Gara-gara E'ek cicak, Anggun kesiangan pagi itu. Benar-benar sial! Anggun bangun dari tidurnya tepat pukul setengah tujuh pagi dimana semua orang sudah bersiap-siap untuk menyambut penghulu yang rencananya akan datang pukul delapan nanti.
Dengan jurus kuda lumping, Anggun menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Memeriksa ponsel, Anggun berdecak kesal karena ponselnya habis baterai."Anggun, ayo bangun dan mandi! Kamu harus dirias sebelum acara akad nanti." Suara sang paman terdengar dari luar, memecah perhatian Anggun yang sibuk mencari kabel pengisi daya jatuh di kolong ranjang."Iya Paman, ini baru ganti baju." Anggun berteriak, lagi-lagi berbohong demi menghindari kemarahan sang paman. Melupakan usahanya mencari kabel pengisi daya, Anggun lalu meletakkan ponselnya sembarang tempat dan melesat pergi ke kamar mandi.Ingat bahwa malam tadi ia terkena E'ek cicak, Anggun lantas keramas sebersih mungkin. Jangan sampai bau E'ek cicak itu membekas dan mengganggu penampilannya saat ini.Setelah tiga puluh menit melakukan ritual mandi ala wanita dimana harus maskeran dulu, luluran dulu, dan segala tetek-bengeknya, Anggun berlari keluar dari kamar dan menuju ke ruang make up dimana Tante Ita sudah menunggunya dengan wajah manyun. "Kamu kemana aja sih Nggun? Tidur lagi ya?""Aku kesiangan Tante, ssstt.... Jangan bilang Paman ya?! Nanti habislah aku diamuknya," keluh Anggun dengan nada lirih serta was-was, gadis itu lalu duduk di kursi tepat di hadapan Tante Ita.Tante Ita menggeleng, ia meraih hair dryer yang ia simpan di dalam lemari. "Ngapain juga sih pakai acara keramas juga? Lama tau ngeringinnya?!""Tante, tadi malam itu aku tuh kejatuhan E'ek cicak. Mana bau lagi, jadi aku keramas deh pagi ini.""Namanya aja E'ek cicak ya baulah Nggun! Kalau wangi ya namanya bukan E'ek cicak," timpal Tante Ita seraya menghidupkan hair dryer dan mulai mengeringkan rambut Anggun yang panjang sepunggung."Iya Tante," jawab Anggun dengan wajah datar seraya membetulkan letak kacamatanya yang miring dan mulai menatap pantulan wajahnya di cermin."Lagipula kamu sih disuruh tidur malah ngapain. Kayak gini kan jadinya," ucap Tante Ita terus saja mengomel sambil mengeringkan rambut Anggun yang tebal. "Orang tua ngomel itu ada baiknya, kamu aja yang punya kuping gak pernah digunain.""Iya Tante.""Iya, iya. Ngeselin banget sih kamu?! Semoga aja Vicky gak jadiin kamu janda secepatnya," ucap Tante Ita seraya menoyor kepala Anggun dengan pelan."Kok gitu sih doanya, Tant? Jangan kasar-kasar lah sama aku. Nanti kudoain semoga kamu gak jadi tanteku dan ditolak sama Paman Hermawan." Anggun tak mau kalah, ia bersedekah dengan wajah kesal."Eh? Apa kamu bilang? Hmm..." Tante Ita menggeleng, ia memilih pasrah daripada pembicaraan mereka jadi panjang kayak gerbong kereta.Tante Ita adalah tetangga Anggun, dia janda yang memiliki anak satu dan sudah lulus SMP. Kebetulan tante cantik yang berprofesi MUA ini naksir berat sama pamannya Anggun—Hermawan yang juga duda lebih dari lima tahun.Setelah mengeringkan rambut Anggun, Tante Ita mulai memoles wajah anggun yang manis dengan berbagai peralatan make-up yang satu per satu Anggun sendiri tidak tahu apa namanya. Dengan tangan terampil sang tante, dalam waktu singkat wajah manis Anggun kini lebih bersinar dan juga cantik tanpa cela."Make-upnya udah Nggun, sekarang kamu ganti kebaya putih yang aku simpan di lemari ya. Nanti aku sanggulin rambutmu biar rapi, biar si Vicky makin terkintil-kintil sama kamu." Tante Ita lalu membereskan alat make-up nya ke dalam tas kecil miliknya, kini ia gantian mengeluarkan alat untuk menyanggul rambut.Anggun hanya menurut, ia bangkit dari kursi lalu berjalan menuju ke