“Anggun!” panggil seseorang dari kejauhan.
Anggun menolehkan kepala ke sumber suara dan ternyata Rico sudah datang ke kampusnya. Semua mahasiswi berteriak melihat Rico yang keluar dari mobil dengan menggunakan kaca mata hitam.
Sengaja sebelum menemui Anggun, dia merapikan diri di dalam mobil agar terlihat lebih tampan daripada pria yang sedang berbincang dengan Anggun. Rico pun melangkahkan kaki ke arah Anggun sembari membuka kaca mata hitamnya.
“Anggun, kamu sedang berbicara dengan siapa?” tanya Rico dengan posesif.
“Perkenalkan ini—”
Belum selesai Anggun melanjutkan perkataannya dosen killer itu sudah mengulurkan tangannya kepada Rico untuk berjabat tangan.
“Saya Vino Dosennya Anggun. Anda?” tanya Vino dengan tegas.
Deg! Tiba-tiba jantung Anggun berdegup kencang pasalnya dia takut Rico mengatakan yang sebenarnya.
“Saya Rico, Kakaknya Anggun,” sahutnya tanpa membalas jabatan tangan Vino.
“Hu…h,” Anggun membuang napasnya karena lega.
“Owh iya, kamu tadi mau mengatakan apa kepada saya, Anggun?” tanya Vino.
“Aku hanya mau bilang, jika aku tidak bisa menemani bapak makan siang karena Mas Rico mau mengunjungiku sekalian makan siang di kantin,” sahut Anggun kepada Rico.
“Tidak masalah, bagaimana jika kita makan siang bersama di kantin. Mari Pak Rico!” ajak Vino mempersilakan dengan sopan.
Mereka bertiga melangkahkan kaki ke arah kantin dan menjadi pusat perhatian mahasiswa dan mahasiswi di kampus tersebut. Dua pria tampan dan seorang wanita cantik. Anggun seperti nyonya muda yang sedang dikawal oleh dua bodyguard yang tampan dan bertubuh tinggi tegap.
Mereka tiba di kantin dan duduk di meja yang telah di sediakan.
“Owh iya, Mas Rico dan Pak Vino mau makan apa? Biar saya yang pesankan!” Anggun menawarkan.
“Pesananku samakan saja denganmu, Anggun” tutur Vino.
“Aku juga,” sahut Rico yang tidak mau kalah.
“What? Aku mau pesan seblak, apa kalian yakin mau makan menu yang sama denganku?” tanya Anggun memastikan.
“Yakin!” sahut Rico dan Vino bersamaan.
“Akh, iya. Baiklah!” ucap Anggun dengan tersenyum licik.
‘Waktunya pembalasan dendamku terhadap kalian. Ini benar-benar hari keburuntunganku,’ tutur Anggun dalam hati.
“Bu aku pesan seblak lada sehah level paling tinggi ekstra pedas buatkan dua porsi untuk kedua bapak itu. Dan seblakku level satu saja, Ya Bu! Enggak pakai lama!” tutur Anggun kepada penjual seblak.
“Minumnya apa, Neng?” tanya Ibu penjual seblak.
Anggun berpikir sejenak. Kali ini dia akan berbaik hati, “Two sweet iced teas and white water, Bu!”
“Maksudnya Neng?” tanya Ibu penjual seblak.
“Ikh Si Ibu, dua es teh manis dan satu air putih alias air mineral,” sahut Anggun.
“Siap Neng, Ibu buatkan sekarang pesanannya.”
“Cepat, Ya Bu, Engga pakai ngetem harus lancar jaya seperti jalan tol.”
“Siap Neng, laksanakan.”
Entah kenapa, Anggun seperti melihat persaingan di antara mereka berdua. Anggun pun menghampiri mereka yang sedang saling memberikan tatapan dingin satu sama lain.
“Permisi, princess mau duduk,” canda Anggun untuk mencairkan suasana. Namun, ternyata apa yang dilakukannya sia-sia. Mereka malah melihat Anggun dengan tatapan tajam. Karena ketakutan Anggun pun menundukkan kepalanya. ‘Sebentar lagi kalian akan tahu rasa, berani-beraninya mereka melototin aku seperti ini. Harga diriku jatuh?’ tuturnya dalam hati.
“Anggun sekarang menjadi asistenku, jadi dia pulang akan sedikit terlambat ke rumah,” tutur Vino membuka percakapan.
“Tidak bisa, dia harus pulang tepat waktu. Dia anak gadis tidak boleh pulang terlambat apalagi harus pulang malam,” sahut Rico.
“Mulai besok, aku yang akan menjemput dan mengantarkannya pulang,” jawab Vino tidak mau kalah.
“Aku, sudah diberi kepercayaan sepenuhnya oleh orang tua Anggun. Dan aku harus bertanggung jawab.”
“Kamu bukan suaminya, jadi Anggun berhak menentukan keputusannya.”
Anggun membelalak mendengarkan penuturan dosen killernya itu. Dan dia melihat ke arah Rico, raut wajah suaminya itu sudah tidak bersahabat.
“Anggun jadi bagaimana?” tanya sang dosen killer.
“Heuh, kok aku?” tanya Anggun bingung menjawab pertanyaan dosennya itu. Anggun berpikir sejenak dan dia mendapatkan ide brilian. “Begini saja biar adil, Mas Rico mengantarkan aku ke kampus dan Pak Vino mengantarkan aku pulang ke rumah jika aku pulang telat.”
“Aku yang akan menjemputmu,” tutur Rico dengan tegas.
Vino hanya tersenyum smirk kepada Rico, pasalnya sifat Rico tidak berubah dari zaman kuliah. Dia tetap tidak mau kalah.
“Sebentar, dari perbincangan kalian. Sepertinya kalian sudah mengenal lama?”
“Tidak!” sahut mereka bersamaan dengan nada tinggi.
“Tidak sudi aku kenal dengan dia, yang mengkhianati sahabatnya demi seorang wanita,” tutur Vino.
“Heuh?” ucap Anggun yang semakin bingung.
“Ucapan kamu yang tidak masuk akal. Buktinya perkataanmu sampai sekarang tidak terbukti sama sekali. Aku masih bersamanya hingga saat ini,” tutur Rico kepada Vino.
“Owh, kamu masih bersama Nisa. Jadi, biarkan Anggun bersamaku! Lagi pula kamu bukan kekasih ataupun suaminya. Jadi kamu tidak berhak melarang Anggun dekat dengan siapapun?” sahut Vino.
Anggun bingung dengan perkataan dosen dan suaminya. ‘Sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka?’ tanyanya dalam hati.
“Akhirnya makanan yang ditunggu-tunggu datang juga,” ujar Anggun.
“Ini pesanannya, Pak, Neng” tutur sang ibu penjual seblak.
Anggun memakannya lebih dulu dan menikmati seblak tersebut tanpa ada sedikit pun rasa pedas.
“Anggun, makanan apa ini?” tanya Rico.
“My favorite food,” sahut Anggun singkat.
Vino pun melahap makanan tersebut, kemudian dia melihat ke arah Anggun.
“Anggun ini rasanya enak sekali,” ucap Vino sembari tersenyum manis tetapi dengan mata yang berkaca-kaca karena menahan rasa pedas. Kemudian dia melihat ke arah Rico yang masih ragu untuk memakan makanan tersebut.“Kenapa? tidak berani memakannya?” tantang Vino kepada Rico.
Rico pun melahap seblak tersebut, kemudian dia melihat ke arah Anggun dengan tatapan membunuh dan napas memburu.
“Ini perbuatan adikmu,” tutur Vino yang kemudian memberikan tatapan tajam kearah Anggun.
Anggun menelan salivanya dengan kasar dan menundukkan kepalanya, ‘Mampus aku!’ ucapnya dalam hati.
“Anggun coba buka mulutnya, baru kali aku menyuapi seorang wanita,” tutur Vino memberikan satu sendok seblak ekstra pedas ke arah mulut Anggun.
“Ini juga satu suapan dari Mas. Bukti bahwa Mas sangat menyayangimu!”
Tiba-tiba wajah Anggun pucat pada saat kedua pria tersebut menyodorkan sendok yang berisi seblak ekstra pedas. ‘Senjata makan tuan, Ya Tuhan tolong aku!’ tutur Anggun dalam hati.
