"Waw, ini pertama kalinya aku melihat mansion di tengah hutan."
Sebagai orang biasa, hidup di kehidupan normal bermasyarakat modern, Elora terus dibuat takjub dengan apa yang dilihatnya, terutama mansion Grim, rumah besar yang dihuni oleh Duke.Bangunan megah itu memiliki dua pilar utama yang dirambati oleh tanaman benalu dengan bunga-bunga ungu kecil, di lantai atas terdapat balkon yang juga penuh oleh tanaman merambat.Sebenarnya, hampir seluruh tembok telah dirambati tanaman serta lumut, nyaris seperti menyatu dengan alam. Jadi, tidak jelas apa warna asli tembok luar mansion itu.Di depan pintu, terlihat ada dua orang, satunya pemuda berambut coklat keemasan, satunya pria tua yang memakai seragam pelayan lengkap dengan bros perak berbentuk lambang keluarga Grim di dadanya.Damio memperkenalkan mereka. Dia lebih dahulu menunjuk ke si pria tua, "Elora, ini kepala pelayan di rumah ini, namanya Haervis." Kemudian dia beralih menuding ke pemuda dengan sorot mata datar tadi. "... ini pengawal pribadiku, Fionnan."Sang kepala pelayan membungkuk sedikit di hadapan Elora, sementara pemuda itu hanya menunduk sedikit—dia sepertinya curiga.Damio kembali bicara, "ini Elora, mulai sekarang, dia akan tinggal bersama kita. Kalian juga pasti sudah sadar kalau dia vampire dari daratan Vesper, tapi jangan khawatir, dia sangat lemah, tidak membahayakan sama sekali."Elora menatap Damio. Dia kembali takut.Entah kenapa, perasaannya makin tidak enak di rumah ini. Di novel tak dijelaskan lebih lanjut tentang sosok Duke Damiano Grim, karena dia hanyalah karakter sampingan.***Elora menghabisnya waktu sore dengan berendam air hangat, membersihkan tubuh.Usai mandi, dia memakai gaun tidur kasual. Gaun selutut berwarna putih berbahan sutra itu memiliki renda. Alhasil, Elora kelihatan begitu cantik dan feminin sekarang."Aku masih tidak percaya ini terjadi. kok bisa? Apa aku mati? Aku tidak ingat apa-apa." Dia bicara sendiri sambil duduk di pinggiran ranjang, lalu memperhatikan sekitar.Suasana kamar mewah ini agak redup, lampu utama telah dimatikan, sehingga tingga penerangan dari lampu di meja-meja.Perabotan di sini serba kayu terhias oleh ukiran indah bernilai seni tinggi, jendela-jendela tinggi terpasang tirai putih lembut. Indah dan mewah."Jadi begini rumah seorang bangsawan? aroma udaranya saja berbeda ..." Elora masih kikuk dan grogi melihat semua barang di sini. Dia mengusap-usap hidungnya, "... ini barusan harum, kenapa jadi bau manis lagi?""Mungkin karena kamu mencium darahku.""Ah!" Elora menoleh kaget.Ternyata, Damio sudah berdiri di ambang pintu kamar yang terbuka. Seperti biasa, langkahnya tak terdengar, seperti angin lewat."Apa aku mengagetkanmu? Maaf, kamu harusnya menutup pintu dengan benar. Apa kamu sengaja ingin diintip seseorang?" kata pria itu sambil berjalan masuk, dan menutup pintu.Dia mendekat, seenaknya duduk di tepian ranjang pula, tepat di sebelah Elora.Elora pindah posisi duduk lebih jauh. Akan tetapi, Damio terus mendekatinya.Senyum misterius mengembang di bibir pria bangsawan itu. Senyuman yang sukses membuat Elora terpesona sekaligus ketakutan lagi.Pria itu bertanya, "Kenapa tegang sekali? aku tidak berencana menyakitimu . Kita sudah melakukan perjanjian, jadi kamu aman denganku.""Aku tidak bodoh, aku harus tetap waspada, kamu berbahaya."Mendengar itu, Senyuman Damio perlahan menjadi seringai, makin menegangkan untuk dilihat.Dia mencubit dagu Elora, lalu menyindir lirih, "Kamu sudah tahu aku berbahaya, tapi kamu tetap nekad masuk wilayahku. Apa namanya kalau bukan bodoh?"Elora menjauhkan wajahnya, namun tak berani menepis jemari Damio dari dagunya.Damio berbisik lagi, "tapi tidak apa-apa, seseorang kalau putus asa cenderung bertindak bodoh. Kamu takut para pemburu vampire kerajaan, jadi kamu mencari perlindungan kepadaku. Nekad, tapi cukup pintar."Saat wajah Damio makin dekat, gelora aneh dalam diri Elora bangkit. Antara insting vampire yang tergoda oleh darah pria itu, juga sisi wanitanya yang terbuai dengan ketampanannya.Aroma darah pria itu mulai merambat dari hidung ke kepalanya. Dia memohon, "Tolong menjauhlah sedikit dariku.""Kenapa?""Aku tidak tahan.""Apanya?"Elora tidak menjawab, rasanya ingi menerkam Damio saat ini juga.Sentuhan Jari Damio beralih dari dagu ke pinggiran bibir Elora. Dia menekan bibir bawah wanita itu, melihat gigi taring mungilnya.Dia tersenyum, lalu menggoda lagi dan lagi, "aku tahu kamu belum puas tadi. Kamu mau lagi? mau darahku lagi, iya 'kan?"Elora meneguk ludah, mulutnya sudah sedikit terbuka. Pandangan matanya megarah ke leher mulus Damio.Damio makin mendekatkan wajah mereka. Dia berkata, "aku sudah bilang 'kan, kamu boleh menghisap darahku kapanpun.""Tapi ... kamu nanti ...""Aku kuat. Kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan dahaga vampire kecil sepertimu, tidak akan membuatku lemas sama sekali."Elora benar-benar dibuat gila dan mabuk kepayang oleh pria ini. Akal sehatnya perlahan lenyap kalau sudah terlalu tergoda.Damio mendekatkan bibir di telinga Elora. Dia juga bisa mecium aroma harum khas sabun mawar mengelilingi leher wanita vampire ini."Gigit saja aku, puaskan dahaga kamu malam ini," bisiknya penuh rayuan.Elora bimbang. Bagaimana kalau dia kecanduan darah Damio? Apa nantinya bisa diperbudak?Tetapi, dia sudah tak kuat menahan ini, jadi dia kembali menggigit leher Damio di sekitar gigitannya tadi siang.Karena terlalu semangat, dia sampai mendorong Damio hingga jatuh terbaring di atas ranjang.Elora menindih dada keras Damio, makin nempel ke leher pria itu. Dia kelihatan seperti vampire yang belum minum selama berabad-abad.Damio tersenyum, sambil mengelus rambut panjang Elora. "Kamu liar sekali malam ini."***Keesokan harinya ...Elora bangun dari tidurnya. Di novel memang dijelaskan kalau vampire dari daratan Vesper sangat sempurna, selain fisik mereka hebat, tahan matahari, mereka juga bisa berbaur layaknya manusia, seperti tidur, makan dan lain-lain.Karena itulah, Elora terlihat seperti manusia biasa sekarang, gigi taringnya sudah tak runcing lagi. Kalau tidak sedang tergoda akan darah ataupun terancam, gigi taring vampire akan menyusut."Apa yang kulakukan semalam ... oh!" Dia menoleh ke samping. Ternyata, di atas ranjang yang sama, di bawah selimut yang sama, dia telah tidur bersama Damio."Pagi, Vampire Kecil~" Sapa Damio dengan suara malas. Matanya masih enggan terbuka, rambutnya pun berantakan seperti sudah diacak semalaman.Selain itu, Kancing atas kemeja putih yang dipakainya telah lepas. Karena baju itu longgar, tanda kutukan lingkaran hitam di dada atas kirinya sedikit kelihatan."Apa ... apa yang terjadi? Kenapa kamu tidur denganku!" Elora panik, memperhatikan diri, sedikit
