Share

Bab 2. Persiapan Pernikahan

Gara-gara E'ek cicak, Anggun kesiangan pagi itu. Benar-benar sial! Anggun bangun dari tidurnya tepat pukul setengah tujuh pagi dimana semua orang sudah bersiap-siap untuk menyambut penghulu yang rencananya akan datang pukul delapan nanti.

Dengan jurus kuda lumping, Anggun menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Memeriksa ponsel, Anggun berdecak kesal karena ponselnya habis baterai.

"Anggun, ayo bangun dan mandi! Kamu harus dirias sebelum acara akad nanti." Suara sang paman terdengar dari luar, memecah perhatian Anggun yang sibuk mencari kabel pengisi daya jatuh di kolong ranjang.

"Iya Paman, ini baru ganti baju." Anggun berteriak, lagi-lagi berbohong demi menghindari kemarahan sang paman. Melupakan usahanya mencari kabel pengisi daya, Anggun lalu meletakkan ponselnya sembarang tempat dan melesat pergi ke kamar mandi.

Ingat bahwa malam tadi ia terkena E'ek cicak, Anggun lantas keramas sebersih mungkin. Jangan sampai bau E'ek cicak itu membekas dan mengganggu penampilannya saat ini.

Setelah tiga puluh menit melakukan ritual mandi ala wanita dimana harus maskeran dulu, luluran dulu, dan segala tetek-bengeknya, Anggun berlari keluar dari kamar dan menuju ke ruang make up dimana Tante Ita sudah menunggunya dengan wajah manyun. "Kamu kemana aja sih Nggun? Tidur lagi ya?"

"Aku kesiangan Tante, ssstt.... Jangan bilang Paman ya?! Nanti habislah aku diamuknya," keluh Anggun dengan nada lirih serta was-was, gadis itu lalu duduk di kursi tepat di hadapan Tante Ita.

Tante Ita menggeleng, ia meraih hair dryer yang ia simpan di dalam lemari. "Ngapain juga sih pakai acara keramas juga? Lama tau ngeringinnya?!"

"Tante, tadi malam itu aku tuh kejatuhan E'ek cicak. Mana bau lagi, jadi aku keramas deh pagi ini."

"Namanya aja E'ek cicak ya baulah Nggun! Kalau wangi ya namanya bukan E'ek cicak," timpal Tante Ita seraya menghidupkan hair dryer dan mulai mengeringkan rambut Anggun yang panjang sepunggung.

"Iya Tante," jawab Anggun dengan wajah datar seraya membetulkan letak kacamatanya yang miring dan mulai menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Lagipula kamu sih disuruh tidur malah ngapain. Kayak gini kan jadinya," ucap Tante Ita terus saja mengomel sambil mengeringkan rambut Anggun yang tebal. "Orang tua ngomel itu ada baiknya, kamu aja yang punya kuping gak pernah digunain."

"Iya Tante."

"Iya, iya. Ngeselin banget sih kamu?! Semoga aja Vicky gak jadiin kamu janda secepatnya," ucap Tante Ita seraya menoyor kepala Anggun dengan pelan.

"Kok gitu sih doanya, Tant? Jangan kasar-kasar lah sama aku. Nanti kudoain semoga kamu gak jadi tanteku dan ditolak sama Paman Hermawan." Anggun tak mau kalah, ia bersedekah dengan wajah kesal.

"Eh? Apa kamu bilang? Hmm..." Tante Ita menggeleng, ia memilih pasrah daripada pembicaraan mereka jadi panjang kayak gerbong kereta.

Tante Ita adalah tetangga Anggun, dia janda yang memiliki anak satu dan sudah lulus SMP. Kebetulan tante cantik yang berprofesi MUA ini naksir berat sama pamannya Anggun—Hermawan yang juga duda lebih dari lima tahun.

Setelah mengeringkan rambut Anggun, Tante Ita mulai memoles wajah anggun yang manis dengan berbagai peralatan make-up yang satu per satu Anggun sendiri tidak tahu apa namanya. Dengan tangan terampil sang tante, dalam waktu singkat wajah manis Anggun kini lebih bersinar dan juga cantik tanpa cela.

"Make-upnya udah Nggun, sekarang kamu ganti kebaya putih yang aku simpan di lemari ya. Nanti aku sanggulin rambutmu biar rapi, biar si Vicky makin terkintil-kintil sama kamu." Tante Ita lalu membereskan alat make-up nya ke dalam tas kecil miliknya, kini ia gantian mengeluarkan alat untuk menyanggul rambut.

Anggun hanya menurut, ia bangkit dari kursi lalu berjalan menuju ke lemari. Di dalam lemari itu ia menemukan kebaya putih dengan bordiran yang sangat cantik. "Ini Tant, kebayanya? Kok kayak punyanya nenek-nenek sih?!"

