Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.
Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.
Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.
“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.
“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.
Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.
Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia bantu saja membukakan pintu rumah itu untuk mereka.
Setelah masuk ke dalam rumah, Emma menunjukkan kepada tukang kunci itu kondisi di ruang tamu. Terutama pada beberapa potret keluarga yang tergantung di dinding.
Si tukang kunci itu melirik Lucas dengan sedikit rasa ingin tahu. Terlihat jelas penampilan Lucas jauh berbeda dengan pria yang ada di foto bersama Emma di dinding itu.
Setelah itu, ia pun melirik ke arah Emma dengan tatapan curiga yang sama.
“Apa?” tanya Emma.
“Jangan bilang Anda sedang memiliki sengketa hukum dengan suami Anda dan diharuskan menjauh dari rumah ini. Kalau itu kasusnya, aku bisa mendapat masalah karena membantu Anda masuk ke dalam rumah ini,” kata si tukang kunci.
Emma segera menurunkan semua foto-foto yang terpajang di dinding itu, semua foto-foto yang ada Victor di dalamnya.
“Kami baru saja bercerai pagi ini, dan belum selesai mengurus masalah pembagian harta. Kebetulan saja kunci rumah yang aku pegang tertinggal di kamar. Si pecundang sialan itu mengunci rumah karena kebetulan saja dialah orang terakhir yang meninggalkan rumah pagi ini.”
Namun begitu, si tukang kunci masih merasa ragu. Karena itu, Emma bergegas ke arah tangga menuju kamarnya di lantai dua.
“Hey!” Si tukang kunci memanggilnya. “Anda tak bisa seenaknya saja...”
Namun tidak lama kemudian, Emma kembali menemui tukang kunci itu dan menunjukkan kunci rumah yang ditinggalkannya.
Setelah itu, Emma mulai sibuk menjelaskan segala sesuatu tentang kunci itu, tentang gantungan yang dihiasi dengan inisial namanya, dan juga tentang semua detail lain yang sama sekali tidak ada pentingnya bagi si tukang kunci itu.
Pada akhirnya, si tukang kunci itu pergi begitu saja, merasa tidak sanggup menerima semua omelan yang keluar dari mulut Emma.
Emma yang frustrasi dan kesal membanting pintu begitu tukang kunci keluar dari rumahnya.
“Dasar tukang kunci sialan!”
Dia segera duduk di sofa sambil memijat keningnya, menjadi semakin tidak sabar, tak senang karena bilang dia harus kembali tinggal bersama Victor di rumah itu.
“Apa kau akan menyuruhku untuk tinggal di rumah ini lagi bersama pecundang itu?” tanya Emma pada Lucas
“Itulah mengapa kita perlu menyelesaikan masalah ini secepatnya,” jawab Lucas, bahkan tidak menunjukkan sedikitpun kepedulian terhadap rasa frustrasi Emma.
Emma terus berbicara pada dirinya sendiri, sesekali menggerutu dan mengomel sembari melepas sepatu stilettonya. Meski tadi Lucas sempat menanggapi perkataan Emma, namun kini ia lebih sibuk memperhatikan kondisi rumah itu.
Lucas mendapati rumah itu tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Kondisinya sangat terawat, begitu juga dengan seluruh perabotan yang ada di dalamnya. Interiornya juga tidak terlalu buruk.
Dan di sana, Lucas mulai menghitung berapa banyak uang yang bisa mereka peroleh dengan menjual rumah tersebut.
“Dengan semua barang di sini, kamu bisa menjual rumah ini seharga 250 hingga 300 ribu dolar.”
Baru di situ, Emma menyadari bahwa Lucas telah mengabaikannya sedari tadi, dan hanya tertarik soal menjual rumah itu.
Meski dirinya juga mengincar kekayaan dan juga uang hasil penjualan rumah tersebut, kini Emma sepertinya mulai kehilangan minat untuk membicarakannya dengan Lucas.
