Share

VIGILANTE
VIGILANTE
Penulis: Asaay D. Nurcahya

Keluarga Kecil

Tirai penutup indahnya mentari pagi yang seperti pertunjukan eksklusif di gedung opera telah terbuka, menyinari hiruk-pikuk kehidupan kota megapolitan penuh dengan gedung pencakar langit tersusun rapi menambah keestetikaan kota di tengah kemajemukan dunia yang dipanggil dengan nama kota Seattle, Washington DC, Amerika Serikat. Deretan gedung yang memiliki gaya arsitek tak biasa dan rumah-rumah mewah menandakan kota Seattle diperuntukkan bagi para kaum kelas Borjuis.

Gin merupakan salah satu pemilik rumah mewah bergaya American Classic di usianya yang tergolong masih muda. Dia memiliki empat orang dalam keluarga, akan tetapi tak ada satu pun yang memiliki hubungan darah dengan Gin.

Seorang laki-laki dan empat orang perempuan yang hidup rukun di rumah mewah dua lantai ini tengah disibukkan oleh kegiatan masing-masing untuk memulai aktivitas keseharian mereka sebelum kemudian dipecahkan oleh suara bel pintu yang berbunyi.

Ting tong!

“Yuri, bisakah kamu membukakan pintu?” teriak Gin yang sedang bersiap untuk sarapan di meja makan.

“Jangan sebut nama itu ketika ada orang lain, dasar bodoh!” ucap wanita bertubuh molek sedang asyik mewarnai kukunya di sudut ruangan dengan kesal.

“My bad,” balas Gin lalu melanjutkan sarapannya.

Ada seorang pria dengan setelan rapi mengenakan dasi dan jas warna coklat menunggu dengan sabar di depan pintu. Ia sempat beberapa kali membunyikan bel tapi sang tuan rumah lebih memilih menyelesaikan kesibukannya mewarnai kuku daripada membukakan pintu.

“Tachibana Rin, untuk terakhir kalinya aku memintamu membukakan pintu sekarang juga!” seru Gin karena merasa terganggu dengan suara bel rumah yang terus berbunyi.

“Okey okey,” ucap Yuri atau yang biasa dipanggil dengan nama Rin. Ia baru saja selesai mewarnai kukunya.

Rin menggunakan celana pendek dan kaos ketat, sehingga lekuk tubuh proporsionalnya terlihat jelas dan siapa pun pria yang melihat Rin sekarang ini pasti akan bersemangat di pagi hari.

Saat Rin membuka pintu, pria yang sedari tadi membunyikan bel rumah langsung terpana dengan pesona Rin dan memandanginya tanpa henti dari atas sampai bawah. Rin yang melihat pria itu mempunyai pandangan mesum terhadapnya langsung menutup kembali pintunya. Namun, pria itu menahan pintu dan berkata, “Sorry, can you speak English?” Pria itu bertanya dengan bahasa Inggris karena melihat Rin yang merupakan orang Asia.

“Ada perlu apa pria mesum seperti Anda datang ke rumah ini?” tanya Rin kesal. Menurutnya, pria di depannya saat ini tak lebih dari orang yang mempunyai pandangan mesum terhadapnya.

“Saya ingin bertemu Gin atau saya bisa memanggilnya dengan nama Allan Greenwood, satu-satunya penerus keluarga Greenwood.”

Rin sangat terkejut mendengar perkataan pria itu karena di dunia ini, orang-orang mengetahui kalau Allan Greenwood sudah meninggal dua tahun yang lalu. Rin pun mempersilakan pria itu masuk dan menyuruhnya untuk menunggu di ruang tamu sebelum kemudian menghampiri Gin yang sedang asyik sarapan.

“Gin, ada orang yang mencarimu dan dia tahu identitas aslimu.”

Ucapan Rin membuat Gin langsung menghentikan sarapannya seolah dia kehilangan nafsu makan. Ia berpikir keras.

Rin mengambilkannya minum dan menyarankan untuk tidak terlalu lama menemui pria yang berada di ruang tamu.

“Sudah lama tak bertemu, detektif.” Gin berkata sambil menghampiri pria mesum itu.

“Kamu pikir dengan memalsukan kematianmu bisa lepas dari genggamanku?” ujar pria mesum yang ternyata adalah seorang detektif.

“Anda memang detektif yang jenius, bukan kelas teri.”

Gin duduk di depan detektif itu.

“Pujianmu itu adalah hinaan bagiku karena aku sudah mengejarmu selama tiga tahun ini dan dirimu selalu lolos dari genggamanku,” ungkap detektif itu dengan serius.

“Ayolah detektif, aku Cuma mahasiswa biasa,” ucap Gin dengan santai.

“Tidak mungkin rumah semewah ini bisa dibeli oleh seorang mahasiswa biasa sepertimu apalagi letaknya persis di samping kantorku.” Detektif itu mulai terpancing oleh permainan kata dari Gin.

Di tengah obrolan asyik seperti dua sahabat yang sudah lama tak bertemu, ada seorang gadis kecil yang membawa loyang mengantarkan minuman untuk detektif itu.

“Bagaimana bisa anak dari keluarga Baker yang mempunyai perusahaan roti terbesar di dunia ada di sini?” tanya detektif itu dengan nada yang sedikit kesal.

“Jadi, sudah jelas kan dari mana aku bisa membeli rumah semewah ini,” sahut Gin untuk mempermainkan detektif itu.

“Jangan bohong! Manusia rendah sepertimu pasti menculik gadis kecil itu dan memaksanya untuk ikut denganmu.” Kini detektif terlihat benar-benar kesal dengan Gin.

“Jangan salah, detektif. Walaupun dia terlihat seperti gadis kecil tapi dia lebih tua dariku.”

Duang!

Langsung terdengar suara nyaring yang berasal dari benturan antara kepala Gin dan loyang yang dibawa oleh gadis kecil itu.

“Tidak sopan sekali memberitahu umur seorang wanita kepada orang asing,” ucap gadis itu lalu ia pergi meninggalkan ruang tamu.

Detektif itu mengancam Gin akan mengumpulkan semua bukti kejahatannya dan secepatnya menangkap Gin dengan tangannya sendiri. Namun, sikap Gin terlihat tenang, ia tak gentar dengan ancaman dari detektif itu, malah memberikan semangat kepada detektif itu supaya bisa cepat menangkapnya.

Detektif itu pun mulai sadar kalau dirinya sedang jatuh dalam permainan Gin yang dari tadi selalu memprovokasinya.

“Anda sudah tahu identitas asliku, kenapa Anda tidak mempublikasikannya saja? Sehingga orang-orang yang sangat mencintaiku akan langsung datang mencariku,” ucap Gin kembali memprovokasi detektif itu.

“Jangan pikir saya sebodoh itu Allan, saya ke sini hanya untuk mengunjungi orang yang sudah mati dua tahun lalu.”

Detektif itu beranjak dari sofa lalu pergi mengundurkan diri yang kemudian diantar oleh Rin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status