Share

Bab 5. Suami Aneh

Penyesalan besar telah mendera seorang Anggun Clarissa, di mana ia bersedia membeli kucing justru cheetah ganas yang ia dapat. Tak ayal, Vickal sama sekali tidak mau melepaskannya, hal ini membuat Anggun merasa rugi lebih besar dari yang ia kira.

Selama ini, selama mengenal Vicky, Anggun sama sekali tidak tahu jika teman masa kecilnya itu memiliki saudara kembar. Entah apa yang terjadi, Vicky sendiri juga tidak pernah menceritakan perihal itu pada Anggun. Benar-benar kejadian fatal hingga akhirnya Anggun masuk ke dalam kubangan pasir hisap yang membuatnya tak mampu keluar karena Vickal telanjur menggenggamnya.

"Mbak Anggun, saatnya sesi foto-foto. Berpose yang manis ya biar kami bisa mengabadikan momen romantis kalian," ucap sang fotografer yang disewa Hermawan dengan nada sedikit genit.

Pria itu tersenyum cemerlang, bersiap mengarahkan kamera digital ke arah Anggun dan juga Vickal. Anggun ingin mengamuk hanya saja ia teringat pada pamannya yang begitu susah payah menyediakan pesta untuk dirinya.

Melihat Anggun tak kunjung bangkit dari kursi pelaminan dan sang fotografer menunggu terlalu lama, Vickal merasa gemas. Tanpa babibu dan juga permisi, Vickal lantas meraih pinggang Anggun dan merapatkan ke tubuhnya. Pria itu sedikit kasar menarik tubuh Anggun agar bergegas bangkit, sungguh pria yang tidak suka dengan tipe wanita klemar-klemer macam Anggun.

Anggun menjengit, ia nyaris berteriak atau memukul kepala Vickal jika tidak teringat bahwa kini ia berada di depan tamu undangan. "Yang sopan kamu ya?! Kamu memperlakukanku seperti boneka, Bujang lapuk!"

Vickal tak ambil pusing, ia menatap ke arah sang fotografer dengan tatapan dingin. Tangan kirinya sibuk menekan punggung Anggun agar lebih merapat ke tubuhnya untuk mengambil sesi pemotretan. "Bukankah ini momen bersejarah? Kenapa tidak mengabadikannya dengan ekspresi terbaik."

Anggun menggeram, tubuhnya mengaku saat Vickal berusaha terus menekan punggungnya agar lebih menempel ke tubuh pria itu. "Jangan memaksaku! Awas saja, jika sampai bukit kembarku menyentuh kulitmu seinchi saja, aku tidak segan untuk memukul kepalamu dengan guci di seberang sana."

Keduanya nampak bercakap dengan suara berbisik-bisik, tidak ingin percakapan mereka yang penuh dengan dendam didengar oleh siapapun. Melihat kedua mempelai berdiri dengan posisi tidak tenang, sang fotografer menggeleng tak mengerti. "Mbak Anggun, mana pose romantisnya? Ini foto sekali seumur hidup loh. Yuk yang romantis yuk!"

Romantis-romantis, kampret! Anggun membatin dengan kesal. Gadis itu menoleh ke arah kamera, tubuhnya terus menahan agar tangan Vickal tidak terus berusaha untuk menempelkan tubuhnya.

"Sekarang apakah kau sudah senang Nona Anggun?" tanya Vickal lirih seraya membetulkan jas pengantin yang ia pakai dan duduk kembali di kursi pelaminan ketika acara berfoto telah usai.

Anggun mendengkus, ia terpaksa duduk di sebelah Vickal. "Apakah aku terlihat senang, Tuan Cheetah yang terhormat? Lihat wajahku, lihat!"

Vickal menatap Anggun sejenak, gadis itu melorotkan matanya dengan tatapan sangat marah. "Wajahmu cantik, memang kenapa? Jangan berlagak seperti singa betina. Wajahmu itu terlihat seperti rakun kehilangan anak."

"Apa kau bilang?!" Anggun mencuramkan alis, nada suaranya sedikit meninggi ketika pria itu mengatainya sebagai seekor lemur. "Aku bukan rakun."

"Ya seperti itulah kenyataannya, tidak mungkin saya akan memujimu dengan sebutan kucing yang imut." Vickal menjawab asal, membuat darah tinggi Anggun naik segera ke atas ubun-ubun.

"Sungguh, aku tidak habis pikir kenapa kucing yang aku beli berubah menjadi seekor cheetah ganas. Kalau aku tahu aku akan memiliki nasib seburuk ini, sebelum membuka karungnya aku pastikan sudah menghanyutkannya di sungai." Anggun menggelengkan kepala, merasa sial karena harus memilih suami yang salah karena ternyata mereka adalah anak kembar.

"Jadi kamu menyesal telah menikah dengan saya?" Vickal mencoba menegaskan, menatap Anggun dengan tatapan penasaran.

"Jika ya kenapa? Apakah kamu akan melepaskanku?" Anggun balik bertanya, berharap Vickal muak kepadanya dan akhirnya menyerah.

Sayangnya Vickal menggeleng, ia lalu menatap ke beberapa tamu undangan yang terlihat begitu berseri-seri dengan hidangan yang tersaji di hadapan mereka. "Tidak. Bukankah saya sudah bilang saya tidak akan melepaskanmu."

"Dasar kamu!" Anggun kembali kesal, ia memukul bahu Vickal dengan sangat keras beberapa kali. Gadis cantik itu mencoba menyakiti Vickal, merasa kesal dan juga kecewa. Wajah rupawan gadis yang baru saja melepas masa lajangnya tersebut memerah, sungguh ia ingin menangis sekarang. "Kamu memang suami sialan! Apa salahku sebelumnya padamu, apa?!"

"Salahmu?" Vickal balik bertanya, menahan tangan Anggun agar tidak lagi memukuli bahunya. "Salahmu adalah membeli Cheetah dalam karung."

"Kamu—kamu bikin sebal?!" Anggun kembali meronta, memukuli bahu Vickal dengan keras.

Menghela napas, Vickal mencoba menahan sabar. "Lakukan saja terus, apa kau ingin memukuli punggung saya juga? Kebetulan punggung saya sedikit pegal karena perjalanan jauh, mungkin kamu ingin menunjukkan rasa baktimu sekarang di depan orang-orang tentu saja saya akan berterimakasih untuk hal itu."

Mendengar penuturan Vickal, mendadak pukulan demi pukulan yang mendarat di bahu pria itu terhenti. Anggun menurunkan tangan lalu meremas jarinya dengan gemas, Ya Tuhan sungguh ia ingin menangis sekarang.

Menundukkan wajah, Anggun mulai menitikkan air mata karena merasa tertekan dan stres. Memori otaknya kembali mengulang pada awal kejadian, dimana semuanya berlalu dengan begitu cepat.

Anggun menahan tangis, ia semakin sedih saat ia teringat akan peristiwa kejatuhan E'ek cicak malam itu. Benarkah E'ek cicak membawa kesialan untuk dirinya? Rasanya tidak ingin percaya tapi lihatlah sekarang, ia ingin menikah dengan Vicky tapi yang ia dapatkan adalah Vickal, si bujang lapuk saudara kembar Vicky.

Ingin menyanggah tapi pria ini telah mengekangnya dan tidak mau melepaskannya. Sungguh kesialan yang bertubi-tubi, kesialan karena kejatuhan E'ek cicak yang tidak akan ia lupakan seumur hidup.

****

Senja telah membayang, acara resepsi berjalan dengan lancar meskipun ada insiden yang tidak mengenakkan. Sore itu acara resepsi sudah selesai, beberapa orang terlihat sibuk membereskan meja dan kursi undangan. Mereka terlihat bahu membahu membersihkan rumah Pak Hermawan yang begitu besar dan juga luas.

Anggun duduk di kursi sudut di ruang dapur, terdiam cukup lama karena tidak menyangka jika pilihannya harus meleset sejauh ini. Riuh anggota keluarga yang hendak ingin makan malam sama sekali tidak mencuri perhatiannya.

Pak Hermawan menghela napas, ia menatap keponakannya dari ambang pintu dengan tatapan menyesal. Perlahan ia mendekati Anggun lalu duduk di sebelahnya. "Maafkan aku, Anggun. Aku tidak tahu jika yang datang pertama kali itu adalah Vickal bukan Vicky yang kamu maksud."

Hermawan kembali menarik napas, ia menyentuh tangan Anggun hingga tatapan keduanya bertemu satu sama lain. "Paman minta maaf ya karena Paman tidak bisa berbuat apa-apa untukmu."

Anggun menatap bola mata pamannya dengan tatapan hancur, perlahan ia mengulas senyum tipis. "Semua ini bukan kesalahan Paman. Aku yang tidak teliti sebelumnya, seharusnya aku lebih mengenal mereka lebih awal sehingga tidak salah-salah seperti ini."

Keduanya terdiam cukup lama, menyadari kesalahan masing-masing dimana Hermawan yang begitu terburu-buru dan juga Anggun yang begitu ceroboh hingga tidak menyadari jika Vicky yang asli memiliki saudara kembar bernama Vickal.