Bahkan, dia mulai berpikir untuk melepaskan niatnya, mengetahui bahwa Lucas kini juga berusaha mendapatkan uang itu juga. Itu membuatnya sedikit ragu dengan penilaiannya terhadap Lucas.
Bagaimana bisa pria yang dianggapnya begitu kaya, kini malah tertarik mengambil sebagian kekayaan hasil konfliknya dengan Victor. Pasalnya, ia menilai jumlah tersebut tentu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kekayaan yang dimiliki Lucas saat ini.
Belum lagi, Lucas adalah seorang putra tunggal dari pemilik tunggal sebuah perusahaan farmasi.
Emma mencoba mengabaikannya dengan menyalakan TV. Meski tak ada sesuatu pun yang ingin ia tonton, dia sengaja mengeraskan volumenya hanya untuk mengalihkan perhatiannya dari segala pikiran buruk yang ada di kepalanya.
Namun kini ia semakin kesal, menemukan iklan TV paling menyebalkan yang sering ia lihat setiap hari.
[Terluka saat bekerja?]
[Ditipu dalam perjanjian kontrak?]
[Dianiaya oleh suami atau dizalimi dalam urusan perceraian ataupun pembagian harta keluarga?]
[Jimmy Farion siap melayani Anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!]
Dia adalah seorang pengacara yang terkenal dengan wignya yang eksentrik. Bahkan keanehannya yang selalu memakai wig berbeda-beda di banyak kesempatan, membuatnya begitu populer.
Terlebih lagi, Jimmy Farion tidak pernah menyembunyikan kebotakannya, dan mengakui secara terbuka bahwa dia memang memakai wig.
Emma mengganti saluran TV karena kekesalannya. Namun tak lama kemudian, iklan yang sama muncul kembali. Namun kini, iklan tersebut mulai menarik perhatian Lucas juga.
“Itu dia. Itulah orang yang kita butuhkan,” kata Lucas.
“Apa?” Emma termangu. “Kau ingin menyewa orang gila sepertinya?”
Lucas mencatat nomor yang ditampilkan di iklan. Setelah itu, dia mencoba menelepon. Tapi sepertinya pengacara itu sibuk karena tak kunjung mendapat jawaban apa pun.
Lucas tentu paham, kalau orang yang ingin diteleponnya itu memang pengacara terkenal dan super sibuk, mengingat reputasinya yang sudah seperti selebritis.
“Hei, aku harus pergi dulu. Nanti akan aku hubungi lagi kalau sudah ada perkembangan,” kata Lucas sembari berjalan keluar dari rumah.
Emma hanya menoleh sedikit untuk melihatnya pergi. Tapi dia tidak punya keinginan untuk mengatakan sepatah kata pun padanya saat ini. Jadi, dia abaikan saja laki-laki itu.
Sementara itu, Lucas masih berusaha menghubungi pengacara yang akan disewanya itu. Dia bahkan tidak menutup pintu lagi.
Sesaat kemudian, Emma mendengar suara mobil Lucas berangkat. Wajahnya berkedut karena kesal, dan menutup pintu dengan keras.
Dia kemudian mengambil salah satu sepatunya, berniat membantingnya begitu keras ke TV. Namun segera dibatalkannya, memikirkan uang yang bisa dia peroleh dengan menjual properti tersebut.
Dalam keadaan frustasinya itu, lirikan Emma terpancing oleh cincin emas bertahtakan berlian yang tadinya hendak diberikan Victor kepadanya.
Cincin itu ditinggalkan di atas meja dengan kotak terbuka. Berliannya berkilau, mulai menggugah minat dan keingintahuan Emma.
Memang benar cincin itu terlihat sangat indah. Bahkan Emma mulai menyadari kalung yang dibelikan Lucas untuknya terlihat sangat kusam jika harus dibandingkan dengan cincin itu.
Saat itulah dia mulai ragu apakah barang tersebut benar-benar perhiasan imitasi atau malah emas dan berlian asli.
“Jangan-jangan...” dia bergumam dengan wajah pucat.
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria