Share

Desakan Keluarga

Saat memasuki ruangan Erlan, mata Laura hanya tertuju pada satu titik, Erlan yang tengah duduk di kursi kebesarannya, pria itu tersenyum lebar saat melihat Laura yang langsung menghambur ke arahnya tanpa memperhatikan sekitarnya lagi.

“Kenapa kamu membekukan asetku? Itu milikku bukan milikmu!” raung Laura, ia tersentak kaget saat suara berikutnya bukan berasal dari Erlan, melainkan papanya,

“Laura, jaga sikapmu!” bentak papanya. 

Seketika itu juga Laura baru menyadari kalau tidak hanya ada orangtuanya saja yang sedang duduk di sofa ruang kerja Erlan itu, tapi juga orangtua Erlan.

“Papa … Mama …”

“Memalukan! Kami tidak pernah mengajarkanmu bersikap tidak sopan seperti itu pada suamimu!” Potong papanya dengan amarah yang terlihat jelas di matanya.

Ada apa ini sebenarnya?

“Laura, kemarilah … ” mamanya menepuk kursi kosong di sebelahnya. Alih-alih duduk, Laura malah kembali menatap tajam suaminya,

“Rencana apa lagi ini, Lan?” desisnya dengan penuh kebencian. Senyum licik nampak jelas di wajah Erlan,

 

“Sebaiknya kamu turuti saja perintah Mama.”

Laura menatap bergantian ke orangtuanya, lalu ke orangtua Erlan. Mereka sama-sama memasang wajah serius, pertanda ada sesuatu yang membuat mereka tidak senang. Tapi apa?

Tidak mau membuat mereka semakin marah, Laura pun akhirnya duduk di samping mamanya, yang langsung menepuk pelan punggung tangannya,

“Kami sudah membuat janji dengan salah satu psikiater, dan Mama akan menemanimu selama proses konsultasi berjalan.”

“Psikiater? Untuk apa?” tanya Laura.

“Mama tahu kamu memiliki kecemasan yang berlebihan, meski tanpa sebab yang jelas. Kamu butuh bantuan ahli untuk mengatasinya, Sayang.”

Sekali lagi Laura menatap mama dan papanya, lalu kedua mertuanya serta suaminya yang semuanya tengah memberikan perhatian penuh padanya, seolah mereka semua peduli padanya

“Kecamasan tanpa sebab? Maksud Mama?”

“Dengar, Erlan tidak pernah selingkuh, Laura. Kamu yang selalu memiliki kecemasan berlebihan kalau Erlan akan selingkuh, tapi pada kenyataannya Erlan sangat setia padamu,” jelas mama.

Setia?

Laura menatap jijik Erlan. Tanpa orang tua dan mertuanya sadarani, suaminya itu tengah memberikan senyuman mengejeknya pada Laura.

“Erlan memang selingkuh, Ma! Itu kenyataannya, bukan hanya sekedar halusinasi dan kecemasan aku saja!” tegas Laura.

Tidak mau tinggal diam putranya disebut selingkuh, mama mertuanya pun membantah keras,

“Tidak ada satupun di keluarga kami yang mengkhianati pernikahan mereka. Pun demikian dengan Erlan, putraku itu pasti akan sama setianya dengan para leluhurnya. Jadi, hentikan kegilaan kamu ini!”

“Erlan memang selingkuh, Ma! Aku memiliki buktinya!”

“Oh ya? Mana? Coba perlihatkan pada kami semua bukti-bukti yang kamu miliki!” tantang mama mertuanya.

Kalau Laura mengeluarkan semua bukti-buktinya, maka Erlan akan tahu senjata apa yang sudah Laura miliki untuk menyerangnya. Jadi, Laura tidak akan mau memperlihatkannya.

“Pokoknya aku memiliki bukti kuat untuk itu, Ma. Dan pastinya akan aku gunakan untuk di pengadilan nanti.”

“Jangan lupa katakan pada mereka kalau tujuanmu itu untuk mengalihkan semua sahamku padamu!” Celetuk Erlan dengan nada sedihnya. Pintar sekali suaminya itu bermain drama di depan orang tua mereka.

“Ya Tuhan Laura! Kamu benar-benar sudah kelewat batas! Kenapa kamu menjadi serakah seperti ini? Apa yang sudah Mama dan Papa berikan masih kurang?”

Melihat raut terluka di wajah dan nada suara mamanya, Laura semakin bingung dengan sandiwara yang sedang mereka mainkan itu. Yang pastinya semua bertujuan untuk menjatuhkannya. Setidaknya pastilah itu yang menjadi tujuan Erlan.

“Serakah? Bukankah sudah tertulis jelas di surat perjanjian pranikah kalau salah satu di antara kami selingkuh, maka yang lainnya boleh mengajukan perceraian dengan kompensasi seluruh saham yang selingkuh akan beralih ke pasangannya. Apa perlu aku perlihatkan lagi surat perjanjian itu?” 

“Tapi masalahnya Erlan tidak selingkuh, Laura! Kamu jangan mengada-ada masalah yang tidak ada hanya karena ambisimu untuk menjadi seoramg CEO!” geram mama mertuanya. 

Hanya papa mertuanya saja yang masih terlihat tenang. Namun sama halnya dengan air sungai, hanya permukaannya saja yang terlihat tenang, namun arus bawahnya menghanyutkan.

“Bukan itu yang menjadi tujuanku, Ma!” sanggah Laura.

“Bukan itu tujuanmu? Lalu apa tujuanmu memfitnah Erlan dengan perbuatan yang tidak pernah dia lakukan sementara kamu tidak mengantongi bukti yang kuat. Atau kamu tidak mau memperlihatkannya Kalau memang kamu memilikinya!”

“Sudah aku bilang, aku akan memperlihatkannya saat di pengadilan nanti!”

“Apa ini bukti yang kamu maksud?” secara tiba-tiba papa mertuanya menyerahkan map coklat pada Laura, yang menerimanya dengan kening mengkerut bingung,

“Bukalah!” perintah papa mertuanya.

Perlahan Laura membuka dan mengeluarkan isinya. Netranya membola saat ia Melihat foto-foto Erlan bersama dengan wanita lain, yang beberapa di antaranya akan menjadi bukti kuat saat di persidangan nantinya.

“Jangan bilang foto-foto seperti itu yang membuatmu mengambil kesimpulan kalau Erlan telah selingkuh darimu!”

Laura Hanya membisu. Ia harus jawab apa? Karena kenyataannya memang foto itulah yang menjadi bukti perselingkuhan Erlan. 

Papa mertuanya menghela napas panjang sebelum kembali berkata,

“Laura dengarkan Papa, para wanita itu hanyalah rekan kerja Erlan saja. Papa bahkan mengenal para wanita itu, karena saaat mereka memasuki hotel, Papa sudah ada di dalamnya menunggu mereka. Kami hanya sekedar membahas masalah proyek, itu saja tidak lebih.”

Dengan berpakaian super minim seperti itu? Klien macam apa yang harus bergelayutan manja pada rekan kerjanya?

Laura kalah. Ya benar, untuk saat ini ia telah kalah dari mereka. Terlepas benar atu tidaknya penjelasan papa mertuanya itu bukanlah hal yang penting. 

Karena dengan demikian Laura menyadari satu hal, apa yang pengacaranya khawatirkan memang benar adanya. Selembar foto tidak akan bisa dijadikan bukti kuat, karena akan banyak alibi untuk menyanggah itu semua, seperti halnya yang tengah mertuanya itu lakukan.

Kenapa Laura merasa, meski ia memiliki orangtua, tapi ia seperti menghadapi masalah itu seorang diri? Kenapa orantuanya sama sekali tidak mempercayainya?

