Earl melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya seharian ini, dia baru saja tiba di Hamburg setelah perjalanan bisnisnya di Hongkong dua minggu, lalu dilanjutkan ke China dan terakhir Jepang, bisnisnya di wilayah Asia sedang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan membuatnya sangat sibuk. Pria itu benar-benar terlihat gila kerja, bahkan semua pesan Vale yang terus bertanya kapan kepulangannya untuk mengurus pernikahan mereka hanya dijawab sekadarnya oleh Earl dengan janji-janji yang hanya omong kosong.Hidup pria itu kini hanya tentang bekerja, bekerja dan bekerja. Dia tengah menghindari sesuatu, namun seolah enggan untuk mengakuinya. Perasaan yang dia rasakan justru berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Dia merasa hampa, kehilangan All benar-benar menyakitkan, namun seharusnya dia bahagia, karena hubungannya dengan Vale akan berjalan mulus, wanita itu bahkan sudah menyusun tentang pernikahan mereka dan sibuk sendiri. Namun, yang Earl rasakan hanya kehampaan yang tiada ak
Alle terbangun dua jam kemudian, wanita itu tampak berpikir, apakah kejadian dia melihat Earl datang dan mengetahui kehamilanya hanyalah mimpi semata? Perutnya yang terasa lapar membuat dia memilih beranjak dari ranjangnya, namun saat membuka pintu kamarnya dia melihat sebuah koper besar teronggok di dekat sofa. Lalu saat langkahnya menuju dapur dia melihat Earl tengah membuat sesuatu di sana. Pria itu memasak? Alle mengernyit keningnya bingung, sadar juga jika yang tadi bukanlah mimpi semata.Earl yang menyadari kedatangannya, menatapnya sekilas lalu fokus kembali pada kegiatannya. “Makanlah, kau terlihat begitu kurus untuk ukuran wanita hamil. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada bayiku.” Tau-tau Earl sudah menyiapkan semangkuk nasi juga sup daging dengan berbagai sayur-mayur yang sangat menyehatkan. “Tidak perlu berpikir macam-macam! Aku hanya ingin memastikan anakku sehat dan tumbuh dengan baik! Kita hanya dua orang asing yang terpaksa terikat karena bayi kita.” Ucap Earl begitu
“Brengsek!! Apa yang kau lakukan di sini, bastard?!” Jeremy berteriak penuh emosi, tatapannya nyalang, membuat Alle yang mendengar teriakan langsung berlari menuju sumber suara.Earl yang tidak terima langsung memberikan pukulan balik pada pria itu, berkali-kali. Jeremy kembali membalasnya dan perkelahian itu tidak bisa diindahkan. Keduanya saling baku hantam seolah melampiaskan semua emosi yang mereka tahan selama ini.“Ya Tuhan! Stop! Apa yang kalian lakukan?! Stop!!” Teriakan Alle nyatanya tidak digubris oleh keduanya yang masih terlibat baku hantam. Alle ingin melerai namun dirinya cukup waras untuk tidak berada di antara kedua orang yang kesetanan. Tau-tau dirinya yang terkena pukulan. Alle lalu mengambil vas kaca di dekatnya, membantingnya dengan keras di lantai hingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Membuat kedua pria itu berhenti dan menatap Alle seolah baru tersadar. Alle menatap keduanya dengan kecewa. “Rumahku bukan arena tinju!” Alle berteriak, membuat Jeremy
Alle terjaga pukul dua pagi, lagi-lagi dia terbangun dengan melihat punggung Earl yang begitu kokoh, tengah sibuk dengan laptopnya, melihat itu membuatnya semakin merasa bersalah. Dia lalu pelan-pelan beranjak dan mendekat pada Earl, membuat pria itu tersadar dan menatapnya penuh tanya. Sudah dua minggu sejak Earl datang dan pria itu selalu mengerjakan pekerjaannya dari Swiss, hari-harinya begitu sibuk dengan berkutat di depan laptop atau menerima dan melakukan banyak panggilan .“Ada apa? Ada yang kau inginkan? Kau lapar?” Tanya Earl yang beranjak dari duduknya, membuat Alle menggeleng dan tersenyum tipis, Earl menunjukkan kekhawatirannya dan Alle bahagia dengan perhatian kecil itu walaupun dia tau semua yang pria itu lakukan hanya karena bayinya.“Tidak apa-apa. Earl, aku melihatmu begitu kesulitan menghandle pekerjaanmu hingga melihatmu bekerja sepanjang hari bahkan hingga tengah malam. Kumohon kembalilah ke Jerman, kau bisa mengunjungi bayi kita setiap weekend, atau kita bisa mela
