Share

Bab 3

Author: Sea One
Adrian bilang dia sudah menyuruh adiknya menyiapkan pesta ulang tahun untukku besok. Aku hampir refleks menolak. "Nggak perlu."

Setiap tahun setelah undian nama, dia selalu mengadakan pesta ulang tahun yang mewah untukku, "sebagai ganti" kekecewaan itu. Dulu aku mengira itulah caranya mencintaiku. Sekarang aku tahu, itu hanya bagian lain dari sandiwara.

Adrian menggenggam tanganku. Seolah tidak ingin memberiku celah untuk menolak, dia berkata dengan suara lembut, "Itu ide yang bagus. Kamu sudah menahan terlalu banyak. Untuk hal sepele seperti ini, aku akan memanjakanmu, karena kamu milikku."

Selama bertahun-tahun, aku membiarkan diriku terikat oleh kelembutan yang katanya tulus itu, ikut memainkan setiap skenario yang dia sodorkan padaku. Karena aku sudah akan pergi, aku ikuti saja permainannya satu kali lagi.

Keesokan harinya, seorang sopir mengantarku ke restoran. Begitu aku masuk, aku langsung melihat Adrian memarahi adiknya. "Apa-apaan ini? Balonnya warna merah muda yang paling dibenci Irene dan makanannya seledri? Dia nggak pernah menyentuh itu. Apa yang kamu pikirkan?"

Adiknya tampak benar-benar bingung. "Aku mengatur semua sesuai yang dia suka. Siapa yang mengubahnya?"

"Aku." Sera muncul entah dari mana, suaranya tenang.

"Sera," bentak Adrian "Kamu nggak tahu batas ya?"

Namun, Sera meninggikan suara, matanya memerah. "Karena dia, para tetua menegurmu lagi pagi ini! Kenapa dia yang berhak merayakan ulang tahun di sini?"

Amarah Adrian langsung padam. "Tuangkan segelas anggur. Minta maaf pada Irene."

Aku melihatnya dengan jelas, amarahnya lenyap begitu saja. Seolah-olah dia lupa bahwa kemarin dia bilang akan memecatnya begitu Sera membuat kesalahan serius. Sungguh lelucon. Dia memang tidak pernah berniat menyingkirkannya.

"Aku nggak butuh permintaan maaf," kataku ringan. "Sejak awal aku juga nggak ingin makan malam ulang tahun."

Namun, Adrian justru mempererat genggaman tangannya di tanganku dan melayangkan tatapan peringatan ke arah Sera. Dengan wajah penuh amarah, Sera menuangkan segelas anggur merah.

Di lingkaran mafia mereka, ritual minta maaf yang paling umum itu sederhana. Yang bersalah menuangkan minuman, yang dirugikan meminumnya dan masalah dianggap selesai. Jika aku menolak minum, artinya aku menolak perdamaian.

Begitu aku mendekat, aku mencium aroma kacang yang menyengat. Sera menyodorkan gelas itu padaku. Aku tidak langsung mengambilnya.

Aku alergi kacang. Adrian tahu ini lebih dari siapa pun. Sera juga tahu. Dialah yang sering menyiapkan hadiah untukku atas nama Adrian.

Adrian melirik sekilas, sama sekali tidak peduli. "Minum saja. Kamu alergi banyak hal. Aku selalu bawa obat. Nggak apa-apa."

"Yang nurut ya. Sedikit saja. Dia sedang kesal, tapi dia sudah setuju minta maaf. Jangan ribut soal hal kecil begini."

Aku tersenyum. Aku mengerti.

Aku mengambil gelas itu dan pada detik berikutnya, di bawah tatapannya yang penuh harap, aku mengangkat gelas dan mengempaskan isinya. Anggur itu menyiram kepala Sera, mengalir di wajahnya yang terpaku, membuatnya basah dan tampak menyedihkan.

Adrian berbalik tajam ke arahku, ekspresi lembutnya yang biasa berubah menjadi sedingin es.

Namun aku sudah muak. Saat kamu sudah bersiap pergi, beban untuk menyenangkan orang lain lenyap begitu saja.

