Keesokan harinya ...
Elora bangun dari tidurnya.Di novel memang dijelaskan kalau vampire dari daratan Vesper sangat sempurna, selain fisik mereka hebat, tahan matahari, mereka juga bisa berbaur layaknya manusia, seperti tidur, makan dan lain-lain.Karena itulah, Elora terlihat seperti manusia biasa sekarang, gigi taringnya sudah tak runcing lagi. Kalau tidak sedang tergoda akan darah ataupun terancam, gigi taring vampire akan menyusut."Apa yang kulakukan semalam ... oh!" Dia menoleh ke samping. Ternyata, di atas ranjang yang sama, di bawah selimut yang sama, dia telah tidur bersama Damio."Pagi, Vampire Kecil~" Sapa Damio dengan suara malas. Matanya masih enggan terbuka, rambutnya pun berantakan seperti sudah diacak semalaman.Selain itu, Kancing atas kemeja putih yang dipakainya telah lepas. Karena baju itu longgar, tanda kutukan lingkaran hitam di dada atas kirinya sedikit kelihatan."Apa ... apa yang terjadi? Kenapa kamu tidur denganku!" Elora panik, memperhatikan diri, sedikit lega baju tidurnya masih utuh."Mau bagaimana lagi, kamu posesif sekali, tidak mau melepas leherku. Aku sampai kelelahan, jadi tidur disini."Elora sadar semalaman telah menikmati darah pria itu. Dia mengusap bekas darah kering di bibirnya. "Apa yang kulakukan ..."Damio masih bisa tersenyum. Sensasi gigitan Elora semalam jauh lebih menggairahkan ketimbang kemarin siang. Dia jadi yakin kalau ada sesuatu dalam diri wanita vampire ini— dan dia makin penasaran dengannya.Aneh sekali, untuk seorang penyihir yang biasa menebas leher vampire, dia malah ketagihan digigit Elora. Apa karena dia adalah vampire vesper yang istimewa? Atau ada alasan lain?Elora takut dipandangi begitu. Dia merasa bersalah. "Apa? Kenapa melihatku begitu? Maaf, aku ... aku minta maaf kalau keterlaluan, aku tidak sadar, pikiranku seperti berkabut, tapi sekarang aku sudah sadar ... tolong jangan membunuhku.""Kenapa kamu ini selalu takut aku bunuh? Aku ini ingin melindungimu.""Kamu tidak marah?""Karena semalam? Tidak.""Tapi, kamu sampai ...""Lelah? Tidak, kok, aku cuma alasan saja. Aku ingin tidur denganmu semalam.""Hah?" Elora malu, pipinya memerah padam. Apa pendengarannya benar? barusan seorang Duke Damiano Grim yang di deskripsi novelnya terkenal kejam, tidak berperasaan, seperti ini?Saking bingungnya, Elora sampai berpikir apa ia sudah diperdaya? apa darah Damio itu memilik unsur sihir sehingga dia berada dalam pengaruh guna-guna?Damio bangun, kemudian mengancingkan lagi kemejanya lagi, kemudian merapikan rambut dengan jemari tangannya.Dia bergumam, "kamu liar banget semalam, tapi aku menyukainya, apalagi saat ...""Saat apa?"Damio menyentuh dagu Elora, lalu menekannya hingga bibirnya sedikit terbuka. Dia melanjutkan, " ... saat kamu menggunakan lidahmu yang mungil ini untuk menjilati sisa darah di leherku."Sekujur tubuh Elora merinding dan tegang. Dia menahan diri agar tidak terbuai oleh Damio, takut jatuh cinta.Bagaimana pun, di novel ini, dia adalah vampire, vampire tidak punya masa depan, vampire hanyalah monster dalam kehidupan manusia.Selain itu, tiga bulan lagi— Damio akan jatuh cinta pada orang lain. Hatinya akan berakhir patah.Tetapi, kenapa? Kenapa pria ini sensual sekali? Ini tidak adil. Bagaimana bisa dia bertahan melawan godaan sekuat Damio?"Kenapa kamu mendadak kepikiran begitu? Kamu mikir apa?" Damio heran."Tidak apa." Elora memalingkan wajah sambil menurunkan tangan Damio dari dagunya. Dia memohon dengan sopan, "sebaiknya jangan melakukan ini lagi.""Ini lagi?""Tidur di kamar wanita asing. Kamu akan bertunangan dengan wanita bangsawan tiga bulan lagi 'kan?""Aku tidak mengira kamu tahu hal itu juga. Apa berkat ucapan penyihir bernama Diosa ini?""Iya.""Marquess Raeven memang menawarkan putrinya untukku, tapi aku belum tentu menerima pertunangan ini— kami perlu bertemu.""Mungkin kamu akan marah padaku jika aku mengatakan ini, tapi penyihir hitam yang mengutukmu saat bayi, membuatkanmu racun yang mempercepat kutukannya, akan datang tiga bulan lagi bersama calon tunanganmu, Lady Eizabell Raeven."Damio tersenyum. Dari raut wajahnya, dia malah kelihatan lega. "Begitu ya ...""Cuma aku belum tahu siapa penyihirnya, yang aku baca—maksudku yang aku dengar dari penyihir Elisse, salah satu di antara orang yang datang kesini adalah orangnya.""Apa Lady Eizabell mengetahui ini?""Justru dia yang ingin mengkhianatimu. Intinya ..." 'kamu akan mati setelah dimanfaatkan, kematianmu tidak akan berdampak apapun karena kamu hanyalah karakter sampingan', lanjut Elora dalam hati.Dia menatap Damio, lalu melanjutkan, "kamu akan mati karena kutukan itu, Lady Eizabell ingin menguasai wilayah ini."'Untuk mendukung rencananya mendapatkan cinta sang raja', lanjut batin Elora. Dia tak sampai hati harus mengatakannya kepada Damio."Oh menarik." Damio tidak kaget sama sekali, malah main tersenyum. Dia menatap Elora dengan sorot mata misterius, lalu berucap, "Kamu bicara sangat buruk tentang calon tunanganku, kamu bisa aku bunuh, loh.""Kan tadi aku bilang kamu pasti marah, aku tahu kamu pasti tidak percaya, tapi ini sungguhan. Kita bisa menunggu tiga bulan lagi.""Kalau begitu aku akan membatalkan rencana pertunangan kami saja.""Itu tidak mungkin ...""Kenapa?""Entahlah, aku merasa kamu ditakdirkan bersama Lady Eizabell, maksudku ..." Elora tak sanggup melanjutkan. Dia tidak bisa mengatakan begitu saja kalau Damio nantinya akan jatuh cinta kepada wanita itu.Karena Damio hanya karakter sampingan, di novel dia hanya dijelaskan sedikit, bahkan tak punya dialog.Diceritakan setelah bertemu Lady Eizabell, lalu menghabiskan waktu bersama, mereka lebih dekat. Damio menjadi lebih lembut. Bukankah itu artinya dia jatuh cinta?"Sudahlah, aku akan pergi sebentar, kamu mandi saja, lalu sarapan. Pagi ini aku akan melewatkan sarapan, Haervis akan menjagamu," kata Damio sambil turun ranjang."Kamu mau kemana?""Rahasia.""Rahasia?"Damio tersenyum kepada Elora, lalu pergi keluar kamar tanpa mengatakan apapun.Dalam hati, Elora penasaran, mau kemana pria itu setelah mendengarkan ceritanya barusan? Apa dia tidak marah setelah diberitahu kalau calon tunangannya akan berkhianat?***Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep