Anggun Clarissa, gadis yang menyandang status perawan tua abadi akhirnya tahun ini bakal mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi pria yang ia kenal sejak sekolah menengah pertama.
Vicky Rahmanto, pria yang menjadi sahabat masa kecilnya tidak menolak saat Hermawan—paman Anggun mengajukan lamaran terhadapnya. Hah? Apa tidak salah? Seharusnya kan pihak laki-laki yang mengajukan lamaran tapi ini kok—Ya, Hermawan selaku paman dari Anggun merasa bosan dan jenuh dengan status Anggun yang dianggap perawan tak laku-laku. Diusianya yang genap dua puluh delapan tahun, Anggun belum mendapatkan jodoh sebagai pasangan hidup. Hal ini membuat sang paman merasa gemas bukan main, tak ingin keponakannya mati dalam keadaan tua, lajang, dan menyendiri akhirnya Hermawan nekat melamar Vicky—pria yang selalu dekat dengan Anggun sedari kelas dua SMP.Malam itu rumah Anggun sudah ramai dengan beberapa orang yang turut membantu acara pernikahan, beberapa diantara mereka ada yang sibuk memasak, memasang dekorasi, hingga menyusun beberapa meja serta kursi untuk para tamu undangan esok hari.Hari itu adalah hari yang paling sibuk untuk semua orang kecuali Anggun Clarissa sendiri.Ya, bagaimana tidak?! Ketika semua orang sedang sibuk menyiapkan pernikahan akbar untuknya, ia justru enak-enakan main games di ponsel canggihnya. Duh! Anak ini terbuat dari apa sih pikirannya?!Hermawan yang kala itu memeriksa kamar Anggun hanya bisa menggelengkan kepala di ambang pintu, tidak mengerti lagi dengan sikap Anggun yang begitu mengentengkan hari pernikahannya."Anggun, pukul berapa ini? Kenapa tidak tidur?! Ingat, besok kamu harus bangun pagi untuk persiapan akad nikah." Hermawan mengingatkan di ambang pintu, merasa kesal tapi mau bagaimana lagi wong ini adalah keponakannya."Iya Paman bentar lagi. Lima menit lagi nih," jawab Anggun sambil terus fokus pada permainan game online yang kini tengah ia mainkan di ponsel canggih miliknya. Sesekali ia berdesis, kesal karena musuh di game onlinenya berhasil kabur dari bidikannya.Hermawan menggeleng pasrah, sebagai seorang paman yang dititipi anak perempuan oleh mendiang saudara laki-lakinya, dia tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja. "Nggun, besok kamu mau nikah loh, masak iya sih tampang kamu biasa-biasa aja kaya gitu?!""Memangnya Anggun suruh ngapain Paman? Anggun suruh jingkrak-jingkrak gitu ya?!" Anggun masih sempat menjawab meskipun kedua tangannya terlihat sibuk memainkan ponsel. "Lagipula aku udah kenal Vicky kok, dia teman lama Anggun. Jadi untuk apa harus pake acara berdebar-debar segala toh kita udah temenan sejak lama."Hermawan menghela napas, ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi ranjang dimana Anggun tengah duduk bersila sambil memandangi ponselnya tanpa jemu. "Nggun, nikah itu moment-nya tuh nggak kayak pas kamu lagi ultah. Tiup lilin, potong kue, lalu udahan. Tapi ini nikah, setelah akad nikah tanggung jawab kamu baru dimulai. Selain melayani suami, kamu juga dituntut untuk menjadi istri yang berbakti.""Iya, iya, ngerti kok Paman. Ngerti," jawab Anggun lagi dengan fokus masih tertuju pada ponsel, sesekali ia mengerakkan ponsel karena efek bermain game."Jadi selama kamu jadi istri, nggak ada tuh ceritanya Ma-bar seperti ini. Lah kalo kamu main game terus nanti Vicky kamu kasih makan apa? Nanti daleman dia yang nyuciin, njemurin siapa? Masak iya mbak IRT suruh nenteng-nenteng dalemannya suami kamu diluaran rumah?!""Iya, iya, ngerti kok Paman. Ngerti?!""Jangan ngerta-ngerti aja?! Kamu pahami ucapan pria tua ini kalo kamu gak pengen jadi janda secepatnya." Hermawan menukas, kesal juga ia dibuatnya.Pria bertubuh gemuk itu lalu bangkit dari tepi ranjang, menggosok tengkuknya lalu pergi menuju ke