Share

4. Mimisan

Vio menghela napas untuk yang kesekian kali. Melihat antrian yang begitu panjang, membuat kesal Vio semakin memuncak. Gara-gara minumannya diambil Levin, mau gak mau Vio harus membeli di kantin dan mengantri panjang di kasir.

Kaki Vio sudah pegal kelamaan berdiri, hingga akhirnya tiba giliran Vio. Baru saja Vio meletakkan botol airnya, tiba-tiba seseorang menyerobot antrian.

"Kyaaa!!" teriak Vio, hilang sudah kesabarannya.

Cowok itu menoleh, menatap Vio dengan datar.

"Lo harusnya ngantri, bukan nyerobot gitu aja," gerutu Vio.

Cowok itu mendengus, mengabaikan Vio dan kembali berbalik. Vio melotot, emosinya semakin menggebu-gebu. Apa-apaan coba? Dirinya sudah ngantri lama tiba-tiba diserobot gitu aja. Vio jelas gak terima.

"Woy!" Vio menarik seragam cowok itu, menariknya ke belakang. "Mba, punya saya dulu," ucap Vio pada kasir.

"Heh!" Cowok itu menarik bahu Vio, sampai Vio tertarik mundur. "Lo gak tahu siapa gue?"

Vio menaikkan sebelah alisnya, menatap wajah cowok itu. "Gak tuh, gak penting buat gue." Vio kembali berbalik, membayar pada kasir.

"Heh mau ke mana?" Cowok itu menarik Vio yang sudah akan beranjak pergi.

"Bukan urusan lo." Vio menghempas tangan cowok itu dari pergelangan tangannya.

"Lo bener-bener cari masalah."

"Apa?" Vio menoleh dan saat itulah wajah Vio disiram air oleh cowok itu. "Lo!" Vio menatap nyalang cowok itu.

"Kenapa? Mau marah? Itu akibatnya kalo lo berani sama gue." Cowok itu tersenyum sinis, lalu pergi meninggalkan Vio.

Vio mencengkram botol airnya, semua anak melihatnya prihatin. Vio benci ditatap seperti itu dan ini semua gara-gara cowok sialan itu. Vio menoleh ke cowok itu, matanya menatap nyalang punggung cowok itu.

"Kyaaa!!!" teriak Vio, cowok itu menoleh dan Vio langsung menyiramnya dengan air mineral. "Harusnya lo gak nyiram gue," kata Vio.

Cowok itu mengumpat, dia mencengkram kerah seragam Vio. "Lo cewek sialan!" Cowok itu memajukan wajahnya dan Vio tanpa merasa takut membalas tatapan tajam cowok itu.

"Apa?" tantang Vio. "Lo mau pukul gue?"

"Ya, gue bakal pukul lo!" Detik berikutnya Vio tersungkur ke lantai tak sadarkan diri, darah segar mengalir dari hidungnya.

"Lando!" teriak Reva saat melihat kejadian itu. "Gila lo!" Reva menatap tajam Lando yang sama sekali tak merasa bersalah. "Dasar psikopat!" Reva langsung menolong Vio yang tak sadarkan diri. "Vio, bangun Vi."

"Bilangin sama temen lo, jangan sok berani jadi cewek." Lando mendecih, lalu pergi meninggalkan  kerumunan di kantin.

———————

Vio terbangun ketika aroma menyengat menyerbak ke hidungnya. Matanya perlahan terbuka, Vio memandangi langit-langit ruangan berwarna putih.

"Aku di mana?" gumamnya, sembari memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Akhirnya kamu sadar juga, kamu di UKS." Vio menoleh, seorang perempuan mengenakan jas putih berdiri di sampingnya. "Minum?"

Vio mengangguk, menerima gelas yang disodorkan perempuan itu. "Makasih," kata Vio, memberikan kembali gelas yang sudah kosong.

"Kepala kamu masih pusing?" tanya perempuan itu.

"Sedikit," jawab Vio.

"Kalau gitu kamu istirahat aja." Vio mengangguk, kembali berbaring. "Saya tinggal dulu ya." Perempuan itu pun pamit keluar.

Selepas kepergian perempuan itu, Vio termenung. Mengingat-ingat kejadian yang membuatnya sampai di UKS. Ingatannya berseliweran di otak, hingga kilas kejadian di kantin terbayang di pikirannya.

Cowok sialan!

Vio menghela napas panjang. "Vio bego banget si lo, harusnya lo diem aja tadi. Ngapain juga lo cari masalah. Bego, bego, bego!" Vio memukul kepalanya sendiri. "Bener-bener bego banget si lo, Viona."

"Emang." Vio terkesiap, ia langsung terbangun saat mendengar suara seseorang.

"Siapa itu?" Mata Vio jelalatan, mengawasi ruangan sekitarnya. "Halo, apa ada orang?" Tapi tak ada sahutan, hingga tiba-tiba terdengar suara benturan keras. Vio langsung menyibak tirai pembatas saat mendengar erangan kesakitan. "Lo!" Mata Vio melotot.