"Hush! Itu gak sembarang kebaya, Nggun. Coba kamu pake, pasti aura kamu jauh lebih terlihat. Coba aja, Vicky pasti gak mampu nolak sama pesona kamu yang aduhai." Tante lta lalu terkekeh-kekeh, membuat Anggun kini mengerutkan dahi lalu menggeleng heran.

"Apaan sih? Emang iya ya?! Kebaya ajaib dong." Anggun berkomentar sambil berlalu menuju ke kamar ganti.

Setelah lima belas menit berganti kebaya, Anggun keluar dari ruang ganti. Benar saja, tidak hanya membuat tubuh Anggun kian seksi tapi kebaya itu memunculkan aura memikat siapa saja yang melihatnya.

"Beneran kan?! Kamu makin cantik pakai kebaya itu, Nggun. Udah, ayo kesini! Aku sanggul-in rambutmu biar rapi, acaranya tinggal sebentar lagi loh. Oh ya, apakah Vicky menghubungimu semalam?" Tante Ita bertanya seraya menarik tangan Anggun agar kembali duduk di kursi dan mulai menggarap rambut gadis tersebut.

"Nggak Tant, tapi aku udah bilang kalo acaranya jam delapan kok." Anggun menjawab datar, menatap bola matanya yang kini memakai softlens berwarna abu-abu terang. Untuk sejenak ia menanggalkan kaca mata usang yang selama ini ia pakai kemana-mana.

"Bagus kalau begitu," timpal Tante Ita lalu fokus pada rambut Anggun yang panjang.

Wanita berparas cantik itu dengan sabar dan telaten mulai menyanggul rambut Anggun, tanpa banyak bicara dalam kurun waktu kurang lebih lima belas menit rambut Anggun sudah selesai disanggul. Sebagai sentuhan akhir, Tante Ita menyemprotkan cairan hair spray ke rambut Anggun dan menyematkan beberapa aksesoris cantik untuk menambah kesan cantik pada wajah Anggun.

Bersamaan dengan itu Paman Hermawan masuk ke dalam ruang ganti untuk melihat keponakannya yang kini sudah siap yg untuk bertemu dengan sang penghulu. "Bagaimana Ta? Apa Anggun sudah siap?"

"Sudah Mas, tinggal nunggu calon mempelai pria-nya datang." Tante Ita lalu bersikap manis di hadapan Hermawan, menyentuh pundak Anggun dengan lembut dan penuh kasih sayang. Hmm, salah satu usaha Tante Ita untuk menawan hati pamannya. Boleh juga nih?!

Hermawan tersenyum tipis pada Tante Ita lalu menatap Anggun dengan lembut. "Sebentar lagi kamu akan bersuami, tinggalkan main game-mu yang tak berfaedah itu. Oke?! Kasihan nanti Vicky kalo kamu tinggal main game terus-terusan."

"Iya, Paman. Ngerti kok."

"Ngerta-ngerti, dengerin tuh apa kata pamanmu?! Jangan main game melulu, belajar masak sama belajar nyuci biar Vicky betah tinggal sama kamu." Tante Ita ikut ceramah, membuat bibir anggun yang dipoles lipstik warna peach itu mengerucut.

Pembicaraan mereka terpotong tatkala seseorang datang mengetuk pintu lalu membukanya dengan hati-hati. Dia Pak Karman, sopir sekaligus pembantu pria yang bekerja untuk paman Hermawan. "Pak, kira-kira mempelai pria-nya sudah sampai mana ya perjalanannya?"

Hermawan lalu menghampirinya dengan wajah serius. "Ah, mungkin sebentar lagi sampai. Memangnya kenapa Pak Karman?"

"Itu Pak, Pak penghulu sudah datang. Beliau tanya apakah mempelainya sudah siap soalnya Pak penghulunya juga dinantikan kehadirannya di kampung sebelah. Beliau kelihatannya sedang buru-buru Pak." Pak Karman mencoba menjelaskan duduk persoalannya dengan raut wajah hati-hati.

"Oh, baik. Saya akan bicara dengan Pak penghulunya dulu ya Pak Karman," ucap Hermawan lalu menoleh ke arah Anggun. "Nggun, kalau sudah siap kamu keluar ya. Kita nantikan mempelai pria-nya datang sama-sama. Kamu sudah bilang ke dia kan kalo acaranya jam delapan pas?"

"Sudah Paman, kemarin sudah kirim pesan sama dia dan dia jawabnya oke." Anggun menjawab dengan mimik wajah tak kalah serius dan tegang.

Hermawan menghela napas. "Beneran? Jangan sampai salah loh. Kalo salah jadi runyam nanti, kasihan juga pak penghulu-nya. Kalo gitu yuk keluar yuk! Kita nantikan Vicky sama-sama ya. Bismillah ya Nggun, semoga pilihan kamu tepat kali ini."

****

Jangan lupa rating bintang lima serta komentar nya ya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status