lemari. Di dalam lemari itu ia menemukan kebaya putih dengan bordiran yang sangat cantik. "Ini Tant, kebayanya? Kok kayak punyanya nenek-nenek sih?!""Hush! Itu gak sembarang kebaya, Nggun. Coba kamu pake, pasti aura kamu jauh lebih terlihat. Coba aja, Vicky pasti gak mampu nolak sama pesona kamu yang aduhai." Tante lta lalu terkekeh-kekeh, membuat Anggun kini mengerutkan dahi lalu menggeleng heran."Apaan sih? Emang iya ya?! Kebaya ajaib dong." Anggun berkomentar sambil berlalu menuju ke kamar ganti.Setelah lima belas menit berganti kebaya, Anggun keluar dari ruang ganti. Benar saja, tidak hanya membuat tubuh Anggun kian seksi tapi kebaya itu memunculkan aura memikat siapa saja yang melihatnya."Beneran kan?! Kamu makin cantik pakai kebaya itu, Nggun. Udah, ayo kesini! Aku sanggul-in rambutmu biar rapi, acaranya tinggal sebentar lagi loh. Oh ya, apakah Vicky menghubungimu semalam?" Tante Ita bertanya seraya menarik tangan Anggun agar kembali duduk di kursi dan mulai menggarap rambut gadis tersebut."Nggak Tant, tapi aku udah bilang kalo acaranya jam delapan kok." Anggun menjawab datar, menatap bola matanya yang kini memakai softlens berwarna abu-abu terang. Untuk sejenak ia menanggalkan kaca mata usang yang selama ini ia pakai kemana-mana."Bagus kalau begitu," timpal Tante Ita lalu fokus pada rambut Anggun yang panjang.Wanita berparas cantik itu dengan sabar dan telaten mulai menyanggul rambut Anggun, tanpa banyak bicara dalam kurun waktu kurang lebih lima belas menit rambut Anggun sudah selesai disanggul. Sebagai sentuhan akhir, Tante Ita menyemprotkan cairan hair spray ke rambut Anggun dan menyematkan beberapa aksesoris cantik untuk menambah kesan cantik pada wajah Anggun.Bersamaan dengan itu Paman Hermawan masuk ke dalam ruang ganti untuk melihat keponakannya yang kini sudah siap yg untuk bertemu dengan sang penghulu. "Bagaimana Ta? Apa Anggun sudah siap?""Sudah Mas, tinggal nunggu calon mempelai pria-nya datang." Tante Ita lalu bersikap manis di hadapan Hermawan, menyentuh pundak Anggun dengan lembut dan penuh kasih sayang. Hmm, salah satu usaha Tante Ita untuk menawan hati pamannya. Boleh juga nih?!Hermawan tersenyum tipis pada Tante Ita lalu menatap Anggun dengan lembut. "Sebentar lagi kamu akan bersuami, tinggalkan main game-mu yang tak berfaedah itu. Oke?! Kasihan nanti Vicky kalo kamu tinggal main game terus-terusan.""Iya, Paman. Ngerti kok.""Ngerta-ngerti, dengerin tuh apa kata pamanmu?! Jangan main game melulu, belajar masak sama belajar nyuci biar Vicky betah tinggal sama kamu." Tante Ita ikut ceramah, membuat bibir anggun yang dipoles lipstik warna peach itu mengerucut.Pembicaraan mereka terpotong tatkala seseorang datang mengetuk pintu lalu membukanya dengan hati-hati. Dia Pak Karman, sopir sekaligus pembantu pria yang bekerja untuk paman Hermawan. "Pak, kira-kira mempelai pria-nya sudah sampai mana ya perjalanannya?"Hermawan lalu menghampirinya dengan wajah serius. "Ah, mungkin sebentar lagi sampai. Memangnya kenapa Pak Karman?""Itu Pak, Pak penghulu sudah datang. Beliau tanya apakah mempelainya sudah siap soalnya Pak penghulunya juga dinantikan kehadirannya di kampung sebelah. Beliau kelihatannya sedang buru-buru Pak." Pak Karman mencoba menjelaskan duduk persoalannya dengan raut wajah hati-hati."Oh, baik. Saya akan bicara dengan Pak penghulunya dulu ya Pak Karman," ucap Hermawan lalu menoleh ke arah Anggun. "Nggun, kalau sudah siap kamu keluar ya. Kita nantikan mempelai pria-nya datang sama-sama. Kamu sudah bilang ke dia kan kalo acaranya jam delapan pas?""Sudah Paman, kemarin sudah kirim pesan sama dia dan dia jawabnya oke." Anggun menjawab dengan mimik wajah tak kalah serius dan tegang.Hermawan menghela napas. "Beneran? Jangan sampai salah loh. Kalo salah jadi runyam nanti, kasihan juga pak penghulu-nya. Kalo gitu yuk keluar yuk! Kita nantikan Vicky sama-sama ya. Bismillah ya Nggun, semoga pilihan kamu tepat kali ini."