Share

Bab 2

Author: Sea One
Suara ibuku terdengar dari ujung telepon, hangat dan tegas. "Baik. Seminggu lagi, pulanglah ke Maima. Ibu akan mengatur semuanya."

"Mm. Terima kasih sudah mengatur pernikahannya, Bu."

Aku menutup telepon.

Tepat saat itu, sebuah suara terdengar dari belakangku.

"Pernikahan? Irene ... maaf, tapi upacara pernikahannya dengan Bos harus ditunda. Lagi."

Aku berbalik. Entah sejak kapan, adik Adrian sudah berdiri di belakangku.

Dia menghela napas panjang. "Sial. Kali ini kita seharusnya sudah bisa mulai merencanakannya. Kenapa berubah lagi?"

Ekspresi di wajahnya mengatakan segalanya. Canggung, gelisah, dan ada kemarahan kecil yang tertahan atas namaku, seolah-olah bahkan dia pun merasa Adrian sudah keterlaluan.

"Aku bersumpah aku ...."

Aku tahu persis apa yang ingin dia katakan. Dia hampir mengucapkan bahwa dia yakin sudah menukar kertasnya kemarin, bahwa dia sudah menaruh namaku.

Aku menatapnya dengan ekspresi tenang dan tersenyum, tepat saat Adrian menghampiri dan melingkarkan satu tangan di pinggangku. "Maksudmu apa dengan 'pernikahan'?"

Suaranya tegas, penuh keyakinan. "Kamu lebih baik menyiapkan pernikahan itu. Cepat atau lambat, aku akan menarik kertasnya dan nama Irene akan ada di sana. Dia akan menunggu hari itu!"

Sedikit pun dia tidak ragu. "Kalau aku nggak menarik namanya, nggak akan ada orang lain yang bisa memaksaku untuk menikah. Aku nggak akan menikahi siapa pun."

Dulu, mendengar itu akan membuat jantungku berdegup kencang. Sekarang, rasanya ironis dan kejam.

Adiknya menghela napas setengah bercanda. "Bos, nggak ada yang bisa menunggu selamanya. Kalau suatu hari dia menikah dengan orang lain, kamu bahkan nggak punya tempat untuk menangis lagi."

Namun, Adrian sama sekali tidak menangkap peringatan itu. Keyakinannya mutlak. "Itu mustahil. Irene mencintaiku. Dia akan menunggu. Berapa pun tahun yang dibutuhkan, dia akan menunggu sampai hari aku menarik namanya dan memasangkan cincin di jarinya."

Adrian, kamu salah.

Aku tidak akan menikahi pria yang memanggilku "Sayang" dengan mulutnya, tetapi menghabiskan setiap pikirannya untuk menghitung, memanfaatkan, dan mengendalikanku sambil berpura-pura mencintaiku sepenuh hati.

Bahkan jika tahun depan namaku muncul lagi, kamu hanya akan menukarnya seperti biasa. Kamu akan membiarkanku menunggu selamanya.

Rasa perih menjalar di telapak tanganku. Baru saat itu aku sadar, kuku-kukuku sudah menancap terlalu dalam ke kulitku sendiri.

Pintu lorong terbanting terbuka.

Sera menerobos masuk, napasnya terengah-engah. Begitu dia melihat Adrian, matanya langsung memerah. Dia menunjuk ke arahku, suaranya bergetar.

"Lima tahun, Adrian! Lima tahun tanpa pernah menarik nama Irene. Itu takdir yang bilang kalian nggak ditakdirkan bersama! Kenapa kamu nggak bisa melepaskannya saja?"

Air mata bergetar di bulu matanya. Suaranya pecah menjadi permohonan.

"Situasimu dengan Irene sudah jadi bahan tertawaan di seluruh Great Lakes. Kalau ini terus berlanjut, bagaimana keluarga Marco dan Moretti bisa mempertahankan wibawa mereka?"

Ekspresi Adrian langsung membeku. "Sera, kamu sekretarisku. Siapa yang memberimu wewenang untuk mencampuri kehidupan pribadiku?"

"Aku mencintai Irene. Dia satu-satunya wanita yang akan kunikahi. Lima tahun nggak berarti apa-apa. Sepuluh tahun pun nggak akan mengubah apa pun."

Suaranya menegang, dingin. "Keluarga dipimpin oleh kekuatan. Dan siapa pun yang berani mentertawakan kita, aku pastikan mereka tersedak olehnya."

