Share

19. Flashback

Author: Hanana
last update Huling Na-update: 2025-07-17 10:10:56

Gemericik air dari bathtub terasa menenangkan, seolah meredam setiap gemuruh pagi tadi. Nayla tenggelam dalam buih busa. Aroma sabun menyapa kulitnya yang lembab. Tirai tipis di jendela memblokir sinar pagi, menutup halus luka hati yang tak berdarah.

Pintu kamar mandi terbuka. Damian berdiri di ambang pintu. Wajahnya bersih, rapi kembali, tapi matanya tetap menyimpan bara yang tak padam.

“Aku harus pergi,” ucapnya akhirnya.

Nayla tetap dengan mata terpejam, jari-jarinya menjepit sudut sabun hingga busa meluncur ke lantai. “Tentu. Pergilah.”

Damian tidak bergerak. Tubuhnya tegang seperti busur yang siap dilepaskan. Tangannya terkepal di sisi tubuh, seolah menahan dorongan untuk mendekat, untuk menarik Nayla keluar dari bathup itu, untuk memeluknya, atau sekadar memastikan dia masih bernapas.

“Nay.”

Damian mengayunkan kakinya. Hanya satu langkah, lalu berhenti. Tirai tipis sedikit dia sibak, tapi Nayla tetap tak bergerak. Tidak mengangkat kepala. Tidak membuka mata. Tidak memberikan sat
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Under His Darkness   20. Pelampiasan

    Hatinya berdegup berat, dipenuhi detak amarah yang menuntut pelampiasan. Seolah tahu kemana harus melangkah, kedua kaki Damian menuntun ke satu ruang tersembunyi di balik dinding kayu. Gym privat miliknya, yang lebih mirip seperti tempat di mana luka batin selalu berubah menjadi keringat.Pintu gym terbuka dengan desis pelumas. Lampu remang di langit-langit memantulkan kilau samar pada peralatan yang tertata rapi. Sebuah heavy bag kulit hitam tergantung di tengah ruangan tampak memanggilnya dengan sunyi. Dinding panel kayu berwarna gelap turut memadatkan udara hingga terasa mengikat.Damian mengangkat satu alis, lalu melangkah ke rak di sudut. Sepasang sarung tinju kulit hitam terlipat di atas tumpukan handuk. Dia meraih sarung itu, lalu menggenggam talinya erat. Tidak ada gerakan emosi, hanya kesadaran bahwa dia akan menggunakan ini untuk melepaskan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa sakit.Kemarahan dan frustasi bukan hal yang bisa dia ucapkan. Dia lahir dan tumbuh dalam diam. Di

  • Under His Darkness   19. Flashback

    Gemericik air dari bathtub terasa menenangkan, seolah meredam setiap gemuruh pagi tadi. Nayla tenggelam dalam buih busa. Aroma sabun menyapa kulitnya yang lembab. Tirai tipis di jendela memblokir sinar pagi, menutup halus luka hati yang tak berdarah.Pintu kamar mandi terbuka. Damian berdiri di ambang pintu. Wajahnya bersih, rapi kembali, tapi matanya tetap menyimpan bara yang tak padam.“Aku harus pergi,” ucapnya akhirnya.Nayla tetap dengan mata terpejam, jari-jarinya menjepit sudut sabun hingga busa meluncur ke lantai. “Tentu. Pergilah.”Damian tidak bergerak. Tubuhnya tegang seperti busur yang siap dilepaskan. Tangannya terkepal di sisi tubuh, seolah menahan dorongan untuk mendekat, untuk menarik Nayla keluar dari bathup itu, untuk memeluknya, atau sekadar memastikan dia masih bernapas.“Nay.”Damian mengayunkan kakinya. Hanya satu langkah, lalu berhenti. Tirai tipis sedikit dia sibak, tapi Nayla tetap tak bergerak. Tidak mengangkat kepala. Tidak membuka mata. Tidak memberikan sat

