Compartir

BAB 6. Energi Sihir

Autor: Scorpio_san
last update Última actualización: 2025-12-09 21:22:50

Yuzi berjalan ke tengah arena, jubahnya mengepak ringan meski tak ada angin yang menerpa. Keren sekali. Definisi orang keren tidak banyak tingkah ya Yuzi Takahiro.

“Caesar!” panggilnya tiba-tiba.

“Y-ya, Sensei?” sahut ku terbata.

“Kamu belum punya tongkat, kan?” tanyanya lagi.

Aku menggeleng. Tak lama, Yuzi mengangkat tangannya pelan. Dari langit, cahaya biru turun, melengkung seperti petir yang berhasil dijinakkan.

Cahaya itu menyatu, menjadi sebilah tongkat panjang, gelap berkilau, dengan ukiran nama, Caesar A. Raharja yang di ukir dengan warna biru keemasan.

Tongkat itu mengarahkannya padaku. Seolah tahu, kalau akulah pemiliknya. Tak lama, tongkat itu melayang tepat di depan wajah ku.

“Ini milikmu.” Kata Yuzi, seolah memecah lamunan singkatku.

Aku menatap tongkat itu, seraya menelan salivaku yang sudah terasa pahit. Bahkan udara di sekitar tongkat itu terasa berdenyut dan sedikit panas, hingga membuat ku langsung berkeringat.

Belum lagi di belakangku, aku bisa mendengar bisik-bisik kagum teman sekelas yang lain.

“Dia bikin tongkat cuma pakai sihir pikiran. Keren!”

“Gue baru bisa bikin bunga api doang. Pengen banget kayak sensei.”

“Makanya dia jadi guru walau umurnya masih 20 tahun.”

“Denger-denger, dia sebenarnya anak keturunan Raja Penyihir Era Ketiga,”

Yuzi menepuk pundakku pelan. “Jangan dengarkan apapun. Fokus saja mengendalikan tongkat nakal ini.” Katanya.

Aku mengngguk pelan, lalu ku genggam tongkat itu dengan sangat hati-hati. Ketika tangan ku menyentuhnya, sebuah aliran hangat menjalar sampai ke dada. Ada sesuatu yang aneh memang. Energi ku seperti bertambah lima puluh persen saat menyentuhnya. Dan ada ikatan batin yang belum ku mengerti.

Aku hanya merasa, kalau tongkat ini adalah bagian dari tubuhku yang telah lama hilang.

Aku menoleh ke arah Yuzi, dia bahkan sudah tersenyum kemudian mengangguk, seolah tahu apa yang ingin ku katakan.

“Kamu akan belajar Caesar. Bukan cuma soal sihir, tapi juga soal kenapa kamu dipilih oleh darah tegas itu.” Ujar Yuzi. Ia kembali berdiri di tengah arena dengan tangan menyilang di depan dada.

Aku msih bergemim. Merasakan aliran aneh yang semakin menjalas keseluruh tubuh ku.

“Baiklah, kita mulai dengan latihan dasar pengendalian energi sihir!” seru Yuzi kemudian,

Semua siswa berdiri tegak di posisi masing-masing. Tongkat mulai dipegang erat. Aura mereka mulai berpendar halus, seolah di setiap inci tubuh mereka mula teraliri listrik hangat degan cahaya yang berbeda-beda.

Sementara itu, aku, bayangkan saja, aku masih pemula dan tidak mengerti apapun. Aku mendelik, karena Yuzi sama sekali tidak menjelaskan tata caranya sedikitpun.

“Gue harus gimana, nih?” bisikku pelan, sembari terus menggenggam tongkat pemberian Yuzi.

Samuel yang berdiri satu baris di sebelahku menepuk pundak. “Tenang, gerogi banget!” ledek Samuel, sembari nyengir.

“Fokus ke perut, rasain semacam energi muter di sana. Kalau udah terasa, arahin lewat tongkat. Jangan kebalik ya. Kalau lo arahinnya lewat telinga, bisa-bisa rambut lo botak sebelah, nanti!” sambung Samuel sembari cekikikkan.

“Iisshh si tengil!” gerutuku dalam hati.

