“Mawar, kakakmu itu pintar.”“Tapi Mas Aji jadi bodoh saat berhadapan dengan Mbak Retno, Ma!”“Kamu benar. Tapi tak apa, Siska pasti bisa menjelaskan semuanya. Lagipula, dari mana Retno mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli mobil? Dan lagi, dealer pasti menyimpan data siapa yang membeli mobil itu. Sekarang, bersikaplah seperti biasa seolah kita tidak tahu siapa sebenarnya yang telah membeli mobil itu, seolah kita tidak curiga pada Retno.” “Ya, Ma! Mama memanggilku?”Karena begitu kesal, Mayang sampai tidak sadar jika suaranya agak lantang dan penuh tekanan saat menyebut nama menantunya. Oleh sebab itu, sang pemilik nama yang merasa terpanggil pun lekas menyahut.Seketika jantung Mayang seperti hendak melompat keluar. Dia jelas was-was jika permainan cantiknya diendus sang menantu. Maka, dengan cepat Mayang mengubah ekspresi wajahnya saat menjawab, “Tidak, Sayang. Mama hanya senang karena kamu sangat peduli dengan mobil Aji.”Retno tersenyum heran mendengar penuturan aneh mertua
Retno duduk di depan cermin. Dia menatap bayangannya sendiri dengan ekspresi yang begitu dingin. Meski begitu, kecantikannya terpancar nyata dengan riasan sederhana selayaknya hari-hari biasanya.‘Hari ini suamiku ulang tahun. Tapi malah perempuan lain yang ada dalam foto itu.’Tentu saja Retno membaca semua pesan di dalam grup WA keluarga suaminya. Bahkan sudah membaca ketika unggahan foto Mawar belum mendapat komentar dari siapa pun. Jika dikatakan sakit, tentu sangat sakit. Walau Aji hanya berdiri di sisi Siska dengan kado kecil di tangannya dan tanpa adanya sentuhan sama sekali, sangat normal kalau dia cemburu.Lalu mengapa Retno bersikap biasa saja pada mertua dan iparnya yang notabene sengaja memancing perkara?Retno selalu berpikir sama, sejak awal hingga detik ini bahwa tidak ada gunanya menegur, mengingatkan, menasihati, memprotes, dan lain sebagainya. Semua yang dia katakan hanya akan menguap dan meninggalkan lelah serta kesal saja. Oleh sebab itu, dari dulu Retno memang mem
Tentu saja apa yang dikatakan Retno hanya bualan. Perempuan mana yang senang mengetahui suaminya mendapat kejutan dan hadiah dari perempuan lain? Terlebih perempuan itu adalah mantan pacar sang suami. Jika berdalih dengan status ‘teman’ dan ‘karyawan’ untuk melegalkan itu semua, jelas itu kebohongan belaka. Memangnya, ada berapa karyawan di perusahaan Siska? Apa perempuan itu selalu merayakan ulang tahun dan memberikan kado pada setiap karyawannnya?Tentu saja tidak. Bahkan Retno tidak yakin kalau Siska tahu hari ulang tahun mereka. Walau demikian, Retno tahu dia harus bersandiwara, sebab menurutnya, kemampuan berperan Siska lebih unggul jika dibandingkan dengan mertua dan iparnya.Maka, Siska berpura-pura naif dengan menjawab, “Iya, Sis. Aku sangat senang kamu begitu peduli pada suamiku, bahkan sampai repot-repot menyiapkan kejutan, hadiah, padahal baru kemarin kamu ngasih hadiah pada semua orang di rumahku. Terima kasih banyak, kamu sangat baik. Suamiku pasti senang dan merasa sang
Matahari telah sepenuhnya kembali ke peraduan sejak beberapa saat lalu. Hari pun sudah menjadi gelap. Akan tetapi, Aji masih belum juga pulang. Tidak heran jika orang-orang yang ada di rumahnya mulai gelisah. Mereka semua telah berkumpul di ruang tamu demi menunggu kedatangan Aji. Oleh sebab itu, saat suara gerbang dibuka terdengar, kesemuanya berdiri dari sofa dan berjalan keluar rumah. Walau deru mesin mobil begitu familier di telinga, mereka tetap merasa perlu untuk memastikannya.“Aji ...” ucap Mayang melihat sang putra turun dari mobil. Dia beserta Retno dan Mawar seketika tersenyum.Sementara itu, Aji yang melihat tiga perempuan yang dia sayangi berdiri di depan pintu, menautkan kedua alisnya. Dengan langkah tergesa dia pun mendekat.“Mama, Mawar, Sayang, kenapa ... kalian berdiri di sini?” Aji menoleh ke belakang hanya untuk melihat arah gerbang. “Apa kalian menunggu sesuatu? Kurir makanan?”Bukannya jawaban, Aji justru mendapat tatapan tajam dari ketiga perempuan itu. Dia pun