****Jangan lupa rating bintang lima serta komentar nya ya.Dengan bermodalkan kata basmallah, Anggun keluar dari kamar rias. semua orang sejenak terpana dengan kecantikan Anggun yang begitu memesona. Banyak pemuda yang melewatkan Anggun begitu saja hingga tak sedikit dari mereka berdecak karena merasa sangat menyesal sekarang. Hanya satu yang kini mereka pikirkan sekarang, kemana saja mereka saat Anggun tumbuh dewasa?! Memakai kebaya putih dengan sanggul modern yang begitu rapi, Anggun sangat cantik dengan memakai softlens warna abu-abu terang. Bulu matanya yang lentik sangat menunjang warna bola mata gadis berusia dua puluh delapan tahun itu.Duduk bersimpuh di depan meja seukuran pas dua orang, Anggun beserta pamannya tengah menunggu kehadiran Vicky pagi itu. Suasana mendadak menjadi tegang dan mencengangkan, tak ada suara perbincangan santai seperti sebelumnya. Semua orang turut menunggu kehadiran sang mempelai pria dengan jantung tak kalah berdebar.Ruangan yang sebelumnya ramai dan penuh dengan gelak tawa kini mendadak mencekam seperti
Entah sudah berapa lama Anggun pingsan, ia baru saja sadar saat aroma minyak kayu putih menyengat hidungnya beberapa kali. Gadis itu perlahan membuka mata, tatapannya yang gelap kini berangsur membaik. Menatap langit-langit kamar, mata Anggun lantas mengedar ke seluruh ruangan. Otaknya yang kosong kini mulai terisi oleh adegan demi adegan sebelum akhirnya ia jatuh pingsan.Semua orang kini berada di dalam kamarnya, satu per satu ditatapnya dengan tatapan sedikit heran hingga akhirnya ia menatap sosok yang ia yakini sebagai Vicky Rahmanto. Bergegas bangun, Anggun lantas memeluk pria yang duduk di sisi ranjangnya dengan begitu erat. "Vicky, aku hanya bermimpi 'kan? Semua yang terjadi ini hanyalah mimpi buruk 'kan? Aku hanya ingin kamu yang menjadi suamiku, bukan yang lain."Semuanya terdiam begitu saja ketika mendengar Anggun berkata demikian. Hingga akhirnya salah satu orang yang hadir dalam ruangan itu angkat bicara dan menyadarkan Anggun. "Mbak Anggun, yang kamu peluk itu Mas Vickal
Penyesalan besar telah mendera seorang Anggun Clarissa, di mana ia bersedia membeli kucing justru cheetah ganas yang ia dapat. Tak ayal, Vickal sama sekali tidak mau melepaskannya, hal ini membuat Anggun merasa rugi lebih besar dari yang ia kira. Selama ini, selama mengenal Vicky, Anggun sama sekali tidak tahu jika teman masa kecilnya itu memiliki saudara kembar. Entah apa yang terjadi, Vicky sendiri juga tidak pernah menceritakan perihal itu pada Anggun. Benar-benar kejadian fatal hingga akhirnya Anggun masuk ke dalam kubangan pasir hisap yang membuatnya tak mampu keluar karena Vickal telanjur menggenggamnya."Mbak Anggun, saatnya sesi foto-foto. Berpose yang manis ya biar kami bisa mengabadikan momen romantis kalian," ucap sang fotografer yang disewa Hermawan dengan nada sedikit genit.Pria itu tersenyum cemerlang, bersiap mengarahkan kamera digital ke arah Anggun dan juga Vickal. Anggun ingin mengamuk hanya saja ia teringat pada pamannya yang begitu susah payah menyediakan pesta u