Dengan itu, dia menarikku lebih dekat dan berjalan melewati Sera. Dengan kesal, Adrian menggerutu,

"Satu hal pun nggak bisa dia kerjakan dengan benar, tapi cerewetnya seperti ibu orang. Luar biasa."

Aku dengan pelan menyandarkan kepala ke dadanya, lalu bertanya dengan lembut, "Kalau dia begitu merepotkan, kenapa nggak kamu pecat saja?"

Sedetik sebelumnya, dia tampak ingin mencekiknya. Sekarang, nadanya langsung berubah.

"Dia cuma blak-blakan. Dia belum pernah membuat kesalahan besar. Jangan khawatir, kalau dia sampai melewati batas, aku akan memastikan dia pergi untuk selamanya. Aku sudah muak dengannya sejak kami kecil."

Pada saat itu, sesuatu di dalam diriku seakan-akan terkunci pada tempatnya.

Di dunianya, aku bukan pasangannya. Baginya, aku hanyalah sebuah tokoh di dalam gim, yang terprogram, bisa ditebak, dan terjebak dalam cerita yang mereka tulis untukku.

Betapa menyedihkan.

Adrian Marsa, sudah lima tahun.

Aku sudah muak.

Tokoh ini tidak akan memainkan perannya lagi.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 10

    Hari itu, seperti biasa, aku berjalan menyusuri pantai. Langit menggantung berat oleh awan badai, jenis awan yang akan menurunkan rintik hujan tanpa peringatan. Aku baru saja hendak berbalik arah ketika terdengar sesuatu berdesir dari dalam hutan.Ada sesuatu yang bergerak rendah, cepat, dan liar seperti binatang. Aku terdiam, tak tahu harus melangkah maju atau menghindar.Tiba-tiba, Adrian menerobos keluar dari sisi lain jalan setapak.Segalanya melambat. Dengan linglung, aku menoleh dan melihatnya.Moncong senjata yang memuntahkan api, mendorong peluru membelah udara, memelesat ke arah punggungku. Adrian tidak ragu. Tidak sedetik pun.Dia menerjangku, kedua lengannya terbuka, menghantamku ke pasir, seluruh tubuhnya menutupi tubuhku, melindungiku.Dor! Dor! Dor!Setiap tembakan mengenai punggungnya. Tubuhnya tersentak keras di atasku.Dia mengerang menahan sakit, darah hangat beraroma logam memercik ke telingaku, ke leherku. Panasnya membuatku terdiam di tempat.Seolah dunia tiba-tiba

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 9

    Aku mengambil kertas pertama. Kosong.Wajah Adrian berubah, dari harapan menjadi kekecewaan tumpul yang merayap perlahan. Aku memberinya senyum tipis."Bukannya kamu sendiri yang selalu bilang ini kehendak Tuhan?"Dia bahkan tidak berkedip. "Lagi."Aku menarik kertas kedua. Masih kosong."Sepertinya kamu harus menunggu setidaknya satu tahun lagi."Adrian menggeleng keras kepala. "Nggak peduli seberapa lama, aku akan tetap menunggu."Tatapannya penuh harap. Sama seperti diriku dulu. Tahun demi tahun.Kertas ketiga ... juga kosong.Alis Adrian berkerut, ekspresi itu, tatapan terluka, tak adil, tak percaya ini benar-benar terjadi.Itu akhirnya meruntuhkan sesuatu di dalam diriku.Air mataku jatuh."Baru beberapa menit …. Cuma beberapa menit dan kamu sudah merasa kesal? Kamu pikir ini bisa ditahan?""Kamu tahu apa yang kurasakan? Berharap setiap tahun, berdoa, lalu dikecewakan setiap kali? Semua menit, jam, tahun itu, apa kamu tahu rasanya seperti apa?" Kamu tahu seperti apa Natal-natalku,

