Share

8. Mutiara

Vio berusaha mengontrol tubuhnya, ia menyeret kakinya melangkah mengikuti Reva masuk ke dalam. Vio mengabaikan Levin yang tengah menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

Cowok aneh!

Vio heran, kenapa Levin terus memandanginya? Perasaan gak ada yang aneh sama penampilannya. Vio hanya memakai kaus oblong dan celana jeans selutut, ia pikir penampilannya biasa aja.

Lalu kenapa Levin menatapnya seperti itu?

"Vi, sini dah. Gue kenalin lo sama yang lain." Reva menarik lengan Vio, menyentak Vio dari pikirannya. Reva membawanya ke ruang tengah. "Gaesss, kenalin temen gue. Namanya Viona."

Vio menarik kedua sudut bibirnya, mengulas senyum terpaksa. Vio menatap satu-persatu teman-teman Reva, mereka kebanyakan senior tapi ada juga yang seangkatan dengannya. Wajah-wajah asing yang belum pernah Vio lihat, kecuali empat orang yang tengah melambaikan tangan padanya.

Bagas, Arga, Bella dan Agata. Hanya mereka yang melemparkan tatapan ramah pada Vio. Sementara yang lain memandang Vio penuh curiga.

"Reva." Suara bariton  itu menginterupsi Vio dan Reva.

Vio seketika berbalik dan menemukan seorang cowok berdiri di dekat pintu penghubung antara ruang tengah dan dapur. Wajah cowok itu terlihat dingin dan terkesan tidak bersahabat, terutama saat kedua matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata Vio.

Menyeramkan!

Satu kata untuk mendeskripsikan cowok itu.

"Lo gabung sama yang lain aja, gue mau nemuin si Hulk dulu. Dia suka bawel kalo liat gue bawa temen baru." Reva mengedipkan sebelah matanya sebelum berlalu menghampiri cowok tadi.

Vio menghela napasnya, ia mendekati gerombolan Bella. Vio merasa risih ketika banyak sorot mata yang terus menatapnya. Apa mereka pikir Vio alien? Kenapa mereka menatap Vio dengan tatapan aneh? Seolah dirinya mahluk langka.

"Santuy aja, mereka emang gitu. Ntar juga biasa kalo udah kenal," celetuk Bagas, sadar akan keresahan yang melanda Vio.

Vio hanya mengangguk, ia memilih diam dan duduk di sebelah Bella. Mereka sedang duduk di sofa panjang di depan televisi yang menyala.

"Bukannya itu Keyla?" celetuk Agata saat layar televisi tengah menampilkan acara tentang dunia bisnis dan kebetulan  papanya yang menjadi narasumber.

"Jadi dia anaknya Dimas Raharja yang punya Raharja Group, Daebak!" seru Bella tampak tercengang, ia begitu fokus menatap layar televisi sampai tak berkedip.

"Makanya gue ngincer dia," sahut Bagas.

Mereka terus membicarakan hal itu, sementara Vio tidak peduli. Hingga suara Reva menginterupsi.

"Vi, gue cabut dulu ya. Lo di sini aja, jangan ke mana-mana. Oke," kata Reva, dia terlihat buru-buru.

"Mau ke mana?" tanya Vio.

"Jemput Sam. Pokoknya lo aman di sini tenang aja." Vio ingin protes tapi Reva keburu pergi. "Levin, gue titip Vio sama lo. Pokoknya gue gak mau Vio sampai kenapa-napa," ucap Reva ketika berpapasan dengan Levin di depan pintu.

Levin tak menyahut, ia melangkah masuk ke rumah mengabaikan Reva yang terus mewanti-wanti dirinya. Langkah Levin terhenti ketika pandangannya bertemu dengn sorot mata Viona. Sejenak keduanya saling bertatapan, sebelum akhirnya Vio memalingkan wajahnya lebih dulu.

"Jadi dia putri tunggal Pak Dimas yang akan mewarisi Rajawali Group?"

Suara di layar televisi sukses memancing perhatian Vio. Anak tunggal? Vio tersenyum kecut, Orang-orang hanya tahu Keyla anak papanya. Sementara dirinya ....

Vio memang tidak pernah terekspos media. Ia selalu menutup diri dari dunia luar, bahkan di sekolahnya Vio dianggap anak yatim piatu karena tak pernah membawa orangtuanya ke sekolah.

"Anak tunggal?" beo Bella. "Lah terus

...." Bella mengatupkan bibirnya saat Agata menyikut lengannnya. "Apaaan si?"

Agata mendelik, matanya melirik Viona. Begitupun dengan Bagas dan Arga yang memberikan tatapan tajam pada Bella yang bermulut lemes. Bella membungkam mulutnya, sadar akan kesalahannya. Ia  menoleh, hendak menyentuh bahu Vio tapi Vio sudah lebih dulu berdiri.

"Ke mana?" tanya Levin saat tiba di depannya.

"Pulang," jawab Vio.

"Bukannya rumah lo lagi ada pemadaman bergilir?"

Vio mengabaikan pertanyaan Levin, ia beranjak dari tempatnya. Melangkahkan kakinya menuju pintu, tapi tangan Levin lebih gesit. Levin menahan pergelangan tangan Vio, menghentikan langkahnya.

"Lepas!" hardik Vio, matanya menatap tajam Levin.

"Gak. Reva udah nitipin lo ke gue. Jadi lo dalam pengawasan gue sekarang," tukas Levin.

"Gue gak peduli. Lepas!!" Vio berontak, berusaha menarik tangannya dari cengkraman Levin. Vio bahkan tak peduli jika dirinya jadi pusat perhatian, banyak pasang mata yang menatapnya termasuk empat orang yang duduk di sofa.

"Lo si Bell, makanya tuh mulut dizakatin," gerutu Bagas dengan suara rendah seperti bisikan.

"Ya, gue gak tahu. Gue lupa kalo Viona saudara tiri Keyla," sahut Bella, wajahnya tampak sangat bersalah.

"Tapi gue heran, kenapa presenternya bilang Keyla anak tunggal. Terus bokapnya juga gak ngeralat ucapan tuh presenter," ucap Agata, membuat teman-temannya juga berpikiran sama.

Meski mereka memelankan suaranya, Vio masih bisa mendengar jelas yang mereka bicarakan. Hatinya semakin sesak, amarahnya meluap tak lagi bisa Vio bendung. Rasa benci yang semakin dalam menggerogoti hati, menumpuk rasa sakit akan luka yang tak pernah terobati.

Satu-satunya yang ingin Vio lakukan hanya lari, ia ingin  lari dari kenyataan yang menyakitkan ini dan Vio merealisasikannya. Setelah menghempas tangan Levin sekuat tenaga, Vio langsung berlari keluar dari rumah mewah itu.

"Vio!!!" teriak Levin.

Levin tak bisa membiarkan Vio pergi dalam keadaan seperti itu. Entah apa yang membuat Levin mengejar Viona, tapi hati kecilnya terus merongrong setiap kali melihat wajah Vio yang murung.

Levin sendiri bingung dengan perasaanya, ia selalu menyangkal jika perasaannya hanya sekedar empati saja karena mereka memiliki nasib yang sama.

"Viona, berhenti!" Levin berhasil meraih tangan Vio, keduanya kini sudah berada di tepi jalan raya.

"Lepas!" teriak Vio, air matanya sudah luruh membasahi pipi. Vio memalingkan  wajah, ia tak mau Levin melihatnnya menangis. Vio benci saat orang lain melihatnya terpuruk, Vio tidak mau dikasihani.

"Gak. Gue gak akan lepasin lo." Levin menarik tangan Vio, menyeretnya ke suatu tempat.

Levin membawanya ke taman, mendudukkan Vio di atas rumput. Vio masih menangis, seberusaha apa pun ia meredam tangisnya. Air matanya akan menerobos keluar, membasahi kedua pipi.

Hati Vio sakit, dadanya nyeri seperti ditancap belati. Kata-kata presenter tadi terus terngiang di kepalanya. Apa begini rasanya tidak diakui? Sakit. Jika dulu Vio tidak peduli, tapi kenapa Vio seolah menyesalinya.

Vio terkesiap ketika merasakan sentuhan di pipinya. Ia seketika menoleh ke samping, di mana Levin duduk di sebelahnya. Cowok itu mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi.

"Jangan nangis, air mata lo gak bakal berubah jadi mutiara. Lo bukan mermaid," ucap Levin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status