"Aku sudah bilang aku nggak butuh permintaan maaf," kataku pelan. "Dan lain kali kalau kamu mau memainkan sandiwara dengan berpura-pura baik, jangan libatkan aku."

Sera berlari keluar lebih dulu, murka.

Adrian menatapku dengan frustrasi. "Dasar wanita itu! Akan kuurus dia."

Kemudian, dia menyusul keluar.

Aku ragu sejenak, lalu ikut keluar. Perutku terasa mual melihat pemandangan itu. Adrian mengejar Sera sampai ke sebuah kamar di lantai atas restoran. Kemudian, dia membanting pintu dan menutupnya di belakang mereka.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 10

    Hari itu, seperti biasa, aku berjalan menyusuri pantai. Langit menggantung berat oleh awan badai, jenis awan yang akan menurunkan rintik hujan tanpa peringatan. Aku baru saja hendak berbalik arah ketika terdengar sesuatu berdesir dari dalam hutan.Ada sesuatu yang bergerak rendah, cepat, dan liar seperti binatang. Aku terdiam, tak tahu harus melangkah maju atau menghindar.Tiba-tiba, Adrian menerobos keluar dari sisi lain jalan setapak.Segalanya melambat. Dengan linglung, aku menoleh dan melihatnya.Moncong senjata yang memuntahkan api, mendorong peluru membelah udara, memelesat ke arah punggungku. Adrian tidak ragu. Tidak sedetik pun.Dia menerjangku, kedua lengannya terbuka, menghantamku ke pasir, seluruh tubuhnya menutupi tubuhku, melindungiku.Dor! Dor! Dor!Setiap tembakan mengenai punggungnya. Tubuhnya tersentak keras di atasku.Dia mengerang menahan sakit, darah hangat beraroma logam memercik ke telingaku, ke leherku. Panasnya membuatku terdiam di tempat.Seolah dunia tiba-tiba

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 9

    Aku mengambil kertas pertama. Kosong.Wajah Adrian berubah, dari harapan menjadi kekecewaan tumpul yang merayap perlahan. Aku memberinya senyum tipis."Bukannya kamu sendiri yang selalu bilang ini kehendak Tuhan?"Dia bahkan tidak berkedip. "Lagi."Aku menarik kertas kedua. Masih kosong."Sepertinya kamu harus menunggu setidaknya satu tahun lagi."Adrian menggeleng keras kepala. "Nggak peduli seberapa lama, aku akan tetap menunggu."Tatapannya penuh harap. Sama seperti diriku dulu. Tahun demi tahun.Kertas ketiga ... juga kosong.Alis Adrian berkerut, ekspresi itu, tatapan terluka, tak adil, tak percaya ini benar-benar terjadi.Itu akhirnya meruntuhkan sesuatu di dalam diriku.Air mataku jatuh."Baru beberapa menit …. Cuma beberapa menit dan kamu sudah merasa kesal? Kamu pikir ini bisa ditahan?""Kamu tahu apa yang kurasakan? Berharap setiap tahun, berdoa, lalu dikecewakan setiap kali? Semua menit, jam, tahun itu, apa kamu tahu rasanya seperti apa?" Kamu tahu seperti apa Natal-natalku,

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 8

    "Aku minta maaf ...." Suara Adrian serak, seperti terkikis habis, matanya merah berurat darah. "Irene, tolong, aku mohon. Beri aku satu kesempatan lagi."Kata-katanya keluar begitu cepat, tanpa beprikir. "Kalau kamu mau menghukumku, nggak apa-apa. Lakukan. Kamu bahkan bisa menyerahkan pada takdir. Undi nama, lempar koin, tukar hidupmu dengan hidupku. Apa pun yang kamu berikan, akan kuterima."Aku terdiam. Sebelum sempat bicara, Julian melangkah ke depanku, suaranya sedingin es. "Cukup, Pak Adrian. Tunjukkan sedikit rasa hormat."Rasa sakit di tatapan Adrian retak, terbakar, berubah menjadi amarah. Dia memaksa menarik napas, menyeret dirinya menjauh dari tepi jurang, lalu menatap Julian."Julian, kamu baru mengenal Irene-ku. Kenapa sekarang pura-pura peduli?"Dia berhenti sejenak, lalu berkata, "Lepaskan dia, dan aku akan memberimu tiga puluh persen saham Keluarga Marsa."Seluruh ruangan langsung gempar.Keluarga Monro sudah lama mengincar pasar utara. Satu saja proyek Keluarga Marsa be

