Share

02. Tanda Cinta

Elora menenangkan diri agar tidak ketakutan. Kalau saja jantungnya berdetak, mungkin sangat berdebat tidak karuhan.

Dia menjelaskan, "Tanda kutukan di dada kamu akan menyebar, dan kamu akan mati dalam tiga bulan lagi."

Damio mengerutkan dahi, curiga. "Bagaimana kamu tahu aku punya tanda kutukan di dada? Tidak ada yang tahu."

"Aku ... aku punya kenalan penyihir juga, tapi dia tidak jelas ada dimana. "

"Kenalan penyihir?"

"Iya..."

"Siapa namanya?"

"Namanya Diosa." Elora hanya bicara ngawur, kenalan yang dimaksud adalah nama pena orang yang menulis novel ini.

Sosok misterius yang belum dia ketahui. Entah bagaimana rupa penulis itu, sekarang malah terjebak di dalam ceritanya. Jadi, dia menyamakan penulis itu sebagai penyihir. Apa mungkin bukunya mengandung sihir?

Dia menambahkan, "Penyihir itu berkata aku harus memberitahumu kalau cara untuk menanggulangi kematianmu adalah dengan membunuh orang yang mengutuk kamu sejak kecil, dia adalah penyihir hitam."

"Siapa?"

"Aku belum yakin, tapi aku tahu cara menemukannya. Kalau kamu mau melakukan perjanjian denganku, maka aku akan mengatakan semuanya."

"Apa maumu?"

"Untuk sementara aku butuh perlindungan dari para pemburu vampire kerajaan. Mereka pasti mengincarku lagi kalau aku keluar dari wilayahmu. Percayalah, aku berguna, aku tahu rahasia semua orang, termasuk kamu."

Damio memandang wajah Elora, dia tidak merasakan kebohongan di ucapannya. Tetapi, dia ingin memastikan, "apa rahasiaku?"

"Kamu anak dari raja sebelumnya, tapi pihak kerajaan menutupi tentangmu karena menganggap kamu anak terkutuk yang lahir dari ibu seorang penyihir. Ibu kamu dibunuh oleh suruhan dari kerajaan, kamu diasuh oleh mendiang Duke Rionn Grim, dan menjadi penerusnya sekarang. Kamu sebenarnya adalah pangeran ke tujuh di kerajaan Lux, pangeran terbuang, Damiano Heinrich Lux."

Damio tersenyum tipis. Tidak mungkin ada orang luar yang mengetahui itu kecuali kepala pelayan, pengawal pribadi, mendiang Duke Rionn Grim yang merupakan ayah angkatnya, serta beberapa orang di kerajaan. Ini adalah aib bagi raja sebelumnya alias sang ayah kandung, jadi sudah jelas akan ditutupi mati-matian.

Elora merinding melihat senyuman itu, takut kepalanya akan ditebas. "Apa?"

"Aneh sekali, kamu tahu tentang itu semua. Tapi, aku percaya ucapanmu, aku jadi ingin tahu rahasia yang lain ..."

"Kalau begitu perjanjiannya?"

"Boleh saja." Damio melonggarkan kancing kemeja atasnya sambil berjalan mendekati Elora.

"Ma... mau apa kamu?" Suara Elora gemetar.

Dia mundur selangkah demi selangkah. Namun, langkah tersebut harus terhenti akibat punggungnya menabrak pohon.

"Kulitmu sangat pucat, pupil mata kamu tidak tenang, berlari dari kejaran pemburu vampire saja kamu sudah kuwalahan begini, kamu pasti belum meminum darah dalam waktu yang lama."

Begitu dada Damio mendesaknya, Elora meneguk ludah. Di dunia nyata, dia hanyalah wanita pekerja keras yang tidak pernah dekat dengan pria. Jadi, dia mudah gugup.

Karena kancing sudah sebagian terlepas, kemeja Damio jadi longgar. Kulit dada atas, sebagian bahu juga terekspos.

Elora tegang. "Aku ... aku ..."

"Aku memiliki darah penyihir, aku kebal terhadap racun vampire, dan aku sangat kuat. Kamu boleh menghisap darahku."

"Tidak. .. eh ... tidak."

Elora terpana melihat senyuman dari bibir Damio, wajah tampannya sulit diterima akal sehat. Kok bisa ada orang setampan ini? Apa karena dia keturunan bangsawan?

" ... kamu pasti tidak bisa menolak aroma ini 'kan? Darah penyihir selalu memabukkan untuk vampire, hisap saja darahku sebagai awal perjanjian kita," ucap Damio dengan suara lirih seperti rayuan iblis.

"Tapi, aku tidak ... bisa ... tidak tahu ..."

Damio mendekatkan wajah mereka. Dia menyentuh pinggiran bibir Elora yang telah terbuka, lalu kembali merayu, "lihat, gigimu sudah tajam, kamu tidak bisa menahannya 'kan?"

Senyum di bibirnya begitu mempesona, aroma darahnya juga terlalu menggoda, Elora tak tahan lagi, dia bisa gila kalau terlalu lama menolak.

Dia berjinjit, langsung menarik bahu Damio sampai menunduk sedikit. Dengan penuh nafsu predatornya, ia menggigit leher pria itu.

Damio bisa merasakan hisapan Elora yang begitu kelaparan. Rasa nyeri hanya berlangsung sesaat, setelah itu tubuhnya merasa panas, seperti terbakar gairah.

Aneh memang, ia tidak mengerti. Apa begini rasanya digigit oleh vampire? Kenapa dadanya sampai berdebar?

Dia mengelus rambut Elora, lalu berbisik, "pelan-pelan saja, darahku milikmu, Elorayna Lorelei Celissia Vesper."

Sebutan nama itu menyadarkan haus darah Elora. Dia sudah terlalu banyak meminum darah Damio, jadi melepaskan giginya.

Bekas darah masih membasahi bibirnya. Dia bertanya, "bagaimana kamu tahu namaku? Apa itu nama lengkapku?"

Dia tidak ingat nama lengkap Elora adalah Elorayna Lorelei Celissia Vesper. Apa iya?

Di novel hanya disebutkan nama Elora, si vampir dari daratan Vesper yang berlarian di hutan menghindari kejaran para pemburu dari kerajaan. Apa ada bab yang terlewat, belum dia baca?

"Elora, saat digigit vampire, seorang penyihir pasti mengetahui nama dari vampire itu. Vampire itu berbahaya, abadi dan kuat, nama bagi vampire adalah hal sakral, terutama Vampire Vesper sepertimu yang konon susah dimusnahkan, kalian biasanya disegel asal tahu nama lengkap."

Elora kaget dan takut. Apa ini alasannya dia diperbolehkan menggigit barusan? Agar bisa mengetahui nama lengkapnya? Kenapa dia tidak tahu ada penjelasan semacam ini? Apa ada bab tentang legenda Vampire Vesper di novel?

Damio tersenyum. Dia mengambil sapu tangan putih dari saku celananya, kemudian mengusap bekas darah di bibir Elora. "Tapi itu hanya untuk menghadapi vampire kuat saja, tidak untuk vampire kecil, lemah, penakut sepertimu."

Elora ingin menangis. Dia takut dengan senyuman Damio, suaranya, tatapannya, dan juga ejekannya barusan.

Di hadapan Duke berbahaya itu, dia tak berdaya, bagaikan anak itik di depan singa. Padahal baru saja meminum darah, tapi rasanya lemas sekali.

Usai membersihkan bibir Elora, Damio membersihkan sisa darah di lehernya. Di sekitar bekas gigitan ada tanda kecil seperti tatto yang bertuliskan Elorayna.

"A ... Apa itu?" Elora tidak mengerti.

Damio meraba kulit sekitar gigitan Elora, dia bisa merasakan adanya tanda itu. Dia tersenyum lagi. "Oh, ini tanda cinta. Kamu rakus sekali, menghisap darahku sampai meninggalkan tanda? Apa darahku semanis itu sampai kamu tandai?"

"Hah? Aku tidak tahu vampire bisa menandai ... tidak-tidak, seharusnya tidak ada ...." Elora sangat yakin di novel yang dia baca, korban gigiran para vampire semuanya tewas tanpa tanda.

"Vampire biasa tidak bisa memberikan tanda, tapi Vampire Vesper bisa. Kenapa kamu tidak tahu hal seperti itu— oh, jangan-jangan, aku yang pertama untukmu?" Damio tersenyum tipis, suaranya makin lirih seolah-olah sedang menggoda Elora.

Elora meneguk ludah, gugup. Dia masih bisa merasakan manis darah Damio yang bagaikan madu di mulutnya.

Karena dia diam saja, Damio menggoda, "jangan tegang, ini juga pertama kalinya aku digigit, dan langsung ditandai begini."

"Itu ... aku ... aku tidak bermaksud. Aku tidak tahu ...."

"Perjanjian kita sudah terjadi, aku akan melindungimu dari pemburu vampire, kamu juga berhak menghisap darahku semaumu, tapi imbalannya kamu harus membantuku melawan musuh-musuhku yang ingin aku mati."

"Iya, Tuan—" Elora bingung memanggilnya apa, sebutan itu keluar saja dari mulutnya. Memang apa panggilan untuk bangsawan?

"Tuan? Kamu boleh memanggilku Damio, Elora. Kita saling memiliki mulai sekarang."

Elora tegang. Kenapa rasanya Damio seperti sengaja menjebaknya?

Dia bagaikan anak kecil yang termakan bujuk rayu penculik, bedanya dia dijebak bukan dengan permen melainkan darah.

Dalam hati, dia membatin, 'gawat. Apa aku salah pergi kesini?'

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Elora keliatan polos banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status