Cowok itu meringis, terduduk di lantai setelah jatuh dari atas brankar. Dia bangun, menepuk celananya yang sedikit kotor.

"Ngapain lo di sini?" tanya Vio, berusaha terlihat tenang.

"Gue?" Cowok itu menatap Vio. "Tidur, tapi gara-gara lo gue jadi gak bisa tidur."

"Hah? Kok jadi gue?" Vio mendengus, tak habis pikir dengan cowok di depannya. Cowok aneh yang yang tadi pagi merebut botol airnya.

"Iya, karena lo berisik banget," kata Levin. Ya, cowok itu memang Levin.

"Emang kedengeran ya?"

"Banget."

Vio terdiam, merutuki bibirnya. Lalu melihat Levin yang masih berdiri, wajah cowok itu penuh lebam bahkan sudut bibirnya berdarah. Apa dia berkelahi lagi? Awalnya Vio ingin mengabaikannya, tapi Vio tidak bisa melihat seseorang terluka seperti itu.

"Lo berantem? Muka lo bonyok, biar gue obati." Vio segera turun dari brankar, berjalan ke lemari mengambil kotak P3K lalu kembali ke hadapan Levin. "Duduk," suruh Vio.

"Gak usah, gue gak bu————"

Vio berdecak, ia menarik Levin dan mendudukkannya di brankar. "Diem."

Levin mengatupkan  bibirnya, ia diam saja. Matanya menatap Vio yang sedang sibuk menuangkan alkohol ke kapas.

"Aaa!" pekik Levin saat Vio menempelkan kapas ke pipinya.

"Sakit?" tanya Vio.

"Menurut lo?" Levin mendengus, memalingkan wajahnya.

"Kalo tahu sakit, kenapa musti berantem sampe luka-luka begini?" kata Vio, ia kembali membersihkan luka Levin.

"Cowok berantem itu wajar." Vio mendongak, menatap sekilas Levin. "Lagian lo bawel banget si."

"Apa? Lo bilang gue bawel." Vio melotot.

"Iya, lo bawel."

Vio kesal, lalu dengan sengaja menekankan napasnya di sudut bibir Levin. Cowok itu memekik dan Vio tersenyum puas melihat Levin kesakitan.

"Sakit itu wajar, masa gitu aja nangis," cibir Vio.

"Siapa nangis?" sahut Levin.

"Lo lah, lebay banget." Vio mengoleskan obat merah ke sudut bibir Levin.

"Awww!" Levin menahan pergelangan tangan Vio, hal itu membuat Vio tertegun. Mata keduanya saling bertemu.

Vio menatap mata Levin, untuk pertama kalinya ia mengagumi keindahan  iris hitam pekat itu. Bahkan Vio sampai terpesona, mata itu terlihat sangat indah dan memgagumkan.

"Hidung lo." Suara Levin menyadarkan Vio. "Hidung lo berdarah lagi."

Vio gelagapan, ia menyeka hidungnya yang terus mengeluarkan darah. Vio yang panik segera berlari keluar UKS menuju toilet. Sesampainya di sana Vio membasuh hidungnya, berharap mimisannya segera berhenti.

———————

Vio kembali ke kelas setelah dari toilet, ia tak mau ke UKS, malu jika bertemu dengan Levin setelah kejadian mimisan tadi. Beruntung kelasnya sedang jam kosong saat ia masuk ke kelas.

"Vio, lo udah mendingan?" tanya Reva ketika Vio tiba di bangkunya.

Vio mengangguk. "Udah mendingan kok."

"Syukur deh, gue tadi panik banget lihat lo pingsan terus ampe mimisan. Untung ada Levin yang langsung bawa lo ke UKS."

Vio terdiam, ia menatap Reva dengan kening mengkerut.

Levin?

Cowok itu yang membawanya ke UKS?

Serius?

"Levin?" beo Vio.

"Iya, Levin udah kaya superhero datang-datang langsung ngangkat tubuh lo terus lari ke UKS."

Vio kembali diam. Pikirannya berkelana ke mana-mana. Apa mungkin tadi Levin di UKS karena jagain dirinya? Vio menggeleng, berusaha menepis pikirannya yang konyol.

Mana mungkin cowok rese itu jagain dirinya, iya gak mungkin. Vio terus meyakinkan dirinya.

"Si Lando emang berengsek beraninya sama cewek," gerutu Reva, kesal. "Tapi kayanya tuh orang udah kena karmanya, karena Levin udah bikin dia bonyok."

"Siapa?" Vio seketika menoleh, menatap Reva dengan mata melotot. Semoga saja dugaanya salah.

"Levin."

"Levin?"

"Iya, abis bawa lo ke UKS, Levin balik lagi ke kantin dan ngehajar si Lando habis-habisan," jelas Reva.

Vio cengo. Jadi lebam di wajah Levin karena dia berantem sama Lando? Dan itu semua karena dirinya? Kepala Vio kembali berdenyut, rasanya seperti mau pecah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status