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 7

    Udara selatan menyelubungiku dengan kehangatan. Di Chica, aku masih terkurung di balik mantel tebal. Sedangkan di Miama, aku melangkah keluar bandara hanya dengan kaus tipis biasa.Orang tuaku sudah menunggu, wajah mereka berseri. Di samping mereka, berdiri seorang pria yang selama ini hanya kulihat di majalah bisnis.Julian Monro.Berbeda dengan Adrian yang kekuasaannya hidup di balik bayangan, Julian adalah pewaris emas, tipe pria yang dibanggakan para ibu dan dipuja di koran-koran.Tunangan baruku.Orang tuaku bahkan menyiapkan mobil terpisah untuk kami berdua agar kami bisa "mengobrol".Setelah bertahun-tahun bersama Adrian, mencintainya dan menunggu pernikahan yang tak pernah datang ....Sekarang, bertemu orang asing yang tiba-tiba dijanjikan akan kunikahi rasanya aneh, seperti menyerahkan diri pada takdir, tetapi entah kenapa ... jantungku justru berdetak kencang.Aku menurunkan suara. "Kamu ... punya aturan? Maksudku ... undian nama sebelum menikah atau semacamnya?"Julian terke

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 6

    Wanita di dalam apartemen itu menatapnya dengan ekspresi waspada. "Cari siapa?"Adrian terpaku di lorong, rasa dingin merambat naik ke dadanya. "Kamu siapa? Di mana wanita yang dulu tinggal di sini?"Wanita itu berpikir sejenak. "Oh! Bu Irene. Dia pindah ke Maima untuk menikah, 'kan? Tempat ini dia jual lewat agen. Aku yang membelinya."Wajah Adrian seketika pucat. Kemudian, dia menyadari kotak kardus di pelukan wanita itu. Di dalamnya ada semua hadiah yang pernah dia berikan padaku. Hadiah ulang tahun, kejutan hari jadi, dan kenang-kenangan kecil dari kencan pertama kami, semua hal pertama kami.Gaya romantis ala bos mafia yang dulu sering dia gunakan padaku, berubah menjadi harta paling berharga di tangan seorang gadis yang hanya pernah mencintai sekali. Kami adalah cinta pertama satu sama lain. Apa pun yang berasal darinya, bahkan gantungan kunci, kusimpan seolah-olah itu segalanya.Wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh ya! Bu Irene bilang semua yang dia inginkan sudah dikemas

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 5

    Kantor Adrian.Adrian menatap undangan pernikahan itu. "Dia ... bukannya seharusnya ada di Maima mengunjungi orang tuanya? Gimana ... gimana tiba-tiba dia bisa jadi pengantin orang lain?"Dia berusaha menghibur dirinya sendiri. "Kecuali ... dia cemburu sama Sera? Apa ini undangan palsu? Cuma untuk menakut-nakutiku?"Namun, adiknya hanya menggeleng pelan. "Waktu aku melihatnya, aku juga terkejut. Aku sudah mengamati kalian berdua selama bertahun-tahun. Irene nggak akan pernah meninggalkanmu. Dia nggak akan menikah dengan orang lain."Dia ragu sejenak, lalu menyarankan dengan suara lembut, "Kenapa kamu nggak meneleponnya saja? Tanyakan langsung."Adrian segera mengambil ponselnya, berpegang pada sisa delusi yang menenangkan dirinya."Benar ... benar, pasti dia kesal hari itu. Aku membela Sera di depannya. Tentu saja dia marah.""Dia menungguku bertahun-tahun, dan tahun ini dia melihat kertas kosong lagi. Dia pasti patah hati. Dan aku nggak menghiburnya. Aku bahkan menyuruhnya minum bersa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status