pintu. "Sudah buruan tidur! Jangan sampai besok kamu kesiangan. Awas kamu kalo nggak tidur-tidur, kubuang hapemu ke tempat sampah!"Hermawan lantas pergi meninggalkan Anggun yang masih sibuk dengan game online-nya. Gadis bertubuh tinggi ramping dengan memakai kacamata tebal itu tak menggubris bagian akhir dari kalimat yang diucapkan sang paman. Baginya game online sudah menjadi permainan yang asyik dan menyenangkan, tak tanggung-tanggung jika ia bisa menghabiskan waktu seharian di kamar hanya untuk bermain game online.Fokus Anggun mendadak pecah saat sesuatu berwujud butiran hitam dan putih menggelinding dari arah kepalanya. Pada awalnya anggun tidak terlalu memperhatikan hingga akhirnya ia mencium aroma tidak sedap disekitarnya.Mendapati e'ek cicak telah jatuh mengenai kepalanya, Anggun berteriak kesal terlebih e'eknya masih sedikit basah dan bau. Gadis itu berteriak keras, dengan cepat meloncat dan membuang ponselnya ke sembarang tempat. "Paman, aku kena E'ek cicak! E'ek cicak sialan! Huhuhu...."Anggun mencoba mencium jarinya yang sempat terkena kotoran itu. Ia berekspresi jijik lalu kembali berteriak. "Paman, bau! Hueek...."Oh Tuhan, mimpi buruk apa ini?!Apakah ini pertanda buruk untuk pernikahannya besok?****Vicky terdiam, berat baginya untuk menuruti kata ibu sambung. Bagaimanapun Vickal adalah saudara laki-lakinya, ia tidak bisa melakukan kecurangan itu demi sebuah harta tapi...."Ngerti nggak sih Vicky?!" Andini setengah membentak, menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain. Wanita itu hendak menjewer kuping Vicky namun segera ditepis oleh si empunya kuping."Iya-iya Bu, iya. Vicky ngerti kok," ucap Vicky lalu mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan tiba-tiba dari Andini.Wanita paruh baya itu tersenyum puas lalu menganggukkan kepala, ia berkacak pinggang sekali lagi. "Bagus, itu baru anaknya Andini. Ya sudah, kamu segera mandi sana. Bau sekali badanmu!"Vicky menarik napas lalu berbalik badan meninggalkan Andini. Kini di depan gudang itu hanya tinggal Andini seorang diri, sambil tersenyum puas Andini bersedekap dan membayangkan indahnya masa depan. "Dengan memperalat Vicky, aku akan mendapatkan harta dari Hariyadi. Andini akan menjadi wanita paling kaya se-Indonesia."
****"Apakah kamu yakin Mas?" Vicky terlihat bingung, untuk sesaat ia terbengong dengan keputusan Vickal yang menurutnya diluar nalar. "Mas, kamu dan Anggun sekarang suami istri. Jika aku berada ditengah kalian, aku takut Anggun tidak bisa berpaling dariku. Maaf ya Mas, bukannya aku sombong atau apa tapi ini demi kebaikan rumah tangga kalian juga."Vickal terdiam, tanpa diketahui Vicky pria itu meremas jarinya di dalam saku celana dengan erat. Sebenarnya apa yang dikatakan adiknya memanglah benar, jika ia membiarkan Vicky terus hadir dalam rumah tangganya maka sejauh apapun Vickal berusaha maka Anggun tetap tidak akan bisa melupakan Vicky dan terus mencintainya. Namun di lain sisi, Vickal tidak mau dicap sebagai seorang pria yang tak berperasaan. Ia tidak cukup mengenal Anggun, sebuah kesulitan bagi dirinya untuk mengenali gadis itu terlebih mereka baru mengenal dalam hitungan hari. Rasanya pasti sulit untuk Anggun menjalani hari di tempat terasing seperti ini tanpa ada satupun keluar
Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