Tiba-tiba datang seorang mahasiswa bertubuh tinggi dan berparas tak kalah tampan dengan Rico dan Vino.
“Sayang, ayo ikut denganku!” ajak pria tersebut sembari memegang tangan Anggun.
Anggun mengernyitkan keningnya, pasalnya dia tidak mengenal pria yang memegang tangannya itu. Anggun menarik kembali tangannya dari genggaman pria asing.
“Si-siapa kamu?” tanya Anggun bingung.
Pria itu mengusap puncak kepala Anggun kemudian memegang pipinya dengan lembut.
“Maafkan aku, Sayang. Aku memang salah, aku sadar bahwa aku telah salah paham.”
Anggun memiringkan wajahnya sambil termangu. Dia semakin tidak mengerti maksud perkataan pria asing tersebut. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian melihat ke arah kedua pria yang sedari tadi memandang dengan tatapan curiga.
“Sebentar, Mas Rico dan Pak Vino jangan salah paham, aku sungguh tidak mengenalnya.”
Anggun kemudian melihat ke arah pria asing tersebut dan bertanya kembali. Hei, kamu siapa?”
Pria tersebut kemudian mengecup kening Anggun begitu dalam. “Haaa…h,” Anggun membulatkan matanya dan membuka mulutnya dengan lebar karena terkejut oleh prilaku pria tersebut, ‘Mati aku, mati aku, mati aku, Ya Tuhan siapa pria ini?’
Anggun kemudian melihat lagi ke arah suaminya, ‘Celaka, gawat ini urusannya!’
“Sayang, percayalah kepadaku! Kamu harus ikut denganku. Aku akan menjelaskan sesuatu kepadamu!” tutur pria tersebut dengan serius.
“Apasih, kamu salah orang!” sahut Anggun sembari mendorong pria tersebut.
“Lepaskan dia!” bentak Rico kepada pria tersebut.
Rico pun menghadap ke arah Mahika. “Silakan!”Nisa membuka kimono satin yang dikenakannya.“Kak Mahika!” teriak Anggun ketika Nisa akan membuka pakaiannya.“Maafkan aku Anggun, hanya dengan cara ini dia tahu bahwa aku adalah Nisa.”Anggun pun membalikkan badannya. Anggun harus memberikan kesempatan kepada Nisa untuk membuktikan kepada suaminya. Dia sengaja tidak melihat apa yang akan Nisa atau Rico lakukan. Jika, melihat mungkin dia akan cemburu dan terluka.Nisa mendekat ke arah Rico. Dan meloloskan gaun piyama satin sutra yang dia kenakan. “Mas, kamu tahu bagaimana membuktikan bahwa aku adalah Nisa.Rico mengernyitkan keningnya, kemudian pandangannya beralih kepada Anggun yang sedang membelakanginya dan Nisa. Dengan ragu dia mulai mengangkat tangannya. Dia pun menyentuh puncak dada Nisa dan mengarahkan bulatan itu k
Dua minggu kemudian.Persyaratan untuk pernikahan telah rampung. Tiba saatnya Alresca dan Nisa menikah.Nisa menggunakan wali hukum dikarenakan dia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Sedangkan, Rico dan ayah dari mempelai pria menjadi saksi pernikahan mereka berdua.Akad pernikahan mereka diadakan di sebuah hotel milik Rico Adelard. Keluarga besar Adelard, Whisley, dan kedua sahabat Anggun yaitu Allina dan Vita hadir dengan pasangan masing-masing.Tidak ada siapapun lagi yang hadir. Nisa hanya ingin orang-orang terdekat yang bisa menjadi saksi pernikahannya dengan Alresca. Karena dia tahu, wajah yang dia gunakan sekarang adalah milik orang lain yang pastinya kelak akan mengundang masalah baru.Ketika Alresca mengucapkan ijab qobul. Rico mengernyitkan keningnya. Pasalnya binti yang digunakan Mahika adalah ayah dari Nisa. Namun, dia pun segera mungkin menepis kecur
Di dalam kamar, Alresca, Nisa dan Dayana tidur bertiga. Mereka tidur menghadap bayi cantik nan mungil yang tidur di antara mereka. Tak sengaja, kedua orang dewasa itu saling beradu pandang dan saling melontarkan senyuman.Deg! jantung keduanya tiba-tiba berdegup dengan kencang.Alresca pun semakin menatap Nisa dengan lekat. Entah mengapa? Baginya, Nisa terlihat tampak cantik malam ini. Dia pun tiba-tiba menginginkan sesuatu dari wanita itu.Alresca bangkit dari posisi tidurnya dan menurunkan kedua kaki di atas lantai. Kemudian, dia pun beranjak dari tempat tidur dan berputar ke tempat Nisa berada.Pria itu membungkukkan tubuh dan kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah wanita yang sedang berbaring dan melihat ke arahnya."Kumohon kita jangan melakukan di sini! Di sini ada Dayana, tidak baik," ujar Nisa sembari mendorong dada Alresca yang bidang itu dengan lembut."Aku hanya ingin menciummu," jawab Alresca dan kemudian memegang ked
Keesokan harinya, Nisa sudah berada di rumah Anggun dan Rico. Dia pun berkenalan dengan ketiga bayi kembar Anggun yaitu, Dayana, Davin, dan Devan. Belum apa-apa, dia merasakan ikatan batin dengan ketiga anak tersebut. Apakah karena ketiga anak itu adalah anak Rico? Entahlah, dia pun tidak tahu. Yang jelas, dia begitu bahagia karena bisa merasakan menjadi seorang ibu. Walaupun, bisa saja dia kelak mengangkat anak adopsi bersama Alresca. Namun, sekarang dia lebih baik menikmati dan belajar dulu menjadi seorang ibu."Kak," panggil Anggun dengan lembut kepada Nisa.Nisa menoleh dan kemudian tersenyum sembari menggendong Devan yang baru terbangun sembari menangis."Siapa yang bangun?" tanya Anggun ingin tahu apakah Nisa sudah b
Rico pun mendamaikan hati dan menetralisir rasa agar kegugupan dalam dirinya segera terhempas. Dia pun melakukan peregangan, karena dia sudah lama tidak olahraga kenikmatan pada malam hari bersama istrinya."Huh," Rico mendadak merasa tidak percaya diri. Dia pun meniupkan udara dari dalam mulut dan menghirup aromanya.“Tidak bau.” Namun, dia masih tidak percaya diri. Dia pun memutuskan menggosok giginya untuk yang kedua kali agar tercium aroma mint dari mulutnya."Sudah wangi, ayo kita lakukan Anggun!" Monolognya di depan cermin dengan kepercayaan diri yang sudah kembali.Anggun pun sedang berdiri di depan jendela melihat ke arah luar. Ternyata, di luar hujan turun begitu deras. Momen yang sangat pas untuk bercinta, pikirnya sembari tersenyum sendiri.Rico pun keluar dari kamar mandi dan mendapati sang istri sedang berdiri di depan jendela sembari tercenung. Dia pun menghampiri kemudian melingkarkan tangan di perut rata istrinya.
Rico berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Alresca. "Bangunlah!" pintanya agar Alresca segera beranjak.Alresca pun beranjak dari duduknya dan berdiri di hadapan Rico. Sejujurna, dia masih bingung dengan apa yang akan dilakukan Rico kepadanya. Bukankah, kesepakatan di antara mereka sudah deal. Lalu, untuk apa Rico memintanya berdiri? Apakah pria itu akan memukul wajahnya? Tetapi kenapa?Hari ini dibenaknya begitu banyak pertanyaan yang dia tidak tahu jawabannya. Dia pun hanya bisa pasrah sekarang."Ya, aku sudah berdiri sesuai permintaanmu, Mas Rico!" sahut Alresca kepada pria yang lebih dewasa daripadanya. Dia mengerutkan keningnya ketika Rico lebih mendekat ke arahnya.Setelah tubuhnya hanya berjarak sekitar 30 sentimeter. Rico membuka tangannya kemudian memeluk Alresca sangat erat."Semoga kamu bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Aku do'akan agar kamu selalu bahagia dengan Mahika. Percayalah, dia wanita yang