Gadis itu menerima tatapan yang ditujukan ke arahnya dengan tajam, kedua mempelai saling bertukar pandangan dengan kilat cahaya yang berbeda. Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh kedua orang ini sama persis hanya saja mungkin perang dunia ketiga mungkin akan segera terjadi.Suasana ruang makan yang ramai dan sesekali berdenting akibat alat makan yang diadu, sama sekali tidak menyurutkan niat keduanya untuk saling menunjukkan siapa yang telah melakukan kesalahan fatal hingga pernikahan yang tak diinginkan itu terjadi."Oh, jangan seperti itu Vickal." Andini bersuara, wajahnya terlihat khawatir saat kedua anaknya saling berpandangan tak biasa. "Kalian adalah pasangan baru, setidaknya ambil cuti dari pekerjaanmu dan ajak pasanganmu berwisata. Ya, meskipun tidak mewah seharusnya kamu membahagiakan Anggun."Vickal menghela napas, ia memutus kontak mata dengan Anggun lalu kembali fokus pada makanan yang terhampar diatas piringnya. Tak ada komentar dari pria itu, ia terlihat tenang n
Vickal memilih untuk tidak membuat kegaduhan semakin parah malam itu dengan cara kembali masuk ke kamar mandi dan memakai pakaian kotor yang semula ia pakai. Sungguh dirinya merasa menjadi pengantin pria paling apes sedunia dimana ia harus menikah tanpa persiapan apapun dan harus menikahi seekor rakun yang begitu rewel.Selepas memakai pakaiannya kembali, Vickal keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang basah menyisakan beberapa tetes air yang mengalir melewati dahi dan juga pipinya. Pria itu nampak cuek, melirik sekilas ke arah Anggun yang memperhatikannya dengan begitu detail. "Ada apa? Tidak pernah melihat orang seganteng saya?"Anggun lantas memalingkan wajah, ia tidak ingin pria ini menilainya dengan beraneka macam penilaian tak jelas. "Aku tidak tahu kenapa kamu harus hadir disaat suasana genting seperti ini?! Entah, apakah aku harus bersyukur atau kesal karena hal ini."Vickal tak berkomentar, ia berjalan menuju ke pintu untuk keluar dari kamar pribadi milik Anggun. "Kamu terlalu
Vickal menatap Anggun datar, matanya terlihat genit membuat Anggun makin kalap dibuatnya. Bagaimana bisa pria yang baru saja ia kenal kini berlaku genit kepadanya dalam hitungan jam?! "Apa kau bilang? Jangan menatapku segenit itu. Dasar pria mesum! Turun kau dari ranjangku!" Anggun mulai mengusir, ia meraih bantal dan memukulkan benda empuk itu ke tubuh Vickal berkali-kali. "Jangan berharap ada malam pertama diantara kita. Pergi kau! Tidur di sofa dan jangan sekali-kali mendekati ranjangku."Vickal lantas turun dari ranjang, ia berdiri dan bersedekap. "Baik kalau begitu, cepatlah tidur dan jangan main game. Jika kau tidak menurut pada saya maka saya akan menidurimu malam ini juga."Anggun menganga, sungguh tak percaya jika cheetah yang terlihat diam dan tenang kini mulai menunjukkan taring di depannya. Bagaimana bisa pria ini bersikap galak terhadapnya sementara di depan orang-orang ia terlihat kalem dan begitu luar biasa? Ah, inikah berkah akibat ketiban E'ek cicak? Sungguh sialan
"Jangan pernah berpikir bahwa aku akan menyetujui apa ucapanmu, Vickal." Anggun mendesis, sudah pasti ia tidak pernah setuju dengan apa yang dikatakan pria tersebut.Seluruh keluarga tampak menatap Anggun dan Vickal dengan tatapan tegang. Sepertinya akan selalu ada badai setiap kali mereka bersama dan lihat sekarang, pada hari pertama setelah pernikahan mereka keduanya terlihat seperti Tom dan Jerry. Bahkan tanda-tanda untuk berbaikan pun tidak ada, sungguh sebaiknya mereka banyak berdoa untuk keselamatan mereka masing-masing.Vickal terus menatap Anggun, tatapannya yang tajam tentu saja membuat gadis manapun meleleh tapi hal itu sama sekali tidak berefek pada Anggun. Kesal karena terus ditatap seperti itu, Anggun memiliki inisiatif untuk menginjak kaki Vickal hingga sang pemuda mengaduh kesakitan.Anggun tersenyum tipis, ia kembali mengamati nasi yang mengepul panas diatas piringnya dengan tatapan syahdu. "Sungguh hari yang indah, wahai keluarga besar mari kita sarapan bersama-sama."
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An