Share

BAB 2

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-09 19:51:22

WANITA KEDUA 2

Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Terkadang kecurigaan yang tertumpuk karena pengamatan kerap memunculkan tanda tanya yang jawabannya mendekati kebenaran. Apalagi firasat seorang wanita pada pasangan. Kemungkinan benar pasti nyaris seratus persen. 

Serena bergegas mendekat untuk menuntaskan rasa penasarannya. Wajah prianya begitu kentara berbinar penuh bahagia. Senyum itu seakan mewakili bahasa tubuh yang jujur. 

“Mas ... kok, pembelinya tidak disuruh masuk? Kenapa hanya di depan pintu begitu? Tidak sopan menyambut pembeli seperti itu,” ucap Rena tiba-tiba yang sudah berada di antara mereka. Membuat ketiga orang di depannya menoleh secara bersamaan.

Thifa memaksa bibirnya tersenyum untuk menyembunyikan perasaan takut sekaligus cemas. Ya, ia takut apabila hatinya harus kehilangan dan tidak bisa melihat pria di depannya jika hubungannya terbuka. Ia sengaja menatap arah lain untuk menghindari tatapan Mbak Rena yang selalu terlihat penuh bahagia bisa memiliki Mas Aksa sepenuhnya. Berbeda dengan dirinya yang hanya memiliki setengah hati dan perhatiannya. 

Sementara pria yang diam-diam memiliki wanita kedua dalam hatinya berusaha menelan ludah pelan untuk menetralkan debaran jantungnya akan kehadiran sang istri. 

“Bukannya tidak sopan, Dek ... tapi, Thifa yang buru-buru karena hari udah terlalu sore. Dan mungkin juga dia merasa lelah dan ingin segera pulang setelah bekerja,” jawabnya sengaja berbohong diselipi senyum manis. 

Wanita yang mendengar ucapan sang pria tanpa nada tinggi membuat api cemburu perlahan menyala dan memanaskan dada. Karena kata-kata manis itu bukan ditujukan untuk dirinya. Meski kerap berpikiran seperti demikian, Thifa langsung menyadari bahwa bukan haknya untuk cemburu. Tanpa diberi kode seperti ini pun, ia bisa tahu kalau sebenarnya Mbak Rena menginginkan segera pergi dan pulang ke rumah.

Kesadaran posisi dan siapa yang lebih berhak atas Aksa Gautama sering kali menjatuhkan hati dan harga dirinya sebagai wanita. Akan tetapi, perasaan yang ada mengalahkan tanpa tapi. Ia akan memilih diam merasakan segala perih dari segala resiko memberikan setengah hatinya pada pria yang menurutnya sempurna. 

“Ya udah, Mas Aksa dan Mbak Rena ... saya mau pulang dulu karena udah mendapat pesanan,” pamit Thifa sembari menarik tangan Yula—sahabatnya. Biarlah cemburu yang ada ia redam sendiri tanpa harus membuat pria di sana merasa bersalah. 

Rena yang sengaja mendekat, memperhatikan wanita bernama Thifa dan suaminya secara bergantian. Thifa yang melangkah tanpa menoleh, sang suami yang menatap punggung itu menjauh dengan wajah berbinar tanpa beralih sedikit pun.

“Lihatnya begitu banget, Mas? Suka sama Thifa?” Satu pertanyaan yang sejak tadi mencekik leher meluncur begitu saja dari bibirnya. 

Aksa menoleh, “Kalau ngomong jangan sembarangan. Entar jadi beneran.” 

“Emang itu beneran, kan? Kamu suka sama Thifa, kan? Kamu ada apa-apa dengan wanita itu, kan?  Dasar wanita murahan. Di luar aja banyak pria yang single, kenapa harus menggoda pria beristri,” tuduhnya dengan rasa begitu menggebu. Sorot mata sang pria sudah cukup memberi bukti. 

Mendengar tuduhan yang jauh dari kenyataan tentang seorang Thifa Arsyana membuat kesabaran Aksa berkurang. Memilih dirinya sebagai pelengkap setengah hati bukanlah tentang murah mahalnya seorang wanita. Ini tentang hati dan perasaan yang tidak mengenal perbedaan tanpa harus saling memaksakan. 

