“Ayah,” panggil Vino terperangah.
Semua terkesiap dengan mulut yang menganga lebar ketika Vino menyebut ayah kepada atasan papanya Vita.
“Kenapa kamu tidak mengangkat telepon ayah?” tanya Jayden—ayah Vino. Dia begitu cemas, takut terjadi sesuatu kepada putra semata wayangnya. Tadinya, Jayden datang ke kediaman Arif untuk meminta maaf. Pasalnya, Vino tak kunjung pulang untuk menghadiri acara lamaran. Namun, siapa sangka, dia pun terkejut ketika melihat Vino sudah berada di rumah Vita dengan memakai pakaian rapi.
“A-aku tadi sibuk, Yah,” jawab Vino. Dia masih belum mengatakan yang sebenarnya bahwa sudah menikah siri dengan Vita. Dia takut jika ayahnya terkejut dan menyebabkan penyakit jantungnya kambuh.
Jayden pun mengalihkan pandangannya ke arah Vita. “Menantu ayah cantik sekali,” ungkap Jayden kepada wanita yang berada di samping Vino.
&nbs
Ketika Allina akan pergi, Romeo menarik tangan calon istrinya itu. “Allina apa yang terjadi? Kamu mau pergi ke mana?” tanya Romeo penasaran.Allina menatap Romeo dengan intens, dia hampir saja melupakan Romeo. Dia bingung apa yang harus dia katakan? jujur atau berbohong.Romeo masih menunggu jawaban Allina. Dan untuk yang kedua kalinya dia pun bertanya. “Allina! Kamu kenapa? Apa yang terjadi?” Dia begitu khawatir. Entah siapa yang menelepon calon istrinya itu, sehingga membuat Allina cemas.“A-aku … aku harus segera pergi, Romeo!” jawabnya terbata-bata, sekaligus ingin menghindar dari pertanyaan Romeo yang dilontarkan kepadanya. “Aku akan mengantarkanmu. Aku pinjam mobil Bang Rico dulu, tunggu di sini!”Allina masih belum mengatakan apa-apa kepada Romeo. Dia takut jika calon suaminya itu akan salah paham kepadanya. Dia pun menghampiri Vita dan Anggun kemudian berpamitan kepada mereka untuk pergi
Lingualnya terasa kelu ketika mendengar pertanyaan Allina. Dia sendiri masih bingung dengan perasaannya terhadap Anggun. Namun, tidak bisa dipungkiri, kehadiran Allina membantunya mengikis rasa cintanya kepada wanita yang selama belasan tahun dia cintai dan nantikan untuk menjadi istrinya. Dia mulai merasa nyaman jika di dekat Allina. Rasanya hampa apabila Allina tidak ada di sisinya."Kenapa kamu diam saja, Romeo?" tanya Allina yang membuat dia semakin percaya bahwa Romeo masih sangat mencintai Anggun."Aku--""Aku apa?""Aku menyukaimu, Allina," ungkap Romeo dan langsung membuat Allina terdiam.Bagai mimpi di siang bolong ketika mendengar Romeo menyatakan perasaannya. Tidak terbesit sedikitpun di benaknya bahwa Romeo akan menyukainya secepat ini. Allina terus menatap kedua mata Romeo, dia ingin mencari celah kebohongan di sana. Namun, usahanya sia-sia. Karena tatapan Romeo begitu tulus."Allina kamu enggak kesambet oleh ketampananku,
“Jangan! Ku mohon jangan besok,” tolak Anggun sembari manatap sendu kepada Rico.“Baiklah, Sayang. Kita pergi lusa atau setelah kamu siap,” jawab Rico untuk menenangkan istrinya.“Mas, besok aku ingin berduaan seharian bersamamu!” pinta Anggun. Dia tahu bahwa ibunya adalah orang yang sangat keras dan tidak mudah untuk berubah pikiran. Dia ingin menikmati waktu berdua dengan suaminya. Dia begitu takut, jika setelah bertemu dengan sang ibu, dia tidak diizinkan lagi untuk bersama Rico. Dia pun memeluk Rico begitu erat sembari bersandar di dadanya yang bidang serta menikmati suara detak jantung.“Baiklah, aku akan bicara kepada Andy untuk menghandle semua pekerjaan.”“Terima kasih,” balas Anggun. Dia pun begitu tenang dan nyaman berada di pelukan Rico. Rasanya begitu hangat. Dia takut tidak bisa merasakan pelukan suaminya lagi.