Tak lama berselang, Retno kembali membawa kotak kado. Dia tersenyum lebar, mungkin membayangkan reaksi sang suami saat mengetahui kado tersebut. Sementara itu, Mayang dan Mawar yang sejak awal telah merendahkan Retno, terlihat tersenyum mengejek. Keduanya telah merencanakan, bahwa setelah Retno menunjukkan kado ‘murahannya’, mereka akan mengajak Aji pergi ke garasi demi melihat mobil mewah yang telah terbungkus indah. “Apa aku membuatmu menunggu lama?” Aji mengelap mulutnya dengan tisu. “Jangankan hanya sesaat, sepanjang hidup pun aku rela menunggumu.” “Mas Aji! Malu sama Mama dan Mawar!” tegur Retno dengan suara rendah, membuat mertua dan iparnya tersenyum paksa. Dia pun duduk di samping suaminya. Sambil menyerahkan kotak kado pada Aji dia berkata, “Bukalah, Mas.” Aji menyempatkan untuk meneguk air setelah menerima kado dari istri tercinta. Dia menatap Retno dengan binar di matanya. “Sayang, kamu tahu ini tidak perlu karena kamulah kado terindah untukku. Tapi tak apa, aku terima
Meski ragu apakah ucapan sang istri memang apa yang diharapkan untuk dilakukan, sebab telah menjadi rahasia umum bahwa terkadang perempuan justru mengatakan apa yang tidak diinginkan, Aji tetap mengiyakan. “Baiklah, aku akan mengambilnya.”“Ye! Cepet ya Mas!” sahut Mawar penuh semangat, membuat dirinya mendapat tatapan tajam dari sang kakak.Aji pun beranjak dari meja makan. Selama dia pergi, tidak ada obrolan antara Retno dengan mertua dan iparnya. Dia lebih memilih untuk menghabiskan makanan di piringnya, sedangkan Mayang dan Mawar terlihat sedang berbisik-bisik, meski itu terlalu keras untuk disebut ‘berbisik’.“Tidak tahu malu ya, Ma. Masa hadiah dari orang lain diakui sebagai hadiah darinya! Kalau aku, ya sudah pasti malulah. Emang nggak punya harga diri apa, sampai segitunya pengen dipuji.”“Hush! Sudah jangan ngomong terus, habiskan makananmu. Kalau ada yang dengar bisa panjang nanti urusannya. Mama nggak mau kakakmu minggat dari rumah.”Sudah barang tentu Retno bisa mendengarn
"Ini, arloji."Mawar menatap ibunya. Dia jelas berpikir bukan itu yang ada di dalam kotak kado. Semestinya ada replika kunci mobil beserta sebuah pesan yang menerangkan hadiah besar yang telah diberikan. Walau demikian, dia tetap teguh pada pemikirannya, bahwa Siska-lah yang membelikan mobil mewah untuk Aji."Oh, ya ampun, Mbak Siska! Dia kasih double gift untuk Mas Aji, Ma. Duh enak banget jadi Mas Aji, Mama.""Double gift?" Aji semakin tidak mengerti."Iya, Nak. Maksudnya, Siska 'kan sudah ngasih kamu hadiah super yang telah diantar ke rumah tadi pagi. Nah, ditambah lagi dengan arloji mewah itu. Begitu."Aji menarik napas panjang. "Mama, aku benar-benar tidak mengerti." "Oke-oke tidak masalah. Sebentar lagu kamu akan segera tahu. Tapi Aji, apa itu hanya ... arloji? Maksud Mama, arloji saja atau ada yang lain. Sebuah catatan mungkin.""Ini hanya, arloji." Aji mengangkat arloji itu supaya ibu dan adiknya yang sejak tadi berbicara sangat aneh bisa melihat lebih jelas.Seketika itu pul
Mawar terkekeh, menertawakan pengakuan dari kakak iparnya. Dia lantas menatap tajam Retno. “Mas Aji tidak ada di sini. Jadi, aku akan berkata jujur.” Dia memegang pundak kakak iparnya. “Sebenarnya aku dan Mama itu sudah menduga sejak awal kalau Mbak akan mimpi. Bisa membeli mobil? Ahahaha bahkan gaji Mas Aji selama satu tahun saja masih belum cukup untuk membelinya. Lalu Mbak? Mbak itu tidak bekerja lho, lalu dapat uang sebanyak itu dari mana? Jadi, mendengar ucapanmu tadi, bagiku sama halnya dengan mendengar orang yang mengatakan melihat semut mengangkat gajah.”“Mustahil?”“Pinter.”“Baiklah, aku tidak akan mengatakannya lagi.”“Nah, begitukan enak. Ya udah, aku mau lihat mobil kakakku. Hm, kapan-kapan aku bisa meminjamnya untuk ngampus. Wih, pasti keren banget.” Mawar pun berlalu setelah menepuk-nepuk pundak Retno. Saking senangnya, dia sampai bersenandung.Retno hanya tersenyum miring melihat punggung iparnya menjauh. “Dan berbicara padamu, juga ibumu, itu seperti berbicara pada