“Serena Jasmin ... aku tahu kamu adalah wanita terhormat dengan segudang harta yang tidak akan pernah habis. Kenapa mulai ke sini, pikiranmu selalu negatif tentang orang lain? Belum tentu Thifa itu sesuai apa yang kamu tuduhkan. Murah mahalnya seorang wanita itu bukan dari kisah asmaranya, melainkan dari cara bersikap dan berkata. Kamu paham, kan?” jelas pria yang merasa ikut terhina oleh perkataan sang istri. Bukan niat membelanya, tetapi ia melakukan itu untuk menjaga harga diri Serena agar tidak ikut terjatuh oleh tutur katanya sendiri yang tidak bisa terjaga. Bukankah ucapan pun bisa setajam belati? Bisa melukai tanpa harus terluka menganga dan berdarah. 

Wanita yang kembali merasakan nalurinya benar langsung tersulut emosi mendapati Aksa berkata tanpa memikirkan perasaannya. Ada cemburu menyeruak karena pria yang selama ini terlihat begitu setia ternyata berani membela wanita lain selain dirinya. 

“Kamu belain, Thifa, Mas?! Jadi, bener kalian bermain di belakangku?" tanyanya lagi dan lagi dengan tuduhan yang kian menjadi.

Aksa menunduk, menurunkan amarah sebisa mungkin. Pelan, ia mengangkat kepalanya seraya menatap wanita yang selama ini menemani hidup. Bukan seperti ini kehidupan yang ia inginkan. Perkataan Serena yang kadang bisa tidak terkendali pelan-pelan meredupkan cinta. Bersama Thifa, ia menemukan hati yang tidak pernah memaki dan terus memberi meski tahu tidak akan ada harapan apa pun dalam menjalani hubungan. 

“Oke, jika kamu hanya diam, Mas ... aku akan menganggap jawaban kamu adalah iya. Aku enggak nyangka kamu tega melakukan ini padaku. Aku yang selama ini di sisimu, tapi sekarang dengan mudahnya membagi hatimu pada wanita lain. Lebih muda lagi. Kalau sudah bosan, bilang, Mas ... enggak perlu begini,” ujarnya lagi tanpa meninggikan suara. Rasa kecewa tidak mungkin bisa lagi disembunyikan. 

Pria yang merasa kini disudutkan menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Aksa tahu betul tabiat Serena yang kerap mengubah emosi dalam satu waktu mampu menggoyahkan mental sekaligus hati dan berakhir dengan perasaan bersalah. Namun, sikapnya kali ini pada Thifa sungguh keterlaluan. 

“Bukankah mau aku diam atau menjawab, bibirmu akan selalu menuduhku begitu, Dek? Jadi, buat apa lagi menjelaskan. Aku mau kembali ke dalam, enggak enak dilihat mereka, " jawab sang pria sembari memperlihatkan tatapan orang-orang yang lewat di sekitar restoran. Kemudian pergi begitu saja, meninggalkan wanita yang mungkin mencari arti tatapan yang entah.

Sungguh, hatinya mendadak tidak rela apabila Thifa dianggap wanita murahan oleh istrinya sendiri. Bukan tanpa sebab rasa itu mendadak ada, Aksa menyadari sendiri sekuat apa wanita itu bertahan menahan harapannya untuk ego dalam hubungan yang ada. 

Rena seketika mengedarkan pandang ke sekeliling. Tatapan orang-orang malah seakan menghakimi sikapnya, padahal di sini ia menjadi wanita yang tersakiti. 

“Apa lihat-lihat? Enggak pernah lihat pasangan bertengkar?” ucapnya ketus pada orang-orang yang berseliweran di depan restoran. “Awas aja kamu, Mas ... kamu udah menyangkal ucapanku dan membuat harga diriku tercoreng,” ujarnya lagi sembari tangannya  meremas ujung baju, lalu masuk restoran dengan bibir membentuk kerucut. Umpatan dalam hati masih terus menggema tanpa ingin berhenti sebagai bentuk rasa kecewa. 

~

Sementara di rumah, wanita yang masih merasa deg-degan karena kecurigaan Mbak Rena akan kehadirannya membuat pikiran tidak tenang. Thifa mengkhawatirkan keadaan pria di sana. Hanya itu yang bisa ia berikan selama menjalani hubungan rumit ini. 

“Semoga kamu enggak apa-apa, Mas ... aku jadi khawatir begini setelah tahu tatapan Mbak Rena yang terlihat penuh curiga," ucapnya pada diri sendiri sembari menatap bungkusan makanan dari sang pujaan. 

Entah kenapa selera makan mendadak hilang. Pikiran yang selalu tertuju sosok Aksa Gautama perlahan menurunkan segala hasrat, termasuk makan. Mungkinkah efek samping dari cinta begitu besar, hingga mampu mengubah sikap manusia? Semua itu pastinya tergantung ketahanan mental masing-masing. 

“Ehem! Sayang amat, tuh, makanan cuma dilihatin? Buat aku aja kalau kamu enggak doyan.”  Yula sengaja menghampiri rumah sahabat sekaligus tetangga untuk menemani sebentar setelah kejadian tadi sore. Bahkan, ia datang tanpa memberi pesan dan langsung menggoda pada pemberian sang pria yang dengan tidak sopan membawa setengah hati untuk cinta. 

Thifa menoleh ke arah sumber suara, “Tumben main malam-malam? Ada yang ketinggalan di rumahku?”

“Iya. Aku ketinggalan rasa cemas. Kamu enggak apa-apa?” tanyanya lagi memastikan keadaan Thifa setelah kejadian tadi sore. 

Wanita yang masih saja merasa cemas hanya menanggapi dengan senyum gerir. “Aku enggak apa-apa, La ... selama Mas Aksa tidak meminta pergi, aku tidak akan berhenti dalam hubungan ini.”

Yula membuang napas kasar saat mendapati sahabatnya selalu terlihat baik-baik saja. Padahal dalam hatinya pasti menahan banyak rasa. Apalagi ditambah kejadian tadi sore. 

“Kamu kenapa selalu berpura-pura sih, Thifa? Kalau kamu sakit, bilang sakit! Kalau mau nangis, ya, nangis aja! Kamu enggak perlu selalu baik-baik saja, sedangkan pria di sana mungkin sedang mencari banyak alasan untuk menutupi kebohongannya! Kalau bisa, sudahi, Thifa ... Aku enggak mau kalau istrinya Aksa nekat dan melakukan hal yang di luar kendali,” ujar wanita yang hafal sikap sahabatnya. 

Wanita yang terjebak dengan perasaannya sendiri seketika terdiam. Bayangan istri sah memperlakukan wanita kedua para suami yang mendua mendadak melemahkan raga. Thifa sadar kejadian demikian kemungkinan cepat atau lambat akan menghampiri dirinya. 

“Aku yakin kalau Mas Aksa akan melindungi seperti janjinya selama ini yang tidak akan pergi. Dia bukan tipe orang yang munafik. Tapi, tatapan Mbak Rena tadi sore terlihat penuh curiga dan menyimpan amarah. Gimana kalau ucapan Yula beneran terjadi? Apa Mas Aksa akan tetap menggenggam tanganku? Atau malah memutuskan pergi?”

--------***--------

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • WANITA KEDUA   BAB 56 B LAST EPISODE

    WANITA KEDUA 56 B LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Ketika tengah menatap layar ponsel, tiba-tiba satu notifikasi pesan membuat hati menjadi riang gembira. Tanpa sadar, ia juga membaca dan membalas pesan tersebut dalam hitungan detik. Ezra [Sebentar, ya? Aku pasti ke sana jemput kamu.Tunggu dan jangan ke mana-mana.] Athifa tidak bisa menyembunyikan keindahan bulan sabit di kedua sudut bibirnya saat membaca pesan balasan sang pria. Entah kenapa rasanya ada sesuatu yang berdesir dalam dadanya. Mungkin bunga-bunga cinta itu mulai tumbuh di taman hatinya tanpa disadari. "Kenapa jadi deg-degan begini? Padahal sebelumnya juga biasa saja saat bertukar pesan dan mengobrol dengan Ezra. Tapi kali ini seperti banyak kupu-kupu di dalam perut," ujar wanita yang sudah mengusap dadanya berkali-kali. "Aku tunggu Ezra di ruang tamu aja lah. Sekalian aku mau bawa tas dan kadonya. Biar kalau dia datang bisa langsung berangkat," ujarnya lagi, lalu keluar kamar menuju ruang tamu. Sa

  • WANITA KEDUA   BAB 56 A LAST EPISODE

    WANITA KEDUA 56 A LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Berhadapan dengan dua pilihan yang cukup menentukan sebuah jalinan memang terkadang membuat dilema. Bahkan, ada ketakutan yang memaksa hati berada di ambang kegelisahan. Ya, takut akan kesakitan dulu terulang lagi dan takut menyesal karena salah membuat keputusan. Wanita yang belum bisa membuat pilihan tersebut mencoba menatap sekeliling. Akan tetapi, hal itu justru membuat pikiran bertambah bingung. "A-aku tidak tahu harus menjawab apa. Entah besok aku berangkat sendiri atau meminta kamu datang menjemput, aku berharap kamu selalu sehat dan bahagia. Kalau begitu, aku masuk dulu. Sepertinya kita sudah cukup lama bicara. Kamu hati-hati pulangnya," ujar Athifa, lalu melangkah pergi meninggalkan pria yang tidak pernah lelah meminta dirinya. "Pokoknya besok aku menunggu keputusanmu," ucap Ezra setengah berteriak, membuat orang-orang sekitar sedikit terkejut. Kemudian meninggalkan swalayan untuk menuju rumah barunya. At

