LOGINMaya yang terus merasa gelisah akhirnya memutuskan untuk kembali mendatangi Sophie. Wanita itu entah kenapa terlihat semakin ingin mencari tahu apa yang benar-benar terjadi.Maya sebelumnya mencoba membicarakannya dengan Ryan, hanya untuk mendapati pria itu bahkan tidak dapat dihubungi.Sial, pria itu sampah sekali! Dulu saja, ia langsung mendatangi Maya begitu wanita itu menghubunginya. Tidak peduli apa yang sedang ia lakukan. Bahkan jika ia sedang berada bersama dengan Sophie.Dan sekarang, saat Maya bahkan sudah sampai di depan gerbang rumah mereka, alih-alih sambutan seperti biasa, bahkan tidak ada seorangpun yang membukakan gerbang untuknya!Maya mulai menekan klaksonnya berkali-kali. Suara nyaring dari klaksonnya akhirnya membuat seorang penjaga keluar.“Kenapa kalian membuatku menunggu lama?!” Maya menurunkan kaca mobilnya dan menyentak pria itu.. Tapi ia masih tidak membukakan gerbang dan hanya berjalan ke arah mobil Maya.“Maaf Nona, kami tidak bisa membiarkan anda masuk,” P
Sophie memandangi bayangan tubuhnya di cermin. Matanya menelusuri beberapa tanda kemerahan yang ditinggalkan Lucas di kulit bersihnya. Wajahnya mulai memerah hingga matanya berhenti pada perutnya.Tangan Sophie bergerak ke arah perut ratanya dan mulai mengelusnya perlahan.Jika seandainya dirinya hamil, Lucas tidak akan pernah meninggalkan dirinya seperti orang lain, kan?‘Kalau kamu ingin benar-benar terikat dengan Lucas, cara paling aman adalah memberinya anak.’Saat ingatan mengenai perkataan ibunya saat itu kembali berputar di kepala Sophie, tangannya mulai mengepal.Tidak, apa dia baru saja berpikiran sama dengan orang tuanya? Sophie menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.Ini buruk, benar-benar buruk. Tidak seharusnya ia berpikir untuk mengikat Lucas dengan cara seperti ini. Lagipula, ia tidak tahu perasaan pria itu padanya.Bahkan ia juga tidak tahu perasaannya sendiri. Apa yang kemarin malam bahkan terjadi karena ada sesuatu di antara mereka? Atau semua hanya karena rasa ke
Lucas semakin menekan bibirnya pada Sophie, tidak lagi ragu. Sophie merasakan jantungnya berdetak begitu cepat saat Lucas menariknya lebih dekat, seolah tidak ingin ada ruang tersisa di antara mereka. Berbeda dengan ciuman pertama mereka di rumah orang tua Sophie, kali ini tangan Sophie melingkar erat di leher Lucas, sementara jemari Lucas menyusuri pipi, lalu turun ke pinggangnya, menahan Sophie kuat dalam pelukannya.Ciuman yang awalnya lembut berubah intens, Lucas mendorong Sophie perlahan hingga punggungnya menyentuh dinding. Tangannya terus bergerak turun dari pinggang Sophie.Suara nafas mereka yang beradu perlahan larut dalam kegelapan malam.=Pagi itu terasa begitu sunyi, Lucas yang sudah terbangun sejak tadi menatap lama wajah Sophie yang tertidur pulas sambil memeluk pinggangnya.Lucas menopang kepalanya dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya menyusuri rambut Sophie dengan lembut. Wajah wanita itu jelas terlihat begitu lelah.Kenangan semalam muncul kembali. Bagaiman
Sophie mengernyit, berusaha memahami maksud Maya. “Apa maksudmu?”“Tidakkah kau merasakannya?” Maya tersenyum samar, tapi sorot matanya terlihat seperti menyimpan luka.“Keraguanku di suaraku saat kamu bilang kalau kamu tidak ingat semua hal yang terjadi satu tahun sebelum kecelakaan itu terjadi? Itu karena aku tahu… kau tidak akan kuat kalau suatu saat kamu mengingat apa yang sudah kau lakukan.”Sophie membeku. Jantungnya berdetak keras, tubuhnya seolah ditahan oleh ketakutan yang tak bisa ia mengerti.“Sejujurnya, aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu waktu itu,” lanjut Maya, suaranya merendah seperti penuh iba. “Tapi kamu berubah, Sophie. Hingga aku tidak bisa mengenalimu lagi”Maya menutup wajahnya sendiri dengan telapak tangan, tubuhnya sedikit bergetar, seolah terlalu berat untuk mengingat. Tapi dari sela jemarinya, matanya melirik ke arah Sophie, tajam dan penuh perhitungan.Diam-diam memperkirakan waktu yang tepat sebelum memulai perkataannya lagi untuk memban
Senyum Kevin kembali merekah saat melihat wajah kebingungan Anna. “Kartu namaku.”“Untuk apa anda memberikan kartu nama pada saya?” Suara Anna terdengar kaku, berusaha menyembunyikan ketidaksenangannya.“Entahlah. Aku hanya memiliki firasat bahwa mungkin nantinya kita akan bertemu lagi.” Kevin mencondongkan tubuhnya, membuat jarak antara dirinya dan Anna menipis. “Tapi sebagai saran, akan lebih baik kalau anda menghubungi saya lebih dulu sebelum pertemuan itu.”Itu adalah ancaman. Anna tahu jelas itu adalah sebuah ancaman. Matanya melirik ke bawah, ke arah kartu nama yang berada di meja counternya.Tulisan berwarna emas di ujungnya membuat Anna membulatkan wajahnya. Campbell Industries.Campbell Industries? Tuannya? Apa Sophie Elman… menikahi ‘sang Lucas’?Bagaimana bisa? Terakhir kali, wanita itu bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan Lucas Campbell.“Dilihat dari ekspresimu, sepertinya kamu tidak terlalu asing dengan tempatku bekerja.” Anna kembali mengalihkan tatapan ke arah K
Anna sedang membersihkan gelas di cafenya yang sepi. Sudah beberapa minggu ini pengunjung jarang datang, membuatnya kerap bertanya-tanya apakah ia sebaiknya menutup café kecil di pinggiran kota ini dan kembali mencari pekerjaan.Lagipula ia memiliki cukup kemampuan dan pengalaman untuk mendapatkan pekerjaan yang cukup bagus.Namun bayangan masa lalu segera menghantam pikirannya. Jemarinya meremas cangkir yang ia pegang dengan kuat.Tidak. Apapun alasannya, kembali bekerja pada seseorang bisa jadi hanya akan membuatnya kembali menjadi bulan-bulanan. Bahkan jika café ini tidak memiliki pelanggan lagi, itu tetap lebih baik daripada menjejakkan kakinya lebih dekat dengan masa lalu yang ingin ia lupakan.Bel pintu berbunyi. Membuat Anna tersentak dari lamunannya dan segera berdiri di depan counter.Seorang pria tinggi dengan setelan rapi masuk. Tatapan Anna sempat terhenti pada pria itu, wajahnya yang terlihat ramah cukup membuat wajah Anna memerah hanya karena melihatnya.Begitu melewati