Vickal lantas membopong tubuh Anggun memasuki kamar, meskipun ia sudah menjanjikan pada keluarganya bahwa Anggun akan baik-baik saja dibawah penangananya namun hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Kakek Jayadi. Pria tua berambut putih dan memiliki tahi lalat di pipi itu mengikuti langkah Vickal sampai di depan pintu kamar mereka."Cucuku, apa yang terjadi pada istrimu? Kenapa ia mendadak pingsan? Apa kau melakukan sesuatu yang jahat padanya tadi malam?" Kakek Jayadi memberondong Vickal kendati ia terus mengekor cucunya dengan perasaan was-was.Vickal tak menjawab, ia merebahkan tubuh Anggun di atas ranjang lalu berbalik badan menatap kakeknya. Vickal mengembuskan napas panjang, dari sekian jumlah anggota keluarganya hanya Kakek Jayadi-lah yang begitu khawatir dengan Anggun. Hanya beliau-lah satu-satunya orang yang peduli dengan keberadaan orang asing yang baru saja masuk ke dalam keluarganya."Kakek, Anggun baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti siuman," ucap Vickal mencoba menena
Anggun menggosok pipinya pada bantal berulang kali, terasa sangat lembut dan juga nyaman. Rasa hangat yang ditawarkan sang selimut membuatnya sejenak terlena, ia tersenyum dengan mata masih terpejam. Kenyamanan ini selalu ia rasakan ketika hari libur telah tiba di kamarnya yang besar dan juga hangat.Namun tunggu dulu, bukankah ia sedang dalam perjalanan menuju ke kampung halaman Vickal? Lalu kamar siapa yang ia tempati kali ini? Tidak mungkin 'kan jika ia berada di kamarnya sendiri?! Melalui gagasan itu, Anggun buru-buru membuka matanya dengan cepat. Setelah mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, Anggun dengan cepat bangun dari tidurnya. Gadis itu menendang selimut, memandang sekitar dengan tatapan asing dan juga bingung. Kamar siapakah ini? Kenapa tidak ada orang sama sekali?Deburan ombak menyapa telinga Anggun, gadis itu sejenak tertarik lalu beringsut bangun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, Anggun berjalan menuju ke jendela kaca besar dan menyibak tirai putih yang menutu
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju
Vickal lantas menepikan mobil, bergantian dengan Vicky dalam menyetir mobil. Perjalanan masih panjang, terlebih saat berangkat ke rumah Anggun, Vickal harus menyetir mobilnya sendirian selama hampir delapan sampai sembilan jam."Maaf Mbak, bisa gantian tempat duduk nggak? Saya ingin duduk di belakang sambil lurusin punggung" ucap Vickal pada Ratih yang duduk di samping Anggun.Ratih menoleh sekilas ke arah Anggun yang rupanya cepet banget molornya. Ia tersenyum lalu mengangguk dengan ringan. "Ya, boleh Mas. Silakan."Gadis berwajah manis dan periang itu lantas membuka pintu mobil, ia berganti tempat duduk dengan Vickal. Rasanya tidak masalah jika ia duduk di depan dan membiarkan si Pak Sopir meluruskan punggung di belakang kursi kemudi."Makasih ya Mbak," ucap Vickal lirih tanpa mengurangi rasa sopannya terhadap wanita.Setelah turun dan berganti posisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Melewati jalan tol yang panjang dan terkadang macet m
Setelah semua barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil, perjalanan panjang menuju kampung halaman Vickal yang terdapat di pesisir selatan kota tersebut dimulai. Tidak hanya mobil Vickal saja yang berangkat, namun ada mobil Nyonya Andini dan juga Pak Hermawan yang turut serta mengantar sang keponakan menuju ke rumah mertua dan juga kakeknya.Rombongan pertama, sebuah mobil SUV warna merah yang dikemudikan oleh Vickal terlihat memimpin jalan. Mobil itu ditumpangi Vickal, Vicky, Anggun, dan juga sahabatnya Ratih. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat mereka terjebak macet karena kebetulan hari itu adalah hari libur dimana banyak warga kota yang memilih berlibur dengan menggunakan mobil pribadi mereka."Nggun, nggak lelah kamu main game melulu?" Ratih menyindir Anggun yang sedari tadi sibuk memainkan games dan memilih diam di kursi belakang.Vickal melirik mereka dari kaca spion depan, sebagai driver Vickal tetap fokus pada jalanan panjang yang terhampar di hadapannya tersebut.
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An