"Aku tidak peduli!! Aku tidak peduli apakah wanita itu hamil bahkan mati sekalipun!! Aku tidak ingin kau bertemu lagi dengannya!!Arghhh!!" Vale berteriak dengan emosi yang tak terbendung lagi. Dia membanting semua benda yang ada di dekatnya. Dia membenci fakta jika dia kalah lagi dari Allexa. Wanita itu memiliki kunci yang akan membuatnya terikat seumur hidup dengan Earl."Aku akan bunuh diri jika kau berani menemuinya lagi, Earl! Aku tidak main-main dengan ucapanku!!" Vale kembali meraung keras dan menumpahkan segala emosinya, membuat Earl sedikit kesulitan untuk menenangkan wanita itu, dia berusaha untuk memeluk Vale walau mendapat penolakan keras dari Vale."Sayang, Valeria. Tenang dulu, kita bicarakan ini baik-baik ya, aku tidak ingin kau emosi seperti ini." Earl berusaha untuk memeluknya. Dia merasakan Valeria terus memberontak dengan memukul-mukul dadanya."Aku serius, Earl!! Aku akan mati jika kau menemuinya lagi!! Kau harus berjanji untuk berhenti menemuinya dan menganggapnya
Valeria mencengkram kuat-kuat rambutnya, membanting semua skincare dan bodycare yang ada di meja riasnya, dia berteriak keras dengan nada frustasi. Dia baru mengetahui jika dua hari yang lalu Earl pergi ke Swiss dan menemui Alle lagi, pria itu telah melanggar janjinya dan mengkhianatinya. Vale ketakutan, dia menggigit kukunya dengan tubuh yang bergetar hebat."Tidak... Tidak ... Earl pasti mencintaiku. Earl hanya mencintaiku! Arghh ... Tapi bagaimana bisa dia begitu jahat dan lebih memilih menemui wanita itu dan mengkhianati janji yang telah dibuatnya?!" Vale kembali mengerang frustasi. Dia berpikir harus melakukan sesuatu. Dia harus melakukan sesuatu yang membuat pria itu jera dan ucapannya bukanlah sekedar ancaman.Earl bahkan bersikap seperti biasa dan kemarin mereka baru saja memilih cincin pernikahan. Bagaimana bisa pria itu begitu jahat dengan membohonginya.Vale terlihat linglung dan kelabakan, namun dia tau cara untuk membuat Earl terus bertahan di sisinya. Dia akan membuktika
Sebuah pesan teks yang lagi-lagi Alle terima di pagi hari membuatnya tersenyum kecut, Valeria kembali memberinya kabar tentang persiapan pernikahan wanita itu dengan Earl. Lalu dia membuka ruang obrolan pesannya dengan Earl. Sudah enam minggu sejak pria itu datang, Alle masih memberikan kabar tentang baby peace, namun tidak satu pun pesan yang dibalas oleh Earl.Alle senang, namun juga sedih. Dia senang setidaknya Earl akhirnya menemukan kebahagiaan karena cintanya, namun ada kesedihan dan ketakutan, jika nantinya dia tidak selamat, dia tidak ingin Vale menjadi ibu tiri baby peace-nya, dia tidak ingin anaknya menerima kebencian dari Vale."Xa, sarapan dulu." Panggilan dari Jeremy membuat wanita itu tersentak, dia tersenyum lembut pada Jeremy yang dibalas dengan senyum manis Jeremy yang mendekat dan merangkulnya menuju meja makan. "Bagaimana keadaanmu hari ini?" Tanya Jeremy membelai rambut Allexa. Pria itu sejak dua minggu lalu lebih sering mengunjunginya, dia mengatakan sudah resign
Raut wajah pria itu terlihat menyeramkan saat memasuki kediamannya, tatapannya nyalang, membuat siapa pun langsung tau jika pria itu tengah menahan emosi yang sebentar lagi mungkin akan meledak. Tujuannya hanya satu, mencari seorang wanita yang berstatus sebagai istrinya, yang telah mengkhianatinya, yang dengan berani memberi tahukan rahasia besarnya kepada keluarganya. Wanita itu sukses menghancurkannya, juga wanita yang dia cintai, kepercayaan dan rasa sayangnya sebagai sahabat benar-benar kandas untuk wanita itu, kini yang tersisa hanyalah kebencian yang mendalam untuk seorang Allexa Aldene. Istrinya. Dobrakan pintu yang cukup kuat itu mengagetkan seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggenggam sesuatu yang sangat berharga untuk hidupnya. Tatapannya berbinar melihat pria yang selalu ia cintai dalam diam, pria yang berhasil mengukir banyak luka dan cinta dalam hidupnya. "Earl," panggil Alle dengan lidah kelu saat tubuhnya tiba-tiba di dorong ke dinding,