Setelah dikenalkan dengan banyak ruangan di kediaman Grim, Elora masuk kamar, lalu menghempaskan diri di atas ranjang empuk.
"Aaah ... capeknya ... memangnya vampire bisa capek ya? kenapa aku lemah sekali?" ucapnya sambil memandangi langit-langit kamar yang terhias oleh lampu bertabur berlian.Dia berbicara lagi, "lampunya pasti mahal itu, ranjang ini juga empuk sekali, spreinya harum, pasti sudah diganti. Apa begini rasanya jadi bangsawan?"Dia teringat lagi pada perannya yang hanya karakter sampingan di novel. Sebagai penikmat buku genre romansa fantasi, dia miris harus terjebak di tubuh ini."Dulu aku mengkhayal gimana rasanya jadi anaknya Duke, lalu jadi istri putra mahkota, tapi kenapa malah terjebak di tubuh vampire lemah begini?" ucapnya.Kepalanya menggeleng, rasanya jahat sekali dia. Padahal, tubuh yang dia tempati ini cukup manis dan cantik.Dia terus bicara sendiri, "Tidak, tidak, maafkan aku, Elorayna, aku tidak bermaksud mengejekmu. Aku masih bingung, kok bisa aku di tubuh kamu? kalau aku di tubuh ini, terus jiwa kamu di mana? Seingatku setelah membaca novel, aku tidur, dan kemudian bangun di hutan. Apa ini mimpi? Tapi, mana ada mimpi nyata begini?"Tak berselang lama, pintu kamarnya dibuka seseorang. Sontak saja, dia menoleh cepat.Elora kaget. "Damio, kenapa kamu selalu masuk ke kamarku tanpa mengetuk dulu.""Kan kemarin aku sudah bilang, ini salahmu tidak mengunci pintu.""Kuncinya saja tidak ada, bagaimana cara menguncinya?"Damio tersenyum mendengar omelan Elora, menurutnya itu lucu. Dia heran, kok bisa ada vampire semanis dan sepolos ini?Tidak mungkin."Kenapa kamu malah senyum-senyum?" Elora masih takut kalau pria itu senyum terus, merasa seperti akan terjadi sesuatu yang buruk. Tengkuknya saja sampai merinding.Vampire itu adalah predator, tapi dia malah takut dengan sosok manusia setengah penyihir seperti Damio yang sebenarnya adalah 'mangsa'."Ayo ikut aku, jalan-jalan di halaman belakang, aku menanam banyak bunga di sana, aku juga ingin bicara banyak hal denganmu," ajak Damio dengan suaranya yang lembut.Suara pria itu dipenuhi oleh rayuan maut yang mustahil ditolak Elora. Dia berdiri tanpa disadari, lalu berjalan bersama keluar rumah.Penasaran, dia menoleh ke Damio yang berjalan di sebelahnya. Dia lagi-lagi terpesona akan keindahan pria itu.Iya, seperti patung yang dipahat sempurna, lalu diberi nyawa. Ketampanannya tidak masuk akal.Masa iya bangsawan semua seperti ini? Apa karena pengaruh deskripsi berlebihan dari penulis wanita yang selalu mengkhayalkan pria sempurna?Tanpa melihat, Damio sadar kalau diperhatikan. Dia bertanya, "kenapa menatapku terus? Mau minum darahku lagi?""Bukan, maaf. Aku cuma heran, kenapa aku menurut sekali padamu? Apa kamu melakukan guna-guna padaku? Apa darah penyihir itu mengandung sesuatu yang mempengaruhi pikiran vampire?"Damio seperti ingin tertawa. Dia berhenti berjalan, lalu menoleh ke Elora. "Aku tahu kamu vampire yang polos cenderung bodoh, dan berbeda, tapi aku tidak mengira, kamu ternyata sangat bodoh."Ekspresi wajah Elora berubah datar, agak kesal. Dari kemarin, pria ini suka sekali meledeknya lemah, tidak berdaya, kelaparan, bodoh, dan sekarang