"Anggun, Pak Hermawan, mari makan dulu. Kita harus mengakrabkan diri di meja makan," ucap Andini seraya menghampiri Anggun dan juga Hermawan di sudut ruangan.

Pak Hermawan mengangguk, ia lalu bangkit dan meraih tangan Anggun untuk segera pergi ke meja makan. "Ayo makan dulu, sudah seharian kamu tidak makan karena sibuk dengan pernikahan."

Anggun menurut meskipun ia terpaksa. Mengikuti langkah pamannya, kini Anggun telah bergabung dengan keluarga besar Vicky Rahmanto. Semua nampak tersenyum bahagia kecuali Anggun, Vicky, dan juga Vickal.

"Anggun, sekarang kami adalah keluargamu. Gadis cantik ini namanya Rani, dia adik angkat Vicky. Jika ada apa-apa dan kamu malu mengatakannya padaku, kamu bisa bicara dengan Rani." Andini mencoba memperkenalkan gadis cantik yang duduk disebelahnya.

Gadis bernama Rani tersenyum manis, ia menganggukkan kepala tanda memperkenalkan diri. "Hallo Mbak Anggun, saya Rani. Saya baru lulus SMA tahun ini, semoga kita bisa akrab sebagai saudara ya."

Anggun tak menjawab, kekesalan demi kekesalan kini membuncah dalam diri gadis tersebut. Tak menjawab apapun, Anggun justru sibuk menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.

Melihat hal itu, Andini saling pandang satu sama lain. "Anggun, sekarang statusmu adalah istri. Sebelum mendahulukan isi piringmu alangkah lebih baiknya kamu mendahulukan isi piring suamimu."

Anggun terdiam, ia menatap Andini dan beberapa anggota keluarga lainnya yang kini tengah memperhatikannya. Menarik napas dalam-dalam, Anggun lalu mengambil centong nasi dan mengambil nasi untuk ia letakkan di piring pria sebelahnya. "Nasi untukmu, Vicky. Apakah kamu suka ikan laut? Aku rasa kamu lebih suka dengan daging sapi."

Anggun lalu mengambil daging sapi yang sudah diolah menjadi rendang dengan sendok, gadis itu menumpahkan banyak lauk di atas piring hingga menutupi nasi.

Andini tersenyum geli, ia menutupi mulutnya karena tidak tahan untuk tidak tertawa. "Kamu pintar sekali Anggun, Vickal memang suka daging sapi. Ia lebih suka lauk daripada nasi, hmm... Sungguh yang namanya jodoh apapun pasti saling mengerti. Ini bukan kebetulan tapi benar-benar jodoh."

Gadis itu menatap Vickal sekilas, ada wajah kesal yang kini tertahan di wajah Vickal. Meskipun demikian Anggun berusaha untuk bersikap masa bodoh, ia dengan tanpa rasa berdosa lalu melanjutkan makan di piringnya sendiri.

Suasana ruang makan kini mulai riuh, mereka saling berbincang banyak hal. Perhatian Andini perlahan teralih ke arah Anggun, ia tersenyum tipis lalu menatap ke arah Vickal yang sedari tadi hanya diam. "Vickal, apa rencanamu setelah ini? Apakah kamu akan mengajak Anggun berbulan madu?"

Wanita paruh baya dengan rambut masih disanggul itu menatap intens ke arah Vickal. Sekilas menatap ke arah Vicky, Andini kembali memusatkan perhatiannya pada Vickal. "Aku dengar ada promo wisata ke Raja Ampat, kenapa tidak mengajak Anggun kesana saja? Udara yang dingin cocok sekali untuk kalian bercocok tanam."

Mata Anggun membulat, ia nyaris melotot ke arah ibu mertuanya. Andini hanya terkekeh melihat reaksi Anggun yang sepertinya kesal sekali terhadapnya.

Vickal belum menjawab, ia masih berusaha untuk mengunyah dan menelan makanannya. "Saya akan membawa Anggun pulang ke kampung, Bu."

"Apa?" Andini terkejut, ia mencuramkan alis saat mendengar pengakuan Vickal. "Apa kau yakin? Kamu baru saja menikah loh?!"

"Ya, saya harus mengawasi beberapa penginapan di area pantai. Saya tidak bisa pergi berbulan madu untuk saat ini, lagipula bukankah Anggun begitu tidak menyukai saya? Apa artinya bulan madu baginya," ucap Vickal dengan tenang lantas menatap Anggun untuk sesaat. "Bukan begitu, Nona Anggun?"

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status