“Gue serius, Kae!” seloroh Samuel seolah tahu apa yang ada dalam hatiku.

Yuzi berjalan pelan, mengawasi kami satu persatu. Beberapa sudah berhasil menciptakan bola api kecil atau kilatan angin lembut.

Sedangkan aku? Masih seperti patung. Bingung, dan buntu.

“Caesar!” suara Yuzi menggema seperti getaran dari dalam dada. Membuat aku reflek berdiri lebih tegak dan menoleh ke arahnya.

“Coba kamu keluarkan satu percikan energi dari dalam dirimu! Jangan hanya menunggu perintah! Berusaha sendiri dulu!” tegasnya.

“Ba-baik,”

Aku mulai memejamkan mata. Melakukan seperti apa yang di isyaratkan oleh Samuel sebelumnya.

“Fokus ke perut, dan rasakan energinya muter di sana..,”

Aku mencoba membayangkan, menghayati dengan mata terpejam. Memang sudah terasa, seperti ada semacam pusaran di dalam sana. Baru juga serius, sial! Yang kebayang malah mangkuk mie ayam kesukaan ku. Jujur latihan seperti ini membuat tenaga dan isi perut terkuras habis. Konsentrasi buyar seketika. Aku langsung membuka mata, dan menatap Yuzi dengan penuh rasa bersalah.

Sedangkan Yuzi, sudah menampilkan wajah marah dengan rahang yang mengeras. “Fokus, Caesar!” bentak Yuzi. “Kalau tidak, kamu akan mati dengan energy sihirmu sendiri.”

Napasku seolah tertahan di rongga dada. Mudah sekali dia bicara tentang kematian.

Dibalik kebingungan, bayangan ibu kembali memenuhi isi kepalaku. Entahlah, tapi saat ini, aku jadi semacam punya tujuan yang pasti. Walaupun aku belum tahu jelas apa tujuannya.

Kali ini aku berusaha lebih serius lagi. Ku tarik napas panjang, seraya membayangkan energi, membayangkan kekuatan berputar di dalam sana. Tarik dari dalam, dorong lewat tongkat. Tiba-tiba, suara "ZzzRRRRRAKKK!!" meledak begitu saja bersamaan dengan teriakan teman-teman ku yang lain.

Cahaya biru menyilaukan menyambar ke depan. Suaranya lebih mengerikan dari petasan, dan lebih halus dari ledakan sebuah bom.

PRAKKK!

Satu deret pilar batu langsung retak. Tirai-tirai panjang berkibar liar. Sebuah meja panjang di sisi arena terlempar dan mendarat nyaris mengenai dua siswa. Aku terpental ke belakang dan mendarat dengan posisi kaki diatas dan kepala tersangkut di semak kecil di pinggir aula.

Sumpah demi apapun, aku benar-benar terkejut setengah mati. Aku bingung apa yang sudah terjadi.

“Gue hidup?” gumamku pelan sambil mencoba bangun dengan mata yang masih sedikit juling.

Sepersekian detik kemudian, seluruh aula mendadak hening, sebelum akhirnya teriakan-teriakan teman-teman meledak.

“WOIIII!!!”

“GILA LO, CAESAR!!”

“ITU BUKAN PERCIKAN!!! LO MAU BUNUH KITA SEMUA”

“AHH RUSAK NIH RAMBUT GUE!!”

Berbeda dengan yang lain yang masih marah-marah, Samuel langsung bergerak cepat membantuku bangun, dengan menahan gelak tawa yang sudah menggelitik di perutnya.

“Gila! Baru latihan pertama udah kayak melempar jurus pamungkas!” ledek Samuel akhirnya.

Aku memutar bola mata malas, “Gue nggak tahu caranya mengerem. Untung sihir yang keluar, bukan kentut, njirr!” celoteh ku sembari menepuk-nepuk bokong yang terkena debu.

Yuzi berjalan mendekat, sorot matanya sulit dibaca. Membuat semua orang langsung diam seketika. Aku menelan saliva mati-matian. Jujur, aku sudah siap-siap untuk dimarahi, dikeluarkan, atau disuruh bersihin WC sihir selama setahun. Bodo amat!

Tapi.., di luar dugaan, Yuzi justru tersenyum tipis, dan bertepuk tangan sebentar. “Sihirmu liar. Tapi sudah cukup kuat,” dia menatap tongkatku, lalu beralih menatap mataku dalam-dalam.

“Kamu memang pemilik darah tegas. Sekarang tinggal kita bentuk kekuatan itu, sebelum dia menghancurkan dirimu sendiri.” Sambungnya.

Aku menatapnya lekat-lekat dengan tubuh yang masih gemetar dan bingung. Tapi entah kenapa, untuk pertama kalinya sejak kehilangan orang tuaku, aku merasa mungkin, aku belum sepenuhnya sendirian.

“Terimakasih,”

Aku tersenyum, kemudian mengangguk samar. Sekarang, aku merasa kalau memang tempat ini sudah menjadi takdir yang harus aku jalani.

Bersama Yuzi dan bersama teman-teman ku yang baru.

***

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 9. Hutan Fuchigami

    Tugas kami, menjelajahi Hutan Fuchigami adalah untuk mencari kristal energi sihir yang tersembunyi, dan kembali sebelum matahari tergelincir. Sederhana? Mata lo jebol. Aku sampai keringat dingin sepanjang latihan. Kalian tahu, Hutan Fuchigami, ternyata benar-benar seperti dunia lain. Akar menggantung seperti tali-tali makhluk hidup yang siap menjerat siapapun yang lewat. Kabut hitam samar membelai tanah, udara terasa seperti merayap menyapa permukaan kulit dan berbisik di telinga, membuat bulu kuduk berdiri sempurna. Kami berjalan pelan. Elvian di depan, Alana dan Samuel di tengah, sedangkan aku di belakang sambil sesekali menatap ke segala arah seperti anak hilang yang sedang mencari sinyal ditengah hutan. “Lo oke, Caesar?” bisik Alana tanpa menoleh. “Masih bisa napas, sih,” jawabku pelan, “walau kaki gue kayak jalan di kuburan raksasa.” Celoteh ku. "BZZZZTT!" Suara tajam dari balik semak, membuat Elvian langsung ber

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 8 Kedatangan Elvian

    Keesokan paginya, suasana SMA Senin sudah seperti arena gladiator. Kami semua mengenakan jubah tempur khusus yang sudah disiapkan. Btw bukan sekadar seragam sihir biasa, ini semacam pakaian taktis yang bisa menyesuaikan dengan elemen sihir masing-masing. Bahkan gelang sihir yang melingkar di pergelangan kami juga berbeda. Bukan hanya itu, tongkat yang biasa kami gunakan, lambat laut berubah mejadi sebilah pedang. Aku sampai terkejut ketika melihat pedangku yang berukuran besar dengan cahaya hitam mengelilingi setiap bagiannya. “Wah! Serius ini punya gue? Kenapa kayak di film-film?” aku terus berdecak kagum melihat keistimewaan pedang ku sendiri. Pedang ku berbeda dari yang lain. Aku melihat pedang yang lain tidak sebesar milik ku. Dan cahaya mereka juga tidak sepekat punyaku. “Itu pedang Naga Hitam,” kata Samuel membuat aku terlonjak kaget. Karena entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Mendengar ucapan Samuel, teman-teman

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 7. Elvian Ardelas

    Langit malam di SMA Senin terasa sunyi tapi penuh dengan tekanan. Bulan merah pucat menggantung malas di atas atap sekolah. Angin berembus pelan, membawa aroma rumput dan dupa. Aku menggenggam kalung berliontin salib yang melingkar di leherku. Air mataku tiba-tiba mengalir bersama dengan sesak yang membuat dadaku terasa seperti terhimpit bongkahan batu besar. Entah sudah berapa lama aku disini. Jujur, aku merindukan tempat asalku. Merindukan ibu dan ayah. Rindu dengan kehidupan normal yang aku jalani sebelumnya. Wajahku mendongak. Menatap rembulan indah itu. Aku tetap membiarkan lelehan air mata membasahi kedua pipiku. Aku juga tidak peduli kalau ada yang melihat dan menganggap aku cengeng. Persetan dengan hal itu. Sedang asyik menikmati malam seorang diri, tiba-tiba terdengar langkah yang semula pelan, kini menjadi lebih keras. Menandakan kalau orang yang sedang berjalan itu, kini sudah lebih dekat denganku. Aku menoleh ke arah kedatangannya. Seorang laki-laki yang usianya tid

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 6. Energi Sihir

    Yuzi berjalan ke tengah arena, jubahnya mengepak ringan meski tak ada angin yang menerpa. Keren sekali. Definisi orang keren tidak banyak tingkah ya Yuzi Takahiro. “Caesar!” panggilnya tiba-tiba. “Y-ya, Sensei?” sahut ku terbata. “Kamu belum punya tongkat, kan?” tanyanya lagi. Aku menggeleng. Tak lama, Yuzi mengangkat tangannya pelan. Dari langit, cahaya biru turun, melengkung seperti petir yang berhasil dijinakkan. Cahaya itu menyatu, menjadi sebilah tongkat panjang, gelap berkilau, dengan ukiran nama, Caesar A. Raharja yang di ukir dengan warna biru keemasan. Tongkat itu mengarahkannya padaku. Seolah tahu, kalau akulah pemiliknya. Tak lama, tongkat itu melayang tepat di depan wajah ku. “Ini milikmu.” Kata Yuzi, seolah memecah lamunan singkatku. Aku menatap tongkat itu, seraya menelan salivaku yang sudah terasa pahit. Bahkan udara di sekitar tongkat itu terasa berdenyut dan sedikit panas, hingga membuat ku langsung berkeringat. Belum lagi di belakangku, aku bisa mendengar

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 5. Rumor Yuzi

    Tak lama setelah perkenalan yang lebih ke sebuah intimidasi di awal itu, datangla Yuzi Takahiro. Si rambut api yang katanya cukup terkenal dikalangan dunia sihir. Walau aku sendiri tidak yakin karena belum melihat langsung. Seperti dugaan, mereka semua menyambut Yuzi dengan sangat antusisa. Terlebih anak-anak gadis yang seperti melihat barang langka yang ingin mereka miliki seutuhnya. Yuzi berdiri di depan kelas dengan wajah yang sangat tenang. Tatapannya menyapu seluruh ruangan, sebelum akhirnya kembali menatapku yang masih berdiri dengan jantung berdebar tak karuan. “Duduklah, Caesar!” ucapnya. Aku langsung duduk. Sial! Aku hampir terpeleset karena buru-buru. Dan sontak membuat gelak tawa teman-teman sekelas ku termasuk Samuel, menggema diruangan kelas itu. Ingin rasanya ku sembunyikan wajah merah ku saat ini juga. “Kalian hari ini tidak akan belajar teori.” Ujar Yuzi sembari memainkan kapur yang berwarna putih ditangannya. Semua siswa langsung duduk tegak, termasuk aku. Kalo

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 4. Suasana Kelas

    Pluk!! Aku langsung menoleh, ketika ada seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak ku. Membuat mata kami langsung bertemu tatap. Tepat di depanku, ada seorang remaja yang kisaran usianya mungkin sama dengan ku. Perawakannya tinggi dengan bola mata biru ke unguan dan juga rambut dengan warna senada dengan matanya. Remaja itu tersenyum kearahku. Dia seperti sudah mengenalku, lebih dari yang aku tahu. “Caesar ya?” tanyanya, masih dengan senyuman yang ia pertahankan. Aku mengangguk samar. Baru sadar, kalau mulut ku sedikit mengerucut. Langsung saja ku ukir senyum seindah mungkin. Berharap, dia tidak menyadari kekesalan ku, karena dia tiba-tiba datang dan membuat ku kaget. “Gue Samuel. Samuel Elgara. Lo bisa panggil Samuel.” Jelasnya, masih dengan senyum yang merekah. Aku mengangguk samar, kemudian mengulurkan tangan, “Gue Caesar. Lo bisa panggil gue Kae aja biar singkat.” Setelah selesai berkenalan, Samuel mengajakku untuk pergi ke kelas. Pertanyaan ku tentang tempat ini belu

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status