Anggun merasa jika mamanya sudah keterlaluan dan kelewat batas. Dia tidak tega melihat Rico yang berlutut seperti itu. Sedangkan, mamanya acuh tak acuh dengan kesungguhan suaminya yang sedang memohon. Dia pun keluar dari tempat persembunyiannya."Ma," panggil Anggun.“Anggun, Sayang.” Linda menghampiri sang putri dan kemudian memeluknya begitu erat. Sedangkan, dia melewati begitu saja Rico yang sedang berlutut di hadapannya.Anggun semakin prihatin melihat suaminya. Dia pun melepaskan pelukan Linda dan kemudian mendekati Rico dan membantunya berdiri. “Jangan melakukan ini lagi, aku mohon!” lirih Anggun kepada Rico. “Kamu suamiku. Aku tidak ikhlas jika kamu merendahkan dirimu di hadapan siapapun walaupun itu kepada ibuku.”Linda geram mendengar perkataan Anggun. Dia berpikir bahwa Rico telah mengubah putrinya menjadi pembangkang. Dia pun menarik Anggun agar menjauh dari pria yang sangat dia benci.“Mama, lep
“Mas,” panggil Anggun lirih dengan air mata yang terus berderai di pipinya. “Bagaimana ini? Mama akan tetap memisahkan kita. Aku tidak mau, tolong jangan biarkan mama membawaku, Mas!” ucap Anggun dengan bibir yang bergetar karena takut.“Hemm,” gumam Rico sembari memandang dengan penuh perhatian. “Kamu tidak perlu takut. Aku akan selalu menjagamu, Sayang.”“Aku percaya jika kamu bisa menjagaku dan melindungiku. Namun, yang aku takutkan jika mama akan terus berusaha memisahkan kita. Aku lebih baik memiliki seribu musuh dari pada harus berselisih dengan mama.” Anggun memandang Rico dengan tatapan sendu. Pikirannya saat ini sedang berkecamuk, tanpa arah dan tujuan serta buntu tidak bisa mencari solusi.
"Sayang," panggil Rangga dengan lirih."Jangan sebut aku dengan panggilan itu. Sekarang pergi dari hadapanku. Aku muak melihat wajahmu. Aku akan segera mengirimkan berkas gugatan cerai secepatnya!" ujar Linda sembari mengepalkan tangannya tanpa melihat ke arah Rangga."Tidak, Sayang. Aku akan segera menceraikan wanita itu! Aku tidak mau kehilanganmu," balas Rangga dengan mata yang mengkristal."Chk, heuh," decak Linda sinis. "Bukankah aku wanita yang egois dan tidak pernah mendengarkan pendapatmu. Dan sekarang aku katakan, ‘ya’, itu memang benar. Aku tidak akan mendengarkanmu lagi. Sekarang pergi dari hadapanku!” teriak Linda kesal sembari menyapu barang-barang yang berada di atas nakas meja rias dengan tangannya. Barang-barang itu pun berjatuhan, pecah, dan berserakan di lantai. “Kembalilah kepada istri keduamu!” titahnya dengan intonasi suara yang mulai merendah dan napas yang terengah-engah.“Tidak, Sayang. Aku tidak
~Keesokan harinya~Pagi-pagi sekali, Linda sudah bangun dari ketidaksadaran dikarenakan pingsan dan demam tinggi. Dia merasa kepalanya masih terasa pusing. Dia membuka sedikit matanya dan menengok ke arah kanan. Di sana terlihat Rangga yang sedang tidur di kursi samping ranjang pasien sembari memegang tangannya.Ingin rasanya dia menarik tangannya dan memaki pria itu hingga puas. Namun, lingualnya terasa kelu tidak bisa mengatakan apa-apa. Yang ada hanyalah rasa sakit di dalam kalbu.“Aaa …,” teriak Linda sembari menarik tangan yang dipegang Rangga untuk memegang kepalanya yang sakit. Dia terus merintih kesakitan hingga Rangga pun terbangun dari tidurnya.“Kenapa, Sayang?” tanya Rangga panik. Dia pun menekan tombol yang menempel di dinding untuk memanggil tim medis.Tak lama datang seorang dokter dan suster. Mereka pun memeriksa keadaan Linda. Setel
Linda pun memberikan ponselnya kepada Rangga. “Maaf aku tak sengaja membuka pesanmu. By the way, selamat, kamu akan memiliki keturunan dari istri mudamu!” sindir Linda kepada suaminya sembari tersenyum.“Maksudmu?” tanya Rangga tidak paham.“Bukalah!” Linda meminta Rangga untuk membaca isi pesan dari Joya.Ketika Rangga melihatnya, tentu saja dia sangat terkejut melihat pesan itu. Dia bukan merasa bahagia melainkan sebaliknya. Rahangnya mengencang dengan napas memburu karena emosi. Mana bisa dia menghamili Joya disaat dia sudah melakukan operasi vasektomi.“Kurang ajar!” geram Rangga.Linda tidak mengerti kepada suaminya itu, disaat orang lain bahagia mendapatkan sebuah keturunan. Namun, dia malah terlihat sangat marah. Namun, Linda mengabaikannya, toh, bukan urusannya.“Bukankah, harusnya kamu bersyukur!&