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 8

    "Aku minta maaf ...." Suara Adrian serak, seperti terkikis habis, matanya merah berurat darah. "Irene, tolong, aku mohon. Beri aku satu kesempatan lagi."Kata-katanya keluar begitu cepat, tanpa beprikir. "Kalau kamu mau menghukumku, nggak apa-apa. Lakukan. Kamu bahkan bisa menyerahkan pada takdir. Undi nama, lempar koin, tukar hidupmu dengan hidupku. Apa pun yang kamu berikan, akan kuterima."Aku terdiam. Sebelum sempat bicara, Julian melangkah ke depanku, suaranya sedingin es. "Cukup, Pak Adrian. Tunjukkan sedikit rasa hormat."Rasa sakit di tatapan Adrian retak, terbakar, berubah menjadi amarah. Dia memaksa menarik napas, menyeret dirinya menjauh dari tepi jurang, lalu menatap Julian."Julian, kamu baru mengenal Irene-ku. Kenapa sekarang pura-pura peduli?"Dia berhenti sejenak, lalu berkata, "Lepaskan dia, dan aku akan memberimu tiga puluh persen saham Keluarga Marsa."Seluruh ruangan langsung gempar.Keluarga Monro sudah lama mengincar pasar utara. Satu saja proyek Keluarga Marsa be

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 7

    Udara selatan menyelubungiku dengan kehangatan. Di Chica, aku masih terkurung di balik mantel tebal. Sedangkan di Miama, aku melangkah keluar bandara hanya dengan kaus tipis biasa.Orang tuaku sudah menunggu, wajah mereka berseri. Di samping mereka, berdiri seorang pria yang selama ini hanya kulihat di majalah bisnis.Julian Monro.Berbeda dengan Adrian yang kekuasaannya hidup di balik bayangan, Julian adalah pewaris emas, tipe pria yang dibanggakan para ibu dan dipuja di koran-koran.Tunangan baruku.Orang tuaku bahkan menyiapkan mobil terpisah untuk kami berdua agar kami bisa "mengobrol".Setelah bertahun-tahun bersama Adrian, mencintainya dan menunggu pernikahan yang tak pernah datang ....Sekarang, bertemu orang asing yang tiba-tiba dijanjikan akan kunikahi rasanya aneh, seperti menyerahkan diri pada takdir, tetapi entah kenapa ... jantungku justru berdetak kencang.Aku menurunkan suara. "Kamu ... punya aturan? Maksudku ... undian nama sebelum menikah atau semacamnya?"Julian terke

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 6

    Wanita di dalam apartemen itu menatapnya dengan ekspresi waspada. "Cari siapa?"Adrian terpaku di lorong, rasa dingin merambat naik ke dadanya. "Kamu siapa? Di mana wanita yang dulu tinggal di sini?"Wanita itu berpikir sejenak. "Oh! Bu Irene. Dia pindah ke Maima untuk menikah, 'kan? Tempat ini dia jual lewat agen. Aku yang membelinya."Wajah Adrian seketika pucat. Kemudian, dia menyadari kotak kardus di pelukan wanita itu. Di dalamnya ada semua hadiah yang pernah dia berikan padaku. Hadiah ulang tahun, kejutan hari jadi, dan kenang-kenangan kecil dari kencan pertama kami, semua hal pertama kami.Gaya romantis ala bos mafia yang dulu sering dia gunakan padaku, berubah menjadi harta paling berharga di tangan seorang gadis yang hanya pernah mencintai sekali. Kami adalah cinta pertama satu sama lain. Apa pun yang berasal darinya, bahkan gantungan kunci, kusimpan seolah-olah itu segalanya.Wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh ya! Bu Irene bilang semua yang dia inginkan sudah dikemas

  • Undian yang Menentukan Pernikahan   Bab 5

    Kantor Adrian.Adrian menatap undangan pernikahan itu. "Dia ... bukannya seharusnya ada di Maima mengunjungi orang tuanya? Gimana ... gimana tiba-tiba dia bisa jadi pengantin orang lain?"Dia berusaha menghibur dirinya sendiri. "Kecuali ... dia cemburu sama Sera? Apa ini undangan palsu? Cuma untuk menakut-nakutiku?"Namun, adiknya hanya menggeleng pelan. "Waktu aku melihatnya, aku juga terkejut. Aku sudah mengamati kalian berdua selama bertahun-tahun. Irene nggak akan pernah meninggalkanmu. Dia nggak akan menikah dengan orang lain."Dia ragu sejenak, lalu menyarankan dengan suara lembut, "Kenapa kamu nggak meneleponnya saja? Tanyakan langsung."Adrian segera mengambil ponselnya, berpegang pada sisa delusi yang menenangkan dirinya."Benar ... benar, pasti dia kesal hari itu. Aku membela Sera di depannya. Tentu saja dia marah.""Dia menungguku bertahun-tahun, dan tahun ini dia melihat kertas kosong lagi. Dia pasti patah hati. Dan aku nggak menghiburnya. Aku bahkan menyuruhnya minum bersa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status