"Aku masih kuliah di sini, baru satu tahun. Untuk apa aku ikut denganmu, aku tidak memiliki keahlian apapun. Mana bisa aku bekerja di luar negeri." Aku berkata sambil menatap matanya yang biru.
"Kamu tidak perlu bekerja, bekerja saja padamu. Apa kamu masih tidak yakin jika aku adalah orang yang bisa mengaji dirimu?""Oh, kamu mau aku tetap menjadi wanita simpananmu?"Ya tentu saja dia hanya ingin tubuhku saja, orang sepertinya bisa memilih wanita yang seperti apapun untuk melayaninya maupun di jadikan pendamping hidupnya. Apa yang aku impikan, ingin menjadi wanita yang istimewa untuknya."Aku akan menjadikan dirimu ratu di rumahku," desisnya dengan menempelkan ujung hidungnya yang panjang bak perosotan pada hidungku.Kugigit bibir bawahku, untuk menetralisir detak jantung yang tiba-tiba berdegup kencang. Dia benar-benar berbeda hari ini. Pria bermata biru itu memiringkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada milikku."Jangan mengigitnya, atau kamu akan terluka."Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu, dengan sayang dia mengecup keningku, lalu kedua mataku, kemudian kecupan itu berpindah ke kedua pipiku. Perlahan dia merebahkan tubuhku diatas sofa, tangannya yang lain menarik tali yang melilit di pinggangku.Tubuhku yang belum memakai apapun didalam sana langsung terbuka di hadapannya. Dan pada akhirnya kami melakukan hal yang biasa kami lakukan jika bertemu di atas sofa itu. Kami lupa jika sesaat yang lalu kami sedang makan dan belum selesai dengan makanan kami."Kamu selalu memuaskan seperti biasanya," ucapnya sambil mengecup pipiku begitu dia selesai menyalurkan hasratnya.Aku hanya tersenyum menanggapi perkataannya. Aku segera bangkit dari posisiku, dan berlalu menuju kamarnya mandi. Aku akan membersihkan diri lagi dan segera memakai baju."Mau kemana?" Alex bertanya sambil memakai kembali bathrobenya."Mau berganti pakaian, atau kalau tidak kamu akan menerkamku lagi. Aku masih lapar dan ingin makan dengan tenang," jawabku sambil terus melangkah meninggalkannya.Di dalam kamar mandi, aku berandai-andai. Andai Alex benar ingin membawaku dan menjadikan aku ratunya, sepertinya itu akan menyenangkan bukan. Aku tidak akan di jadikan simpannya tapi akan dinikahi olehnya. Pikiranku berkelana kemana-mana membayangkan hal-hal yang indah bersama pria yang memiliki usia jauh diatasku itu.Tidak peduli jika dia lebih tua, toh selama ini saat menjalin hubungan dengannya, aku biasa saja. Apakah akhir kasihku akan seperti kisah di negeri dongeng, atau kisah novel romansa.Aku segera menyelesaikan kegiatanku membersihkan diri. Saat aku hendak keluar dari kamar mandi, terdengar suara Alex berbincang dengan seseorang, sepertinya lewat sambungan telepon."Yes honey,"Honey? Alex berbicara dengan siapa. Apa itu kekasihnya atau malah istri."Of course, i miss you so much."Terdengar lagi suara Alex berbicara."See you tomorrow, bye."Setelah itu tidak terdengar lagi suara dari Alex, seperti dia sudah selesai berbicara dengan lawan bicaranya."Mentari, apa yang kamu pikirkan. Kamu ini hanya seorang wanita simpanan, saat ini dan sampai kapanpun. Kamu akan berhenti atau terus seperti ini tergantung dirimu sendiri yang memutuskan. Kamu jangan pernah memikirkan akan menjadi Cinderella," ucapku pada diriku sendiri.Ya, sesaat yang lalu aku sempat memikirkan hal konyol itu, menjadi ratu di rumah Alex. Nyatanya dia sudah memiliki wanita yang selevel dengannya. Jika dia membawaku, maka aku tetap akan menjadi wanita simpanannya."Rii, lama sekali di kamar mandi?" sebuah panggilan dan ketukan pintu mengangetkan diriku. Menarikku kembali ke alam nyata."Iya sebentar."Bergegas aku keluar membuka pintu dan dari kamar mandi."Aku ingin menggunakan kamar mandi juga. Kenapa kamu menguncinya?" ucapnya begitu aku sudah membuka pintunya."Jika tidak aku kunci maka kamu akan mengikutiku kedalam sini, dan aku tidak mau itu terjadi." Aku berkata sambil mencebikkan bibirku.Aku mempersilahkan masuk lelaki yang beberapa saat yang lalu sempat membuat hatiku memiliki banyak harapan, lalu dalam sekejap juga harapan itu hilang. Segera kupakai baju yang sudah di sediakan oleh Alex yang berada di dalam lemari. Setelah itu aku kembali melanjutkan makanku yang tertunda karena melayaninya.*****"Bagaimana dengan penawaranku tadi Ri," ucap Alex yang sedang duduk bersandar di sofa. Aku sendiri sedang duduk diatas ranjang tidak jauh dari sofa tersebut."Penawaran yang mana?" Aku balik bertanya, pura-pura tidak tahu.Sebenarnya aku tahu maksudnya, dia menanyakan apa aku bersedia ikut dengannya. Ikut ke negara asalnya yang pastinya sebagai simpanan lagi."Semua orang yang aku kenal ada di sini, tuan Alex. Aku tidak akan pernah bisa pergi jauh dari mereka, apalagi hingga ke tempat yang jauh. Yang hanya bisa dijangkau dengan menaiki pesawat terbang. Kamu bisa 'memakai' diriku saat ini hingga puas, lalu esok kita akan berpisah seperti apa yang tertulis dalam surat perjanjian yang kita tandatangani bersama."Lelaki berhidung mancung itu terlihat menghela nafas berat, mungkinkah dia kecewa dengan jawabanku. Tapi kenapa kecewa, toh di negaranya sana ada seseorang yang sedang menunggunya dan dia juga merindukannya."Baiklah jika itu pilihanmu, aku tidak bisa memaksa dirimu.""Tentu saja, siapa dirimu yang akan memaksakan kehendak padaku. Setelah hari ini, hubungan kita akan berakhir," ucapku dalam hati."Kemarin dan duduklah disini," titahnya sambil menepuk bagian sofa kosong disampingnya.Aku menurutinya dan segera melangkah ke arahnya lalu duduk disampingnya."Ini untukmu, aku rasa ini akan cukup untuk membayar biaya kuliahmu hingga selesai," ujarnya sambil meletakkan selembar kertas kecil berbentuk panjang, berlogo sebuah bank ternama.Di kertas itu tertera tulisan sejumlah uang dengan nominal yang cukup besar. Ada banyak angka nol berjejer di atasnya. Untuk apa pria berkewarganegaraan asing ini memberikan uang sebanyak itu padaku."Anggap saja ini bonus sekaligus hadiah perpisahan, bonus karena kamu sudah menemani dan melayaniku dengan baik disini. Aku harap dengan ini, kamu akan berhenti melakukan pekerjaannya seperti ini. Cukup Aku saja yang menggunakan jasamu, fokuslah belajar dan bekerja ditempat kerjamu. Lalu setelah lulus kuliah kamu bisa bekerja di kantor seperti yang kamu inginkan."Aku sudah tidak heran lagi Alex tahu segalanya tentangku, buktinya dia juga bisa tahu masa laluku. Jujur, dalam hatiku begitu memujanya saat ini. Tapi sekali lagi aku harus bisa menempatkan diri, sadar diri siapa aku."Wow, terimakasih tuan Alex," ujarku sambil meraih kertas itu lalu menciuminya, setelah itu aku meletakkannya kembali di atas meja."Aku sangat mencintai semua uang-uangmu ini," ucapku lagi sambil menghambur dalam pelukannya.Mendorong tubuhnya hingga terlentang di sofa panjang itu dan aku menyembunyikan wajahku di dadanya yang bidang. Sebelum dia melihat wajahku yang penuh haru, lalu akan memaksaku untuk menangis lagi."Apa kamu hanya mencintai uang-uangku?" Lelaki itu bertanya sambil membelai rambutku."Tentu saja, apa lagi yang di cintai oleh wanita callingan selain uang," sahutku sambil tertawa sumbang."Wanita callingan?" ucapnya mengulang perkataanku."Iya, panggil dalam bahasa Inggris kan call, bahasa Indonesianya panggilan mungkin saja callingan. Jadi wanita panggilan sama dengan wanita callingan," jawabku sekenanya."Bahasa apaan itu, tidak lucu. Kamu membuat tata bahasa menjadi kacau," ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.Selama kami bersama kami tidak pernah sedekat ini, hubungan kami sebatas take and give."Waktumu bersamaku hanya sampai besok pagi, tuan Alex. Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu bukan. Jangan banyak berbual dan lakukan saja yang ingin kamu lakukan," bisikku manja.Disaat-saat terkahir kami, aku hanya mau dia mengingat diriku sebagian wanita yang memuaskan hasratnya. Demikian juga diriku akan mengingatnya sebagai mesin penghasil uang untukku."Apakah itu yang kamu mau?" tanyanya sambil membalik posisinya hingga aku yang berada di bawahnya saat ini."Tentu saja, aku akan menggantikan bonus itu dengan pelayanan yang memuaskan."Aku berkata sambil menarik tengkuknya hingga wajah kami begitu sangat dekat.🍁 🍁 🍁Sebuah tangan membekap mulutku, dan menarik tubuh mungilku ke arah rimbunnya semak belukar yang ada di kebun belakang rumah Simbah. Suasana tengah hari yang sepi karena sebagain besar orang kampung kembali beraktivitas di kebun atau sawah serta simbahku yang tidur siang didalam rumah membuat tidak ada yang melihatku diperlakukan seperti itu. "Kamu tidak bisa lari dariku anak manis, jika hanya pergi ke rumah ini aku masih bisa mendatangi dirimu," ucapnya sambil menyeringai. Lelaki yang menikahi ibuku itu, dengan beringas menggagahi diriku di antara rimbunnya semak-semak. Ternyata meskipun kabur dan tinggal bersama simbahku, dia tidak menyerah untuk bisa menikmati tubuhku. Apa mungkin tujuannya menikah dengan ibuku hanya untuk melakukan ini padaku. Aku hanya bisa menahan sakit dan meneteskan air mata menerima perbuatannya. Dering telepon mengagetkan diriku, menariku dari lamunan. Setelah mengakhiri kontrak dengan Alex, kenangan-kenangan masa laluku yang kelam dulu sering kali datan
"Kamu pikir aku takut denganmu? Sini maju jika kamu mau aku hajar," ucapku sambil memasang kuda-kuda. Aku memang sedikit belajar bela diri saat mulai mengenal dunia kelam itu. Aku pikir jika orang asing itu berbuat macam-macam atau memperlakukan diriku dengan buruk maka aku akan bisa membela diri. Ditambah lagi pengalamanku di lecehkan berulang-ulang membuatku ingin bisa menjaga diriku sendiri. Pria di depanku itu tertawa melihat apa yang aku lakukan, "Kamu pikir bisa melawanku?" tanyanya meremehkan. Meskipun aku juga tidak yakin, tapi disini bukan tentang tenaga siapa yang lebih besar, tapi tentang teknik. "Jangan meremehkan diriku yang sekarang, aku bukan Mentari yang dulu. Yang takut denganmu dan bisa kamu perlakuan dengan sesuka hatimu. Dan satu lagi, di kota sana aku juga kuliah, kamu pasti sudah dengar kan dari ibuku. Kamu tahu apa jurusan yang aku ambil? aku kuliah jurusan hukum biar bisa memasukkan orang-orang tidak beradab seperti dirimu kedalam penjara," ujarku mengancam
Tanpa banyak berpikir lagi, aku segera mendatangi rumah sakit tempat ibu di periksa dan di rawat dulu. Aku dan bulek mengecek kesehatan dan kecocokan organ ginjal kami. Semakin cepat melakukannya akan semakin baik, jika aku harus berbagi organ yang ada sepasang itu dengan ibu maka aku rela melakukannya. Setelah melakukan pemeriksaan yang cukup memakan waktu, kami bertiga tinggal menunggu hasilnya saja. Rasanya waktu berlalu dengan lamban, ada harapan dan kecemasan dalam diriku. Bagaimana jika diantar kami tidak ada yang cocok. Mencari donor untuk hal itu rasa-rasanya sangat mustahil bagi kami, melakukan cuci darah setiap saat pun sepertinya akan menyiksa ibuku. "Ya Allah, aku memang bukan hambaMu yang baik. Aku bahkan tidak pernah melakukan kewajibanku sebagai seorang muslim, tapi hanya padaMu lah hamba ini meminta jika dalam kesulitan. Hamba tidak ingin kehilangan ibu hamba," doaku dalam hati. Aku memang hamba yang tidak tahu diri, berdoa padaNya saat diambang keputusasaan. ****
Aku sudah membayar biaya kuliah satu semester ini, uang di tabunganku benar-benar terkuras habis. Usaha mencari pekerjaan yang layak terus aku lakukan, setiap hari keliling kota yang panas dan macet ini sekedar mencari pekerjaan. Makan seadanya, kadang kala Nayla dengan suka rela memberiku makanan yang dia beli. Aku benar-benar mengirit semua pengeluaran dan mengencangkan ikat pinggang. "Kamu jangan selalu membeli makanan dua porsi begini, Nay. Lama-lama kamu bisa bangkrut," ucapanku malam itu saat kami makan nasi goreng berdua di kamar kosanku. Temanku itu lagi-lagi membawa dua porsi makanan untukku dan dirinya. Padahal aku baru saja akan membuat mie instan. "Aku tidak akan bangkrut hanya dengan membelikan dirimu makanan begini, Mentari," sahut Nayla santai sambil mengunyah makanannya. "Kamu sudah dapat pekerjaan?" tanyanya. Aku menggelengkan kepala dengan lemah sebagai jawaban atas perkataannya. Memang, mencari pekerjaan di kota ini tidak semudah membalikkan telapak tangan."