sangat bodoh?Damio tersenyum, lalu mengelus kepala Elora dengan lembut. "Maaf, jangan cemberut. Kamu menuruti perkataanku mungkin karena menyukaiku.""Tidak.""Masa?"Tidak mungkin."Damio betah memandangi Elora. Hati yang biasanya terasa dingin, entah mengapa pagi ini terasa hangat.Elora akhirnya menepis tangan Duke dari kepalanya. "Jangan menyentuhku, kamu jahat dan menakutkan.""Jangan begitu. Aku bukannya jahat, aku heran denganmu. Kamu ini vampire, terlebih lagi vampire dari daratan Vesper, kalian ini legenda hidup karena kebal matahari. Tapi, kamu malah seperti tidak tahu apapun tentang dirimu sendiri.""Memang.""Apa?""Mmm ... maksudnya aku tidak terlalu ingat diriku, aku tidak tahu." Elora asal bicara saja karena memang tidak memiliki memori apapun tentang Vampire Elora."Hilang ingatan?""Seperti itu mungkin."Mendadak, senyuman Damio lenyap dari bibirnya. Dia berubah serius dan cemas. "Apa yang kamu lakukan di kota? Aku tadi keluar sebentar menyelinap ke kota, kudengar ada Vampire Vesper yang melarikan diri dari rumah bangsawan. Itu pasti kamu 'kan?""Aku? apa iya?""Ingatan terakhir kamu apa?""Aku berlari di hutan, dikejar para pemburu vampire dari kerajaan.""Aneh sekali.""Aku juga tidak tahu." Elora mengerti kenapa ingatan Elorayna si Vampire Vesper hanya sebatas itu.Dia ditulis di novel hanya di bagian prolog— itupun langsung mati. Penulis juga tidak menjelaskan apapun sampai akhir cerita.Damio masih kelihatan cemas. Dia sendiri juga tidak mengerti, mengapa sosok Elora sangat mempengaruhi pikirannya sekarang? Untuk apa dia cemas? Apa karena mereka melakukan perjanjian sekarang?"Dia berkata, "Tenang saja, aku akan menyuruh Fionnan mencari tahu tentangmu di kota. Mungkin saja ada informasi yang belum kudapatkan. Kalau kamu dalam bahaya, aku harus tahu siapa musuh kamu."Elora terkejut dengan perhatian pria ini. Dia menolak, "kamu tidak perlu mencari tahu tentangku. Untuk apa kamu buang-buang waktu untukku? Justru sekarang yang dalam bahaya itu kamu.""Tidak lagi." Damio membuka beberapa kancing atas kemeja yang dia pakai."Mau apa?"Pria itu menunjukkan kalau dada atas kirinya telah mulus kembali. Iya, tanda lingkaran hitam yang merupakan kutukannya telah lenyap."Damio? Itu artinya kutukannya hilang? Kok bisa?"Damio menyeringai mengerikan. Dia berkata, "Aku sudah menghabisi semua orang di kediaman Marquess Raeven, termasuk Lady Eizabell."Elora melotot kaget. "Kenapa semuanya kamu bunuh!""Kamu sendiri tidak tahu yang mana, tapi salah satu dari orang terdekat Lady Eizabell 'kan, ya sudah, kubantai semua dengan Fionnan tadi pagi. Aku tak suka buang-buang waktu.""Kamu sudah gila.""Kamu benar, Elora— tanda kutukanku hilang, artinya salah satu dari mereka pelakunya."Elora meneguk ludah. Dia tidak pernah merasa setakut ini pada seseorang. Ternyata Duke Damiano Grim segila dan sekejam ini?Tunggu sebentar, kalau Lady Eizabell yang seorang antagonis utama di novel malah mati, terus siapa antagonisnya sekarang?Damio tersenyum manis seolah-olah tak melakukan hal yang salah.Melihat senyuman itu, Elora merinding, ingin kembali pulang ke dunia asalnya.***Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep