Share

NOTE 7 AWAL MIMPI BURUK EESHA

Rajendra mengemudikan mobilnya mengantarkan Eila kembali ke rumahnya di pinggiran kota. Kondisi jalanan yang sedikit gelap membuat Rajendra harus benar – benar fokus untuk melihat agar keduanya bisa sampai dalam keadaan selamat. 

“Maafkan saya karena telah merepotkan, Bapak. . .” kata Eila memecah ketegangan Rajendra yang sejak tadi fokus melihat ke arah jalanan yang sedikit gelap. 

“Tidak apa – apa, ini bukan masalah,” jawab Rajendra dengan sedikit rileks. “Saya juga ingin memeriksa ke tempat di mana Ibu tinggal. Saya ingin bertemu dengan anak Ibu dan temannya itu. Saya harus menemukan dari mana lagu itu berasal. Mungkin dengan menemukan asal lagu itu, saya bisa menemukan jejak Hujan Merah yang selama ini sulit sekali ditemukan.” 

“Apakah mungkin lagu itu yang menjadi penyebab tewasnya putri saya?” tanya Eila ragu – ragu. 

“Saya masih menduga lagu itu ada hubungannya dengan pembunuh berantai Hujan Merah. Tapi itu masih hanya sebuah dugaan. Saya masih perlu menemukan bukti untuk memperkuat dugaan saya,” jelas Rajendra berusaha untuk tidak membuat Eila khawatir dan cemas. “Sebelum itu izinkan saya bertanya?” 

“Silakan. . .” 

“Kenapa lagu itu harus dirahasiakan oleh Ibu dan Putri Ibu? Sejak tadi, saya penasaran akan hal ini.” 

Eila tersenyum mengingat percakapan putri kecilnya Eesha sebelum menjawab pertanyaan Rajendra. 

“Oh, itu. . . putri kecilku, Eesha. Seperti yang saya katakan sebelumnya mendengar lagu itu dari teman sekelasnya yang bernama Kiran. Saya tidak tahu alasan kenapa Kiran meminta Eesha untuk merahasiakan lagu itu. Hanya saja, Eesha tidak akan mendengar lagu itu lagi dari Kiran jika Eesha memberitahu lagu itu kepada orang lain.” Eila tersenyum mengingat kenangannya bersama dengan Rhea dan Eesha belum lama ini ketika membahas lagu yang selalu dinyanyikan oleh Eesha. “Putri kecilku, Eesha berusaha menyanyikan lagu itu ketika di rumah dan membuat kamu mau tidak mau mendengarkannya selama kurang lebih sebulan ini. Sayangnya, suara Eesha seperti nada sumbang dan radio rusak sehingga berulang kali Eesha berusaha menyanyikan lagu itu, tetap saja terdengar buruk. Sedangkan Kiran yang selalu menyanyikan lagu itu punya suara yang merdu, menurut Eesha.” 

“Bagaimana dengan keluarga Kiran?” tanya Rajendra yang sudah tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. 

“Kiran, anak yang cukup cerdas. Beberapa kali, saya mendapati Kiran menjadi juara kelas dan nilainya tidak pernah buruk. Kiran tinggal bersama ibunya yang berusia sekitar 30 tahunan, sedangkan Ayah Kiran meninggal beberapa tahun yang lalu karena penyakit. Hanya sebatas itu yang saya tahu. Dalam perkumpulan wali murid, Ibu Kiran adalah wanita yang dikenal tidak banyak bicara dan cukup sulit untuk didekati.” 

Rajendra berpikir keras dalam pikirannya mengenai hubungan lagu yang diduganya sebagai penyebab tewasnya Rhea. 

Bagaimana lagu yang dinyanyikan oleh anak – anak bisa menjadi alasan dibalik pembunuhan Hujan Merah terhadap Rhea? Apakah memang ada hubungannya lagu itu dengan Hujan Merah? Apakah dugaanku ini benar adanya atau justru semakin membuatku tersesat dalam pencarian Hujan Merah? 

Percakapan di antara Rajendra dan Eila terhenti sejenak ketika Rajendra mulai asyik berbicara dengan pikirannya sendiri sementara matanya terus fokus melihat jalanan yang sedikit gelap. Tangannya sibuk memutar kemudi mobilnya dan untuk sesaat, Rajendra melupakan keberadaan Eila yang duduk di sampingnya. 

Hari sudah cukup malam ketika akhirnya mobil Rajendra memasuki area pinggiran kota di mana Eila tinggal. 

Eila kemudian membuyarkan pikiran Rajendra yang fokus menyetir dan sibuk berpikir tentang Hujan Merah. 

“Saya turun di sini saja, Pak. . .” kata Eila tiba – tiba dengan menunjuk ke sebuah rumah yang cukup besar. “Putri kecil saya, tadi saya titipkan di rumah ini. Terima kasih banyak atas bantuan Bapak hari ini. Saya hanya bisa berharap pelaku pembunuhan putri saya bisa segera tertangkap.” 

Rajendra menghentikan mobilnya di depan rumah besar itu. 

“Saya juga berterima kasih atas waktu yang telah Ibu luangkan. Besok pagi, jasad putri Ibu akan diantarkan oleh pihak rumah sakit. Saya sudah berpesan kepada pihak rumah sakit. Ibu bisa menguburkan putri Ibu sesegera mungkin setelah jasadnya tiba besok. . .” jelas Rajendra. 

“Terima kasih banyak. . .” 

“Tapi. . .” kata Rajendra menyela Eila yang hendak turun dari mobil Rajendra, “sebelum itu, bisakah saya bertemu dengan putri kecil Ibu. Saya ingin menanyakan sesuatu padanya. Apakah Ibu tidak keberatan?” 

“Saya tidak keberatan. Asalkan jangan katakan padanya soal kematian kakaknya. Biar saya yang menjelaskan sendiri soal kematian kakaknya. Eesha sangat menyayangi kakaknya. Terlebih lagi Rhea berjanji pulang dengan membawa coklat kesukaan Eesha.” 

“Saya mengerti, Bu. . .” jawab Rajendra paham. 

Eila dan Rajendra turun dari mobil. 

Eila segera berjalan menuju ke depan pintu rumah Rania dengan Rajendra yang mengikuti tepat di belakangnya. Eila mengetuk pintu rumah Rania sembari memanggil – manggil Rania. 

“Bibi. . .” panggil Eila dengan sedikit berteriak. 

Pintu terbuka dan Rania muncul dari balik pintu dengan gaun tidurnya. 

“Ah, Nak Eila. . .” kata Rania dengan tersenyum. “Rupanya kamu sudah kembali.” 

“Maafkan saya karena telah merepotkan Bibi dan datang di malam hari. Di mana Eesha, Bi? Ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh pria ini kepada Eesha.” 

“Siapa pria ini, Nak?” tanya Rania. “Eesha mungkin sudah tidur bersama dengan Kiran dan Amar.” 

“Kiran? Kiran menginap di sini juga, Bi?” tanya Eila terkejut. Eila kemudian mengenalkan Rajendra yang berdiri di sampingnya kepada Rania. “Pria ini adalah detektif yang bekerja di kota. Namanya Rajendra.” 

“Ganendra. . .” teriak Rania memanggil pengawal cucunya. 

Ganendra segera berjalan mendekat ke arah Rania, “Ya, Nyonya.” 

“Tolong bangunkan Eesha dan katakan padanya bahwa Ibunya sudah datang. . .” kata Rania memberi perintah. “Hati – hati saat memabngunkan anak – anak, takutnya mereka terkejut.” 

“Baik, Nyonya.” 

Ganendra segera berjalan menuju kamar Amartya. 

Rania mengalihkan pandangannya dari Ganendra dan kembali menatap Rajendra dengan wajah penasaran. 

“Ada apa detektif malam – malam datang kemari dan ingin bertanya kepada Eesha?” tanya Rania dengan tersenyum ramah.

“Apakah Kiran yang dimaksud adalah teman sekolah Eesha?” tanya Rajendra kepada Eila. 

Eila menganggukkan kepalanya, “Ya, benar.” 

“Apakah Ibu keberatan jika saya juga ingin bertanya kepada Kira? Hanya sebatas bertanya dari mana asal lagu itu saja. . .” 

Rajendra mengabaikan Rania karena rasa penasarannya yang sudah tidak bisa ditahannya lagi. 

“Kurasa. . . jika bertanya tentang hal itu saja, tidak akan ada masalah. Tapi. . . bagaimana jika Kiran tidak mau menjawab?” Eila merasa sedikit ragu – ragu. 

“Mungkin nanti. . . saya bisa bertemu dengan ibunya juga,” jawab Rajendra kepada Eila. Rajendra yang sejak tadi mengabaikan Rania kini mengalihkan pandangannya ke arah Rania dan bertanya kepada Rania dengan sopan. “Apakah Ibu keberatan jika saya bertanya kepada anak – anak di sini?” 

“Tentu saja tidak. . .” jawab Rania berusaha bersikap ramah. “Tapi, sebelumnya. . . bisa tolong jelaskan apa yang yerjadi hingga detektif kota datang kemari malam – malam dan ingin bertanya kepada Eesha dan Kiran?” 

Rajendra hendak membuka mulutnya untuk menjelaskan namun suaranya terhenti ketika mendengar teriakan Ganendra. 

“Nyonya. . .” teriak Ganendra dengan sedikit berlari ke arah Rania dengan membawa selembar kertas, “gawat, anak – anak tidak ada di kamarnya.” 

