"Bagaimana Bapak-bapak? Apakah sah?"
"Sah!" Para lelaki yang terdiri dari pria paruh baya serta sesepuh menjawab dengan lantang dan juga keras hampir bersamaan."Alhamdulillah, mari kita berdoa untuk mempelai bersama-sama." Sang penghulu lantas menengadahkan tangan, bersiap untuk mendoakan sang mempelai yang kini tengah berbahagia di hadapannya karena telah sah menjadi pasangan suami istri sekarang.Setelah beberapa menit berlalu dengan mendoakan sang pengantin, sang penghulu mengakhiri doanya dengan bacaan hamdalah. "Nah Anak-anakku, sekarang kalian telah resmi menjadi suami istri sekarang. Selamat ya?! Semoga dengan bersatunya kalian, rejeki yang ada di langit maupun di bumi bisa menjadi berkah untuk kalian semua. Aamiin. Ingat, jangan saling menyakiti, kalian harus saling menerima dan berbagi satu sama lain dengan perasaan ikhlas dan juga legowo."Sang penghulu memberikan nasehat, tidak banyak namun cukup meresap ke dalam hati. Siapa pun yang menikah pasti akan diberi nasehat kecil untuk mulai menyebrangi lautan kehidupan mereka kelak.Anggun tersenyum bahagia, ia melirik pria yang berada di sebelahnya lalu meraih tangan serta menciumnya. Layaknya seorang pengantin, hari ini adalah hari spesial bagi Anggun Clarissa dimana ia telah memutus status lajangnya yang abadi menjadi seorang istri. Dengan adanya cincin yang tersemat di jari manis Anggun, gadis itu kini tidak sendirian lagi."Baiklah, karena acara sudah selesai maka ijinkan saya pamit undur diri. Masih ada tugas yang sama di kampung sebelah, permisi." Sang penghulu lalu bangkit dari duduknya, menyalami kedua mempelai dan beberapa orang yang hadir dalam acara akad nikah tersebut lantas pergi meninggalkan tempat resepsi yang lumayan mewah."Wah, selamat ya Nak Anggun, Nak Vicky, kalian sudah resmi jadi suami istri sekarang. Sudah jangan malu-malu lagi toh kalian sudah saling cinta dari dulu bukan?!" Seorang pria paruh baya tengah menggoda mempelai pria yang terlihat kikuk dan tegang."Pak, tapi saya ini bukan—""Maaf, apakah acaranya sudah selesai?" Seseorang mendadak hadir, memecah suasana hangat yang kini terjadi diantara para tamu undangan. Semua orang memandang ke arah pria ini dan mereka terperangah. "Maaf, mobil saya mogok jadi baru bisa datang dan kasih kabar. Apakah kita bisa mulai acara akad nikahnya?"Hah? Mata Anggun dan seluruh tamu undangan terbelalak, mereka terkejut dengan sosok yang wajahnya mirip seratus persen dengan sosok mempelai pria yang kini berdiri di sebelah Anggun. Ditambah lagi pakaian yang dikenakan pria itu mirip dengan baju pengantin yang Anggun pakai sekarang.Mendapati hal yang kurang mengenakkan, Anggun segera menoleh ke arah pria yang duduk di sebelahnya. "Vicky, ada apa ini? Siapa pria ini? Kenapa wajahnya mirip denganmu? Apakah-apakah kalian membelah diri?""Anggun, Vicky itu saya. Dia saudara kembar saya, Vickal namanya." Pria itu menjelaskan langsung, membuat semua tamu undangan kembali terperangah dan mulai gaduh. "Saya memang menyuruhnya datang duluan agar bisa mengabarkan perihal mobil saya yang mogok karena sedari tadi saya mencoba menelponmu tapi sama sekali tidak bisa.""A-apa?" Anggun mendadak syok, ia langsung menoleh ke arah pria yang berdiri di sampingnya. Tidak! Tidak mungkin dia salah suami. "Beneran kamu bukan Vicky? Kenapa tidak bilang dari tadi? Kamu-kamu ingin mengacaukan pernikahanku ya?!"Pria yang Anggun duga sebagai Vicky menghela napas, ia memutar bola mata dengan tatapan ringan. "Tadi saya mau bicara tapi pria-pria di sini menodong saya agar cepat melaksanakan akad nikah ya sudah saya laksanakan saja apa perintah mereka.""Hah? Jadi—" Anggun tak mampu lagi memprediksi apa yang telah terjadi saat ini. Fix, ini pasti gara-gara e'ek cicak tadi malam nih! Ketika sugestinya berfungsi, inilah yang ia terima dari berkah e'ek cicak tadi malam."Iya, saya Vickal dan bukan Vicky. Saya yang sudah menikahi kamu barusan, maaf saya melakukannya karena desakan orang-orang yang tidak mau mendengarkan saya. Sekali lagi maaf, ini bukan salah saya." Vickal mengangkat tangan, bergaya seolah tidak memiliki salah.Tubuh Anggun bergetar, rasa malu, kesal, dan amarah kini bercampur jadi satu. Bisik-bisik tetangga yang hadir dalam pesta itu terdengar sangat jelas di telinganya. Kejadian memalukan seperti ini bukankah jelas terlihat bahwa Anggun-lah yang kebelet minta nikah?!Ketegangan serta suasana hati yang mencengkeram itu melanda dengan cepat membuat Anggun tidak sanggup lagi untuk berpikir jernih. Tatapan gadis itu berkunang, semua pandangannya menghitam dan akhirnya ...Bruk."Anggun... Ya Allah, Anggun! Bangun Nak, jangan pingsan. Anggun, anakku.... bangun!"