Setelah membersihkan diri, berganti pakaian dengan gaun cantik ala bangsawan, Elora keluar dari kamar—dan sudah disambut oleh dua pelayan wanita kembar.Dia tidak mengerti. Sebagai vampire, harusnya seluruh inderanya bekerja dengan baik, tapi kenapa punyanya sangat tumpul? Kenapa indera penciumannya hanya tajam ke Damio? Apa dia memang vampire bodoh? kalau benar, pantas saja jadi tumbal di adegan prolog.Pelayan satu, yang bermata hitam menyambut, "Nona Elora, selamat pagi, saya Mina."Saudarinya yang bermata coklat terang ikut memperkenalkan diri, "saya Mita, Nona."Elora bersyukur bisa membedakan mereka lewat warna mata. Dia bertanya, "berapa banyak pelayan disini?""Hanya kami, Nona.""Apa? Tapi rumah ini besar, memangnya manusia biasa ... Maaf, maksudku, kalian tidak capek?""Kami semua yang bekerja untuk Tuan Damio memiliki darah serigala, Nona. Kami punya fisik yang kuat, jadi bukan masalah. Lagipula, Tuan Damio tidak percaya orang luar."Elora melongo. Ini artinya mereka semua,
Setelah dikenalkan dengan banyak ruangan di kediaman Grim, Elora masuk kamar, lalu menghempaskan diri di atas ranjang empuk."Aaah ... capeknya ... memangnya vampire bisa capek ya? kenapa aku lemah sekali?" ucapnya sambil memandangi langit-langit kamar yang terhias oleh lampu bertabur berlian.Dia berbicara lagi, "lampunya pasti mahal itu, ranjang ini juga empuk sekali, spreinya harum, pasti sudah diganti. Apa begini rasanya jadi bangsawan?"Dia teringat lagi pada perannya yang hanya karakter sampingan di novel. Sebagai penikmat buku genre romansa fantasi, dia miris harus terjebak di tubuh ini."Dulu aku mengkhayal gimana rasanya jadi anaknya Duke, lalu jadi istri putra mahkota, tapi kenapa malah terjebak di tubuh vampire lemah begini?" ucapnya.Kepalanya menggeleng, rasanya jahat sekali dia. Padahal, tubuh yang dia tempati ini cukup manis dan cantik.Dia terus bicara sendiri, "Tidak, tidak, maafkan aku, Elorayna, aku tidak bermaksud mengejekmu. Aku masih bingung, kok bisa aku di tub
Halaman belakang kediaman Grim begitu indah dan segar. Banyak sekali bunga-bunga mawar putih tumbuh subur membentuk pagar alami yang memisahkan rumah itu dengan hutan di belakangnya.Indah sekali. Pemandangan ini membius mata Elora. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seindah ini.Ada meja-kursi taman yang terbuat dari besi berlapis perak ada di dekat situ.Damio menarik salah satu kursi sambil mempersilakan, "silakan."Elora menatapnya. Dia baru sadar, sejak kemarin, sikap Damio makin membaik. Dia diperlakukan seperti seorang Lady, padahal dia hanyalah vampire asing."Terima kasih." Dia duduk di kursi yang dipilihkan oleh Damio. Agak gugup. Damio tersenyum tipis.Melihat senyuman seorang bangsawan itu, Elora jadi tegang. Ini tidak masuk akal. Kenapa Damio tampan sekali? Tidak adil. Apa dia reinkarnasi dewa?Damio bertanya, "Kenapa melihatku terus begitu?" "Kamu yang melihatku terus," balas Elora masih gugup.Obrolan mereka terhenti akibat kedatangan kepala pelayan, Haervis, yang m
Damio menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada Elora. Dia masih menunjukkan senyum misteriusnya.Elora tak tahu harus terpesona atau ketakutan. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis dari pria manapun. Selain itu, kepalanya mendadak berputar-putar akibat mencium aroma pemikat ini lagi.Iya, ada goresan kecil di jari telunjuk Damio sehingga membuatnya berdarah.Elora memalingkan pandangan. "Kamu sengaja ya membuat dirimu terluka?""Kamu bicara apa? Ini ambil bungaku, kamu tidak mau menerima bungaku?" Damio pura-pura tak mengerti ucapan Elora. Dia jelas sedang menggoda vampire itu dengan tetesan darahnya."Tidak mau."Damio memegangi pundak Elora. Dia membungkuk sedikit agar bisa berdekatan dengan telinga wanita itu, lalu mengancam, "ambil bunganya atau aku akan menyerahkanmu ke tentara kerajaan?"Ancaman itu paling ditakuti oleh Elora. Dia sangat lemah. Hidupnya pasti berakhir mengenaskan kalau sudah bertemu pemburu vampire.Dia mengambil bunga itu meskipun sambil menutup h