  • Under His Darkness   18. Kalah

    Ciumannya jatuh bukan seperti embun, tapi seperti hujan deras di tengah badai. Tangannya menggenggam erat, menuntut, dan menguasai. Namun, Nayla tetap diam dan tidak terbuai.Damian memporak-porandakan tubuhnya sekali lagi. Namun, matanya tetap kosong, bahkan saat tubuh mereka bersatu.Damian menatap wanita di pelukannya. Rambut Nayla tergerai berantakan di atas bantal, kulitnya masih panas di bawah jemarinya, tapi matanya … mata itu seperti mati.“Katakan sesuatu,” bisik Damian. Suaranya dalam dan nyaris gugup. Itu bukan perintah, lebih kepada satu permohonan.Nayla mengedip pelan. “Apa yang ingin kamu dengar?” tanyanya datar.“Bahwa aku milikmu?”Damian mencengkeram sprei. Nafasnya tertahan. “Kamu memang milikku.”Nayla tertawa ringan tanpa rasa. “Kalau begitu, kamu tidak ada bedanya dengan Nathan.”Damian bangkit dan melepaskan penyatuan. Otot-ototnya tegang. Obsesinya bukan lagi tentang tubuh Nayla, tapi tentang memilikinya seutuhnya.Sialnya, Nayla kali ini bukan menolak, tapi ju

  • Under His Darkness   17. The Monster

    Hangat. Itulah yang pertama Nayla rasakan saat membuka mata.Pelukan Damian masih membungkusnya seperti selimut yang terlalu pas dan terlalu nyaman. Dada telanjangnya menjadi bantal tempat Nayla bersandar sepanjang malam. Tangan kekar itu masih melingkar di pinggangnya, seolah tubuhnya adalah sesuatu yang berharga, bukan sekadar objek pelampiasan. Seolah dia dipilih, dimiliki, dan dicintai.Tidak ada yang salah dari pelukan itu. Tubuh saling mengikat, napas menyatu, dan kulit melebur satu sama lain.Dari luar, mereka seperti sepasang insan yang tak ingin lepas. Keduanya seperti larut dalam sesuatu yang membakar. Namun, bila cukup peka untuk memperhatikan, akan ada satu hal yang kontras.Nayla tidak balik memeluk.Tubuhnya pasif dan dingin seperti arus bawah laut yang tak terjamah matahari. Tatapannya kosong menatap langit-langit tanpa merasa dekapan ini harus dinikmati. Pikirannya mengendap seperti ampas kopi di dasar cangkir. Tidak ada getar manja yang menandakan kalau Nayla kini sud

  • Under His Darkness   16. Jurang Kenikmatan

    Nayla hanya mampu menarik napas panjang saat Damian menunduk, menjelajahi setiap inci dirinya dengan ciuman yang semakin panas. Lidahnya, tangannya, tubuhnya, semuanya bicara dalam bahasa yang hanya mereka berdua pahami.Dan malam pun menjadi saksi, ketika gumpalan emosi meleleh menjadi satu. Tidak ada batas. Tidak ada jeda. Hanya dua orang yang terbakar dalam ketertarikan yang terlalu dalam untuk disangkal.Damian tak memberinya ruang untuk bernapas. Sentuhannya bergerak cepat, tapi tak pernah terburu-buru. Dia tahu betul apa yang membuat Nayla bergetar, dan dia memainkannya seperti seorang maestro memainkan alat musik yang paling dikenalnya.“Tubuhmu sangat menyukaiku, Nayla. Lebih dari dia menyukai siapapun,” gumam Damian saat jarinya melingkar lembut di titik paling sensitif.Nayla mengerang. Lengannya melingkari leher Damian, mencoba mencengkeram apa pun yang bisa membuatnya tetap berada di bumi.Namun, … dia melayang.Guncangan pertama menghampirinya seperti badai. Nayla melengk

  • Under His Darkness   15. Bara Api

    Tubuh Nayla masih bersandar di dinding ketika Damian kembali menutup jarak. Di antara napas yang masih tercekat, Nayla tahu kalau dia sedang jatuh. Bukan pada cinta, tapi pada kehancuran yang terasa terlalu nikmat untuk ditolak."Aku benci kamu, Damian," desisnya, pelan, nyaris tak terdengar.Damian mengangkat wajahnya dengan satu tangan. Ibu jarinya menyentuh dagu Nayla, memaksa mata mereka bertemu. “Tapi kamu tidak pernah membenci sentuhanku.”Damian memandangi Nayla seperti memandangi mimpi yang tak pernah benar-benar bisa dia miliki. Tangannya menyapu pipi Nayla pelan, lalu turun ke leher, dan berakhir di tulang selangka yang naik turun selaras dengan deru napas."Aku seharusnya menjauh darimu," gumam Nayla, antara sadar dan tak lagi peduli.Damian tak langsung menjawab. Dia mendekat pelan, lalu mencium bagian bawah rahangnya. “Tapi itu mustahil.”“Berhenti berbicara seolah kamu yang berkuasa.”Mendengarnya, tiba-tiba tangan Damian mencengkeram leher Nayla. Ibu jarinya berlabuh di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status