  • WANITA KEDUA   BAB 55 B 2 LAST EPISODE

    WANITA KEDUA 55 B 2 LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Bukannya menjawab, Athifa justru hanya berbalik menatap sang pria dan kemudian masuk ke rumah tanpa sepatah kata. Sedangkan sang pria terus mengumpulkan kesabaran hingga sampai seluas jagad raya. Dari balik pintu, wanita yang belum bisa memberikan jawaban menatap kepergian Ezra hingga menghilang dari pandangan. Setelahnya, ia membersihkan diri dan menunaikan kewajiban empat rakaatnya. Athifa tidak pernah lupa menyelipkan doa untuk orang-orang tercintanya dan juga dirinya sendiri. "Ya Tuhan, berikan hamba kerelaan seluas samudera untuk semua keadaan yang Engkau takdirkan. Tolong jadikan hamba menjadi jiwa yang bisa memaafkan orang lain. Dan berikan kedua orang tua hamba tempat yang terbaik di sisi-Mu," doanya dalam hati, lalu mengisi tenaganya yang seharian terkuras karena pekerjaan. Ezra sendiri juga melakukan hal yang sama setelah sampai di rumah. Pesanan Om Lian pun tidak lupa diberikan pada pemilik rumah.

  • WANITA KEDUA   Bab 55 A 2 LAST EPISODE

    WANITA KEDUA 55 A 2 LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Menerima dan menjalin ikatan baru akan terasa lebih sulit saat keadaan hati sedang tidak baik-baik saja. Apalagi jika ada luka yang menggores dalam hingga menumbuhkan trauma. Hal itu tentunya membuat hati akan semakin tertutup dan enggan menerima penawaran rasa dalam bentuk apa pun. Wanita yang sedang merasakan hal tersebut memilih diam dan mendengarkan ucapan sahabatnya. Athifa merasa tidak perlu memberikan jawaban untuk membela perasaannya sendiri. "Mending kita fokus kerja saja, Yula. Tapi, aku berterima kasih untuk semua kata-katamu barusan," ujar Athifa yang mencoba menghindar dari pembahasan perasaan dan pria. "Aku mohon pikirkan sekali lagi tentang Ezra," ujar Yula seakan memohon sahabatnya bisa lekas bangkit dan berbahagia. Athifa tidak menjawab. Ia terus memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Sebab hanya itulah satu-satunya kegiatan yang ia miliki saat ini untuk terlihat kuat dan baik-baik

  • WANITA KEDUA   BAB 54 B

    WANITA KEDUA 54 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika Aksa tersenyum getir. Ia sendiri sebenarnya tidak tahu apakah benar-benar merelakan atau hanya berpura mendukung karena ada perasaan bersalah dalam hatinya. Namun, ia juga tidak dapat memungkiri ingin melihat Athifa bahagia. "Entah rela atau tidak, aku hanya ingin menebus semua kesalahan yang ada. Seandainya memilih tetap saling menjalin ikatan pun, pasti ujungnya dia akan tetap terluka. Karena aku terlalu pengecut mengambil keputusan. Tapi, setelah kenyataan menampar begitu keras, aku benar-benar ingin melihatnya bahagia. Meskipun itu bukan denganku," jawab pria yang sengaja menyembunyikan kesakitan hatinya. "Jadi, aku minta sama kamu. Tolong jaga dan pastikan dia aman bekerja di swalayan. Kadang aku merasa berdosa jika mendengar orang-orang membicarakan dia begitu buruk. Dan aku juga berharap Ezra bisa melindungi dan memberinya banyak cinta," lanjutnya lagi sembari berusaha tersenyum. "Tanpa kamu minta pun, aku akan menj