“Dengan diamnya Laura itu menandakan kalau Laura telah menyadari kekeliruannya. Tidak ada perselingkuhan, Laura. Yang ada hanya masalah mentalmu saja yang memiliki kecemasan berlebihan. Dengan masalah kejiwaan seperti itu, Erlan memiliki hak untuk membekukan asetmu sementara waktu, sampai hasil konsultasi nantinya menunjukkan kalau kamu tidak memiliki masalah kejiwaan!” tegas mama mertuanya.

“Dan … Mengingat surat perjanjian itu dapat menjadi senjata untuk kalian saling menjatuhkan, maka kami membuat peraturan baru, yang akan menganulir peraturan lama. Dengan demikian, hanya peraturan ini saja yang berlaku!” lanjutnya.

“Tidak bisa mengubah kontrak begitu saja, Ma. Karena …”

“Kamu tahu laura? Semakin kamu menolaknya maka semakin meyakinkan kami tentang ambisimu itu untuk menguasai perusahaan! Apa kurangnya Erlan untukmu? Kurang baik apa kami pada keluargamu?” potong mama mertuanya dengan tajam.

Jika benar demikian, sia-sia sudah usaha Laura selama ini untuk bisa terlepas dari jerat Erlan. Ternyata perceraian tidak semudah yang ia kira, setidaknya perceraiannya dengan Erlan.

“Laura, sudah hentikan kegilaan ini,’ pinta mamanya.

“Ma, Kenapa Mama tidak percaya padaku?” tanya Laura lirih.

“Kamu masih saja bersikeras kalau Erlan selingkuh. Baiklah, untuk mencegah ambisimu itu, kami harus bersikap tegas padamu. Sudah benar Erlan membekukan semua asetmu, dengan demikian kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa.” mama mertuanya kembali murka.

Mungkin, Laura hanya harus mengalah untuk sementara waktu ini. Bukan karena mereka membekukan asetnya, tapi karena tanpa sepengatahuan Erlan, Laura memiliki rekening atas nama salah satu sepupunya, yang Laura menaruh kepercayaan lebih padanya daripada orangtuanya. Dan jumlahnya, jauh melebihi saldo di rekeningnya sendiri.

Ya, Laura telah mengantisipasi semuanya. Berhadapan dengan keluarga suaminya yang sangat berkuasa itu, ia harus bersiap dengan segala kemungikan yang akan terjadi nantinya.

Yang terpenting sekarang adalah, ia harus menunjukkan pada mereka semua kalau mentalnya masih jauh dari kata sakit. Erlan lah yang seharusnya melakukan konsultasi itu, bukannya malah dirinya.

“Apa isi surat kontrak yang baru?” tanyanya.

Berdiri dari kursi kebesarannya, Erlan melangkah pelan mendekati mereka lalu memberikan selembar kertas padanya,

“Tandatangani setelah kamu selesai membacanya!’ serunya.

Inti dari surat kontrak itu menegaskan kalau kontrak lama tidak berlaku lagi. Tidak ada lagi pasangan yang kehilangan semua sahamnya jika selingkuh. Tapi salah satu dari mereka akan kehilangan tidak hanya sahamnya, tapi juga seluruh asetnya bagi yang mengajukan perceraian.

Dengan kata lain, jika Laura tetap menuntut perceraian dari Erlan, maka seluruh hartanya akan beralih pada Erlan. Baik yang dihasilkan selama pernikahan mereka, maupun yang bukan.

Laura harus menahan dirinya untuk tidak merobek surat kontrak itu. Meski ia yakin sekali mengenai perselingkuhan Erlan, namun kemungkinan besar tidak dengan kedua orangtuanya. Dan Laura tidak mau mereka mengira itu hanyalah ambis Laura saja untuk mengejar posisi tertinggi di perusahaan mereka.

Jadi, kalau Laura tidak bisa menceraikan Erlan, maka ia yang akan membuat Erlan menceraikannya.  Genderang perang telah ditabuhkan, dan Laura tidak akan pernah berhenti sebelum menang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status