*****Hallo semuanya, salam kenal.Jika kalian menyukai kisah cerita ini, jangan lupa untuk tambahkan cerita ini dalam library kalian ya. Beri rating bintang lima sebagai tanda cinta dan apresiasimu terhadap penulis. Terima kasih.Vicky terdiam, berat baginya untuk menuruti kata ibu sambung. Bagaimanapun Vickal adalah saudara laki-lakinya, ia tidak bisa melakukan kecurangan itu demi sebuah harta tapi...."Ngerti nggak sih Vicky?!" Andini setengah membentak, menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain. Wanita itu hendak menjewer kuping Vicky namun segera ditepis oleh si empunya kuping."Iya-iya Bu, iya. Vicky ngerti kok," ucap Vicky lalu mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan tiba-tiba dari Andini.Wanita paruh baya itu tersenyum puas lalu menganggukkan kepala, ia berkacak pinggang sekali lagi. "Bagus, itu baru anaknya Andini. Ya sudah, kamu segera mandi sana. Bau sekali badanmu!"Vicky menarik napas lalu berbalik badan meninggalkan Andini. Kini di depan gudang itu hanya tinggal Andini seorang diri, sambil tersenyum puas Andini bersedekap dan membayangkan indahnya masa depan. "Dengan memperalat Vicky, aku akan mendapatkan harta dari Hariyadi. Andini akan menjadi wanita paling kaya se-Indonesia."
****"Apakah kamu yakin Mas?" Vicky terlihat bingung, untuk sesaat ia terbengong dengan keputusan Vickal yang menurutnya diluar nalar. "Mas, kamu dan Anggun sekarang suami istri. Jika aku berada ditengah kalian, aku takut Anggun tidak bisa berpaling dariku. Maaf ya Mas, bukannya aku sombong atau apa tapi ini demi kebaikan rumah tangga kalian juga."Vickal terdiam, tanpa diketahui Vicky pria itu meremas jarinya di dalam saku celana dengan erat. Sebenarnya apa yang dikatakan adiknya memanglah benar, jika ia membiarkan Vicky terus hadir dalam rumah tangganya maka sejauh apapun Vickal berusaha maka Anggun tetap tidak akan bisa melupakan Vicky dan terus mencintainya. Namun di lain sisi, Vickal tidak mau dicap sebagai seorang pria yang tak berperasaan. Ia tidak cukup mengenal Anggun, sebuah kesulitan bagi dirinya untuk mengenali gadis itu terlebih mereka baru mengenal dalam hitungan hari. Rasanya pasti sulit untuk Anggun menjalani hari di tempat terasing seperti ini tanpa ada satupun keluar
Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
Vickal lantas membopong tubuh Anggun memasuki kamar, meskipun ia sudah menjanjikan pada keluarganya bahwa Anggun akan baik-baik saja dibawah penangananya namun hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Kakek Jayadi. Pria tua berambut putih dan memiliki tahi lalat di pipi itu mengikuti langkah Vickal sampai di depan pintu kamar mereka."Cucuku, apa yang terjadi pada istrimu? Kenapa ia mendadak pingsan? Apa kau melakukan sesuatu yang jahat padanya tadi malam?" Kakek Jayadi memberondong Vickal kendati ia terus mengekor cucunya dengan perasaan was-was.Vickal tak menjawab, ia merebahkan tubuh Anggun di atas ranjang lalu berbalik badan menatap kakeknya. Vickal mengembuskan napas panjang, dari sekian jumlah anggota keluarganya hanya Kakek Jayadi-lah yang begitu khawatir dengan Anggun. Hanya beliau-lah satu-satunya orang yang peduli dengan keberadaan orang asing yang baru saja masuk ke dalam keluarganya."Kakek, Anggun baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti siuman," ucap Vickal mencoba menena
Anggun menggosok pipinya pada bantal berulang kali, terasa sangat lembut dan juga nyaman. Rasa hangat yang ditawarkan sang selimut membuatnya sejenak terlena, ia tersenyum dengan mata masih terpejam. Kenyamanan ini selalu ia rasakan ketika hari libur telah tiba di kamarnya yang besar dan juga hangat.Namun tunggu dulu, bukankah ia sedang dalam perjalanan menuju ke kampung halaman Vickal? Lalu kamar siapa yang ia tempati kali ini? Tidak mungkin 'kan jika ia berada di kamarnya sendiri?! Melalui gagasan itu, Anggun buru-buru membuka matanya dengan cepat. Setelah mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, Anggun dengan cepat bangun dari tidurnya. Gadis itu menendang selimut, memandang sekitar dengan tatapan asing dan juga bingung. Kamar siapakah ini? Kenapa tidak ada orang sama sekali?Deburan ombak menyapa telinga Anggun, gadis itu sejenak tertarik lalu beringsut bangun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, Anggun berjalan menuju ke jendela kaca besar dan menyibak tirai putih yang menutu
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju