lo. Thank you.”

  Rancangan dan maketnya diterima baik oleh Pak Hendra. Katanya besok akan dikabari kalau jadi meeting. Rayhan dan Reza bisa menghela nafas sementara. Pertarungan sesungguhnya masih esok hari.

  Meeting dengan Pak Hendra tadi cukup lama sampai hampir melewati waktu pulang. Rayhan kembali ke mejanya. Menyiapkan materi meeting dengan klien untuk besok jika jadi. Maket dan segala macamnya, sehingga besok pagi dia tidak harus repot menyiapkan lagi.

*

  Rasanya ingin segera tidur setelah penat seharian. Namun ia teringat sesuatu ditasnya. Novel yang disitanya dari Reza tadi siang. Heran seribu heran, hari gini masih baca novel. Aneh, apakah smartrphone kurang menarik isinya? Tapi Reza itu memang senang baca. Jadi tidak seharusnya Rayhan merasa heran.

  UNDANGAN karya kau-tidak-perlu-tahu.

  Rahyan meneliti novel itu seksama. Sampulnya berwarna merah hati atau merah tua dengan ornament berwarna emas, sebenarnya hampir mirip dengan desain kartu undangan. Baginya ini cukup unik dan aneh. Tidak biasanya pengarang novel tidak menyertakan nama, paling tidak nama samaran untuk membuat sang pengarang menjadi ikonik. Tidak mungkin mereka tidak mau dikenal jika ternyata novelnya laris dan dinobatkan best seller. Lagipula seperti mencontek tokoh Voldemort di seri Harry Potter dengan nama samaran yang-tak-boleh-disebut. Penasaran dan semakin penasaran, apakah ini benar-benar undangan hanya saja berbentuk buku atau isi ceritanya mengenai pasangan yang mengundang tamu? Deduksinya hampir tidak ada bedanya.

  Seperti mimpi buruk. Tiga kata yang ingin dikatakannya sekarang. Sungguh, masa lalu tidak seharusnya datang kembali. Berbagai cara dilakukannya agar wanita itu tak mengganggunya. Setelah 15 tahun ingatan itu kembali membayanginnya dengan sekelebatan mata. Novel tak berguna ini membangkitkan kenangan buruk yang tak dapat diterimanya. Apa yang sebenarnya wanita itu inginkan? Bukankah kehidupannya telah sempurna sebagai wanita, memiliki suami, anak, jalan hidup yang sesuai. Bukan dengan Rayhan yang sibuk berkeluh kesah dengan mantan-mantannya yang sama tak bergunanya dengan wanita itu.

  Rayhan tak merasa ingin melanjutkan baca novel tersebut. Ia tahu bahwa novel itu menceritakan masa lalunya dengan seorang wanita bernama Sya. Menurut Rayhan, Sya cukup memikat dengan segala pesonanya. Namun sayangnya, Sya mudah tersinggung yang mana sifat ini sama dengan sifat yang dimiliki Rayhan. Sehingga dalam hubungannya, Rayhan sering menghilang tanpa sebab. Begitu seterusnya sampai yang hal tak terduga terjadi.

  Walaupun setengah perasaannya menolak namun setengahnya lagi berpikir macam-macam. Apakah wanita itu telah berubah? Apa yang terjadi dengannya setelah 15 tahun? Rayhan mencoba mengingat-ingat bagaimana mereka saat dulu. Rayhan tidak memiliki nomor teleponnya, juga tidak tahu dimana wanita itu tinggal. Apakah dia bekerja atau tidak, Rayhan tidak tahu apa-apa lagi tentangnya. Namun novel itu memberitahu segalanya tentang Sya. Apa ini kesengajaan?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status