Tunangan?Siapa tunangan siapa?Apa maksud ucapan Damio barusan?Elora mematung sambil menatap Damio di sebelahnya. Dia tidak bisa berkata apapun saking syoknya. Tunangan pria itu bilang? Tunangan? Seorang Duke, seorang bangsawan, tunangan dengan vampire tidak jelas? Apa mungkin cerita di novel bisa berubah sangat drastis begini?Sir Gregorri kelihatan bingung. Dia bertanya, "maaf, Duke, saya dengar anda akan bertunangan dengan Lady Eizabell, putri dari Marquess Raeven?""Tidak cocok." Damio tersenyum tanpa dosa. Dia mengerti, saat ini pembantaian keluarga Marquess Raeven belum terdengar.Tiba-tiba, pengawal pribadi Damio, Fionnan, datang— dan menghadang mereka semua. Dia tengah memegang pedang, bersiap melindung Damio.Sir Gregorri kaget. Desas-desus mengatakan kalau kekuatan Fionnan dan keahlian berpedangnya sudah setara dengan jenderal perang kerajaan. Wajar saja saja, dia bergidik ketakutan.Damio menenangkan, "Fio, tolong mundur, jangan menakuti Sir Gregorri."Fionnan mundur. Te
Elora berdiam diri di dalam kamar dengan perasaan tidak menentu. Hatinya masih tidak bisa tenang usai mendengar semua perkataan Damio. Apa maksudnya ingin bertunangan dengannya? Masa iya cuma menggantikan peran Lady Eizabell?Tidak mungkin.Apa jangan-jangan pria itu punya niat lain yang mengerikan? Atau malah ingin menjebaknya?Dia melihat dirinya sendiri di cermin meja rias. Kalau dibandingkan dengan dirinya yang ada di dunia nyata, sosok Elora si Vampire Vesper ini lebih menarik. Wajah sangat imut, rambut coklat lurus memanjang hingga punggung, lalu kulit putihnya sedikit pucat, tetapi tetap menawan."Tidak mungkin dia menyukaiku," kata Elora.Sekalipun sosok vampire-nya ini menarik hati, tapi seorang bangsawan takkan tertarik dengan yang beginian. Iya, seharusnya Damio sudah sering melihat wanita cantik di kerajaan.Apa jangan-jangan ini untuk membantunya tadi? Sir Gregorri curiga padanya, apa itu alasan agar membuat para pemburu tidak curiga?Tiba-tiba, pintu diketuk oleh seseor
Selama seharian, Elora tak melihat Damio. Entah kemana priabitu, tapi dia sudah disibukkan dengan berbagai pelatihan tata Krama bangsawan.Dia diajari oleh Isadora, seorang guru tata krama wanita dari kerajaan. Wanita paruh baya itu menepuk punggung Elora dengan pukulan kayu tipis saat posisi duduknya loyo."Nona, tetap tegak saat duduk," katanya.Elora mulai membiasakan diri menulis sambil duduk dengan tegak. Dia sedang mengerjakan soal matematika dasar yang diberikan. Seluruh pertanyaan yang diberikan terlalu mudah— seperti pelajaran anak SD. Hanya sebatas, penjumlahan, perkalian, akar kuadrat dan lain-lain."Ini saja pertanyaannya?" tanya Elora memastikan. Dia sudah menyelesaikan semua.Isadora menjawab, "iya, Nona. Ini adalah tes untuk menilai tingkatan berapa seorang Lady itu.""Tingkatan?""Kecerdasan wanita bangsawan harus diukur juga, untuk bangsawan Duke harus mendapatkan minimal seorang Lady dengan kecerdasan di tingkat dua ke atas. Ada empat tingkatan kecerdasan wanita bang