Mataku menatap nanar kearah benda pipih berlayar datar yang sedang aku pegang, baru saja bulek mengirim nominal uang yang harus dibayarkan untuk rawat inap ibu beserta obat-obatannya. Lima belas juta, uang sebesar itu dulu tidak ada apa-apa saat aku bersama Alex. Tapi sekarang dengan pekerjaanku yang hanya pelayan cafe, nominal itu sangat besar. Ditambah lagi aku baru bekerja enam bulan. Helaan nafas panjang, kuharap bisa membuat beban dihatiku sedikit berkurang. Di dalam rekeningku hanya ada lima juta, darimana aku akan mendapatkan kekurangannya? Bisakah meminjam pada tempatku bekerja ini padahal baru bekerja selama enam bulan. Ah, lebih baik aku coba terlebih dahulu. Akan kutemui Pak Bagas sebelum pulang. Segera kuderapkan langkah kakiku menuju ruangan atasanku itu. Aku mengetuk pintu begitu sampai didepan ruangan beliau. "Masuk!" terdengar suara berat dari dalam mempersilahkan aku masuk. Dadaku sudah berdebar-debar terlebih dahulu saat melangkah kaki menuju lelaki yang terliha
Mobil Pajero sport SUV berwarna putih membawa kami menjauh dari kota metropolitan. Entah ke mana atasanku ini hendak membawaku pergi saat ini, katanya dia sedang ada urusan di luar kota berkenaan dengan cabang cafe di sana. Sepertinya Pak Bagaskara memang memiliki usaha di bidang ini dengan banyak cabang di berbagai kota. "Bagaimana jika kamu menjadi sekretarisku saja," ucapnya sambil menggenggam tanganku.Apa-apaan ini, kenapa dia memperlakukanku seperti kami sepasang kekasih saja. Aku hanya diam tidak bisa menjawab perkataannya, bagaimana dengan karyawan yang lain. Aku takut mereka akan curiga jika tiba-tiba saja dari seorang pelayan menjadi seorang sekretaris. Lagi pula setahuku Pak Bagas tidak pernah memiliki sekretaris, dia selalu bekerja sendirian di tempat itu."Kamu bilang kuliah jurusan administrasi perkantoran bukan? Biasanya bidang profesi yang identik dengan jurusan itu adalah sekertaris. Itu bisa menjadi alasan untukku membuatmu menjadi sekretarisku," ucapnya tanpa mem
Dengan tubuh berpeluh, Pak Bagas mengurai penyatuan tubuh kami. Lelaki itu menghempaskan tubuhnya ke sampingku setelah mendapatkan kepuasan. Segera kuraih selimuti putih untuk menutupi tubuhku yang terbuka. "Sudah berapa laki-laki yang meniduri dirimu?" Tanya Pak Bagas datar. Pertanyaan yang tidak pernah aku sangka akan keluar dari mulutnya. Aku menghela nafas untuk menekan perasaanku. Seharusnya dia tidak menanyakan hal itu bukan, wanita yang bisa ditiduri sebagai wanita bayaran tentu saja bukan seorang wanita perawan. "Apa bapak perlu tahu soal itu?" Aku balik bertanya sambil menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. "Tentu saja, aku mengeluarkan uang untukmu dan akan membayar mahal tubuhmu. Aku tidak ingin kamu membawa penyakit untukku." Ucapannya lagi-lagi menggores hatiku. "Saya memang bukan seorang perawan pak, tapi saya pastikan tidak akan menularkan penyakit buat bapak." Selama aku berhubungan dengan Alex, aku selalu memeriksakan kesehatan reproduksiku dan aku tida
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, Pak Bagas menyuruhku untuk ke kafe lebih pagi jadi aku harus bergegas pergi ke tempat kerjaku itu. Kafe buka jam setengah sembilan, jadi setidaknya harus datang satu jam sebelum itu. Perjalanan dari kosan ke kafe sekitar satu jam jika tidak macet. Kalau pergi pagi-pagi begini dipastikan kemacetan belum terjadi. Tepat jam setengah enam, aku sudah berada di halte busway. Menunggu bus yang di dominasi warna yang menuju kearah tempatku bekerja. Seperti yang diperkirakan, tidak ada kemacetan di jalan sehingga aku cepat sampai tujuan. Tidak sampai satu jam perjalanan aku sudah sampai di kafe. Papan yang bertuliskan close masih terpampang di pintu masuk karena memang belum waktunya buka. Aku dorong begitu saja pintu tersebut, kupikir karyawan yang biasa bersih-bersih dan beres-beres sudah datang terlebih dahulu. Ponselku berdering saat baru melangkahkan kakiku ke dalam tempatku bekerja itu. Sebuah panggilan telepon dari Nayla. "Ada apa Nay?" tanyaku beg