  • WANITA KEDUA   BAB 54 A

    WANITA KEDUA 54 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Perasaan bersalah mungkin tidak akan mudah hilang meski waktu telah berlalu. Apalagi jika ada sebuah luka yang tergores di dalamnya. Hal itu tentunya semakin membuat hati terperangkap dosa yang tidak tahu pasti kapan bisa terbebas lepas. Meskipun kata maaf sudah terucap, belum tentu diri bisa mengecap bahagia dengan mudah. Pria yang mendadak mengingat semua kesalahannya pada seorang Athifa berusaha menarik napasnya dalam. Ya, Aksa ingin mencoba membuang sesaknya dada yang dipenuhi rasa bersalah. Namun, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. "Aku minta maaf sebanyak-banyaknya untuk semua hal yang sudah terjadi. Terutama Athifa. Jujur, aku juga tidak tahu harus apalagi agar dia tidak terlalu terluka. Sekarang aku hanya bisa membiarkan dia melakukan apa pun yang membuatnya merasa lega. Termasuk hidup dengan perasaan bersalah untuk selamanya. Mungkin memastikan keadaannya dari jauh dan menerima apa pun yang dikatakan adal

  • WANITA KEDUA   BAB 53 B

    WANITA KEDUA 53 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Athifa pun menatap pria di depannya tanpa berkedip. Selama ini ia juga tidak pernah berhenti menyelipkan doa untuk mereka. Akan tetapi, rasa perih sebab kehilangan justru lebih sakit saat malam menjelang jika keadaan sedang tidak bersahabat. "Maaf, untuk saat ini aku benar-benar tidak ingin bertemu apalagi mengunjunginya. Aku masih butuh waktu lebih lama. Dan tentang doa memang benar akan menjadi hadiah terindah, tapi bukan berarti membuat semua luka sembuh. Sebab pada kenyataannya perih itu telah mencederai kenangan dan kepercayaan ini," jawab wanita yang memang masih berusaha merangkak di titik terendahnya. "Kalau kamu ingin makan siang di sana dengan Pak Lian, silakan. Tapi, aku minta maaf tidak bisa ikut bergabung," lanjutnya lagi, lalu berbalik dan meneruskan langkah kakinya menuju musala swalayan. Sebagai sahabat yang sudah mengenal lama, Yula mencoba menerima keputusan Athifa. Ia menyadari jika memaksa bukanlah hal yan

  • WANITA KEDUA   BAB 53 A

    WANITA KEDUA 53 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Bersikap baik-baik saja untuk terlihat kuat dan merelakan yang bukan milik kita pastinya membutuhkan tekad luar biasa. Apalagi jika kenyataan yang ada membuat diri seakan berusaha sendirian. Hal itu tentunya memaksa pikiran menjadi dipenuhi banyak pertanyaan. Pria yang masih menatap seorang Athifa Arsyana dari kejauhan semakin terjebak dengan kesimpulannya sendiri. Bahkan, keakraban mereka berhasil menyadarkan bahwa wanita di sana memang bukan ditakdirkan untuk dirinya. "Meski aku tidak tahu apakah kamu juga berusaha keras melupakan dan merelakan atau tidak, tapi aku meyakini satu hal. Aku yakin kalau kamu adalah wanita kuat yang tetap berdiri meski diterpa banyak ujian hidup," ujar Aksa dalam hati sembari menahan dadanya yang perlahan penuh sesak. "Mungkin kita dipertemukan untuk saling memberi pembelajaran tentang kehidupan, bukan untuk berbalas perasaan dan hidup bersama seperti pasangan," gumamnya lagi, lalu menatap ke ar

  • WANITA KEDUA   BAB 52 B

    WANITA KEDUA 52 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Serena yang tidak sengaja memperhatikan gerak prianya langsung mendekat dan mencari tahu. "Kamu kenapa? Biasanya selalu berpura sibuk, tumben sekarang melamun. Apa ada sesuatu yang terjadi? Atau masih kepikiran dia setelah meminta maaf kemarin?" tanya wanita yang masih belum bisa menimbang kadar cemburu dalam amarahnya. Aksa pun mendongak, menatap wanita yang memiliki setengah takdirnya tanpa berkedip. Akan tetapi, setelahnya menyunggingkan senyuman getir. "Aku tidak apa, Rena. Dan kamu tidak perlu terlalu kentara membahas dia. Aku tidak mau jika nanti berujung perdebatan. Padahal keadaan sudah sepenuhnya seperti harapanmu," jawabnya asal. "Aku cuma ingin tahu aja. Meski sekarang kamu masih memikirkannya, aku tidak masalah. Karena mau bagaimanapun, kalian berdua memang bukan ditakdirkan bersama. Jadi, kalau boleh tahu, kamu sedang mikir apa? Kenapa sampai terlihat muram wajahnya?" tanya Serena yang selalu to the point.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status