Beranda / Romansa / Under His Darkness / 93. Pencabut Nyawa

Share

93. Pencabut Nyawa

Penulis: Hanana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-12 23:04:22

Kulit wajah Nathan sudah memucat di bawah cahaya lampu putih dingin. Matanya merah dan bengkak. Urat-urat di leher menonjol setiap kali dia berusaha menarik napas. Dilihat sekilas, pergelangan tangannya ternyata sudah lebam membiru.

“Aku akan bilang sesuatu, Nathan,” ujar Damian perlahan. “Ini bukan soal balas dendam saja. Ini soal memastikan kamu tidak pernah lagi, dengan cara apa pun, menyentuh atau bahkan memikirkan Nayla. Karena setiap rencana kotor yang kamu punya tentang dia akan berakhir di sini. Di ruangan ini. Bersamaku.”

Nathan menatap balik. Bibirnya sedikit terangkat ke satu sisi. Bukan senyum, melainkan sisa ejekan yang terselip di antara rasa sakit. Sorotnya menyiratkan benci yang begitu murni, seolah keberadaan Damian adalah penghinaan baginya. Tidak ada kata-kata yang lolos dari bibirnya, tapi itu cukup bagi Damian untuk menangkap pesan yang tersimpan di balik tatapan itu.

Dan semua itu membuat Damian muak.

“Seharusnya kamu paham kalau kamu salah memilih lawan, Nathan,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Under His Darkness   96. Dua Penawaran

    Hari-hari di dalam ruangan itu tidak lagi punya bentuk. Waktu melebur menjadi sesuatu yang tak dapat diukur. Terkadang, Nathan bangun dengan keringat dingin, merasa bahwa dia baru saja dihabisi, lalu sadar semuanya hanya mimpi.Sebenarnya, Nathan berharap kalau akan lebih baik mimpi itu menjadi nyata. Sebab, diamnya di sini hanya akan membuatnya semakin gila. Nathan merasa batas warasnya sudah hampir runtuh.Dia duduk di sudut ruangan dengan tubuh membungkuk. Jemarinya bergerak pelan, seperti menghitung sesuatu yang tak pernah selesai. Dalam diam itu, pintu terbuka. Aroma parfum maskulin yang tajam merayap masuk mendahului sosok di belakangnya.“Hai, Nathan. Kali ini aku tidak ingin basa-basi,” ucap Damian. “Aku datang menawarkan sesuatu.”Nathan hanya menelan ludah, tak bisa menjawab.“Aku punya dua pilihan.” Damian melangkah mendekat, berdiri tegak di depan Nathan. “Pilihannya sederhana. Kamu bisa tetap di sini, di ruanganmu ini, selama yang kamu mau. Atau…”Damian menjeda ucapannya

  • Under His Darkness   95. Tekanan Psikologis

    Ruang sempit itu hampir sepenuhnya gelap. Tubuh Nathan tampak terlipat. Lantai yang dingin menempel dari tengkuk hingga tulang belakang.Entah ruang macam apa ini, yang jelas, ukurannya tidak lebih dari dua kali dua. Masih di rumah yang sama, hanya berselang satu ruang dari ruang gym. Tak ada penerangan sama sekali. Hanya sesekali cahaya redup menembus dari ventilasi.Sekujur memar dan luka dibiarkan menganga tanpa diizinkan diobati atau sekadar dibersihkan. Darah sudah mengering di mana-mana, sebagian merah tua, sebagian sudah menghitam. Nathan sampai lupa bagian mana saja yang sakit. Bahkan, dia juga lupa sudah berapa lama dia ada di sini.Jam di kepala Nathan tidak lagi memiliki arti. Waktu menjadi sesuatu yang abstrak. Setiap detik terasa seperti menit, setiap menit seperti jam. Siang dan malam melebur menjadi satu gelombang panjang ketakutan.Pergantian siang dan malam tak lagi bisa Nathan bedakan. Kesadarannya mulai retak. Dia tidak tahu lagi mana realitas dan mana ilusi. Di ten

  • Under His Darkness   94. Jeda Nyawa

    Dering telepon terdengar beriringan dengan suara erangan kesakitan dari Nathan. Saat Damian meraih ponselnya dari saku celana, nama Nayla muncul di layar. Sebelum mengangkat tombol hijau, Damian terlebih dahulu membungkam mulut Nathan agar tidak sedikit pun mengeluarkan suara.“Halo?”“Kamu di mana?” tanya Nayla.“Tak jauh dari rumahmu. Kenapa kamu meneleponku?”“Aku perlu bicara.”“Lain kali. Jangan tunggu aku malam ini.”Hening beberapa detik. “Damian, aku—”Sambungan terputus. Dia tidak membiarkan kalimat itu selesai.Belum sempat ponselnya dia letakkan, layar kembali menyala. Kali ini nama Adrian.Damian menghela napas, tapi bukannya langsung mengangkat, dia melangkah kembali ke arah Nathan.Pria itu masih tergeletak di lantai. Tubuhnya menggeliat lemah, tak lagi punya tenaga. Dalam diam, darah masih terus merembes dari celah luka yang menganga.Damian sedikit menunduk. Begitu tatapan mereka bertemu, dia menempelkan telapak sepatunya di bahu Nathan. Tekanannya ringan, tapi cukup u

  • Under His Darkness   93. Pencabut Nyawa

    Kulit wajah Nathan sudah memucat di bawah cahaya lampu putih dingin. Matanya merah dan bengkak. Urat-urat di leher menonjol setiap kali dia berusaha menarik napas. Dilihat sekilas, pergelangan tangannya ternyata sudah lebam membiru.“Aku akan bilang sesuatu, Nathan,” ujar Damian perlahan. “Ini bukan soal balas dendam saja. Ini soal memastikan kamu tidak pernah lagi, dengan cara apa pun, menyentuh atau bahkan memikirkan Nayla. Karena setiap rencana kotor yang kamu punya tentang dia akan berakhir di sini. Di ruangan ini. Bersamaku.”Nathan menatap balik. Bibirnya sedikit terangkat ke satu sisi. Bukan senyum, melainkan sisa ejekan yang terselip di antara rasa sakit. Sorotnya menyiratkan benci yang begitu murni, seolah keberadaan Damian adalah penghinaan baginya. Tidak ada kata-kata yang lolos dari bibirnya, tapi itu cukup bagi Damian untuk menangkap pesan yang tersimpan di balik tatapan itu.Dan semua itu membuat Damian muak.“Seharusnya kamu paham kalau kamu salah memilih lawan, Nathan,

  • Under His Darkness   92. Ruang Bawah Tanah

    Rumah dengan dinding kaca super besar, bertingkat tinggi, dan cahaya lampu keemasan sudah menampakkan kemewahannya. Damian turun lebih dulu, disusul Andy yang berjalan di belakangnya sambil menyeret tubuh Nathan yang terikat. Tangga tersembunyi di ujung ruang tamu membawa mereka ke basement. Tidak gelap, tapi dingin luar biasa.Salah satu ruang yang mereka masuki, secara kasat mata, hanyalah sebuah gym pribadi. Bagi orang luar, ruang itu akan terlihat biasa. Alat olah raga lengkap dengan rak barbel, treadmill, punching bag, bangku beban, dan cermin besar menutupi dinding. Namun, di tangan Damian, benda-benda itu punya fungsi kedua yang tak pernah diiklankan dalam katalog olahraga. “Tinggalkan kami berdua,” ucap Damian kepada Andy.Nathan didudukkan pada kursi logam dengan pergelangan tangan yang diborgol ke belakang. Lampu sorot di atasnya persis tertuju ke tubuh Nathan, membuat bayangannya jatuh di lantai matras. Keringat di pelipisnya berjatuhan, meski ruangan tidak panas.Damian t

  • Under His Darkness   91. Konfrontasi

    Nayla masih berdiri di balik pintu. Napasnya nyaris tak terdengar. Namun, entah berapa jumlah mata kedua pria itu, mereka begitu cepat menyadari kalau ada telinga lain yang menangkap pembicaraan mereka. “Nayla?” Suara Damian rendah, tapi cukup jelas.Denyut di pelipis Nayla makin terasa. Tak ada waktu untuk menimbang lagi, dan terus bersembunyi bukanlah pilihan. Tanpa sepatah kata, dia meraih gagang pintu, menariknya hingga terbuka lebar, lalu melangkah keluar.“Apa maksud kalian?” tanya Nayla datar, tapi matanya menusuk.“Na–Nayla. Ini bukan seperti yang kamu pikir.”Adrian sempat tergagap. Wajahnya pucat. Berbanding terbalik dengan Damian yang hanya menarik sudut bibir, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana sambil bersandar santai pada dinding.“Lalu seperti apa?” Nayla menjawab sambil melangkah mendekat. “Kalian membicarakan kematian, baju Damian berdarah, dan sekarang kalian pura-pura tidak ada yang salah?”Damian mengayunkan kaki satu langkah. “Kamu sedang mencoba menyus

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status