“Apa maksudmu? Kenapa anak – anak tidak ada di kamarnya? Bagaimana dengan Amar?” tanya Rania dengan wajah terkejut dan tidak percaya. 

“Tuan muda juga menghilang, Nyonya. Dan saya menemukan ini tertinggal di kamar Tuan Muda. . .” kata Ganendra menunjukkan selembar kertas yang tadi dibawanya. 

Rania kemudian mengambil kertas dan membaca tulisan di dalam kertas yang ditinggalkan. 

“Mereka ke rumah Eesha karena melihat kakaknya pulang. . .” kata Rania. 

Mendengar ucapan Rania, dalam sekejap Eila terkejut dan bergidik takut di saat yang bersamaan. 

“Apa maksudnya itu?” tanya Eila tidak percaya. Eila kemudian mengambil kertas yang dibaca oleh Eila dan membacanya sendiri untuk memastikan telinganya tidak salah mendengar. “Ini tidak mungkin. . . Rhea sudah meninggal. Tidak mungkin Eesha melihat kakaknya di rumah.” 

Rania terkejut ketika mendengar ucapan Eila yang mengatakan bahwa putri pertamanya telah meninggal. “Apa maksudnya dengan meninggal?” 

Di depan dua wanita yang saat ini sedang terkejut, Rajendra berusaha menenangkan dua wanita itu. 

“Saya merasa sesuatu yang tidak beres sedang terjadi sekarang. Akan lebih baik, jika saya segera pergi ke rumah Ibu Eila dan memastikan apa yang sedang terjadi di sana.” 

“Biarkan saya ikut, Pak. Saya adalah pengawal pribadi Tuan Muda, mungkin saya bisa membantu.” Ganendra mengajukan dirinya untuk ikut bersama dengan Rajendra. 

“Baiklah kalau begitu. Untuk Ibu dan Bibi, akan lebih baik jika kalian berdua menunggu di sini. Kunci pintu rumah dan jangan biarkan siapapun masuk kecuali anak – anak atau kami berdua. Saya dan Ganendra akan memeriksa ke rumah Ibu Eila dan memastikan sesuatu yang buruk tidak akan terjadi pada anak – anak,” jelas Rajendra. 

Rajendra dan Ganendra kemudian bergegas pergi ke rumah Eila dengan harapan tidak ada sesuatu yang buruk yang menimpa tiga anak yang merupakan kunci dari kasus yang sedang ditanganinya. 

Kiranya siapa yang dilihat anak – anak itu? Kuharap anak – anak itu akan baik – baik saja karena sejak tadi firasatku mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. 

Sementara itu. . . 

Setelah berjalan sejauh 500 meter, Eesha bersama dengan Kiran dan Amartya telah sampai di depan rumah Eesha. Tiga anak itu berdiri memandang rumah Eesha yan dalam keadaan gelap gulita. 

“Gadis tengil. . .” Panggil Amartya dengan nada ketusnya, “kamu yakin yang pulang adalah kakakmu?” 

Mendengar suara Amartya yang sedikit keras, Kiran segera memberikan isyarat dengan jarinya. 

“Sssstttt. . . aku juga merasa ada sesuatu yang ganjil. Tidak mungkin kakakmu pulang tanpa menyalakan lampu. Bukankah lebih baik jika kita kembali ke rumah Amartya dan meminta Paman Ganendra untuk memeriksa?” kata Kiran dengan berbisik. 

“Aku yakin sekali jika yang masuk ke dalam rumah adalah kakakku. . .” bisik Eesha dengan penuh percaya diri. “Dia biasa melakukan hal ini jika membuat ibuku marah.” 

“Bagaimana jika mengintip dari jendela lebih dulu sebelum masuk ke dalam rumah? Aku merasa ada sesuatu yang ganjil.” 

Eesha menganggukkan kepalanya setuju dengan saran Kiran. “Aku akan ikut apa kata Kiran.” 

Kiran tersenyum melihat Eesha yang menuruti perintahnya. 

“Bagus. . . ingat satu hal, Eesha. Jika nanti terjadi sesuatu kamu harus membawa Amartya pergi dari sini.” Kiran memberi peringatan kepada Eesha. 

“Lalu, Kiran bagaimana?” tanya Eesha khawatir. 

“Sebagai laki – laki, aku akan melindungimu dan Amartya.” 

Eesha menganggukkan kepalanya menuruti perintah Kiran sementara Amartya tersenyum senang merasa kagum dengan Kiran. 

“Kak Kiran memang yang terbaik. . .” puji Amartya dengan berbisik. 

Eesha, Kiran dan Amartya pergi ke bagian samping rumah dan mencari celah di antara jendela rumah Eesha untuk mengintip ke dalam rumah. Eesha menemukan celah di antara tirai yang sedikit terbuka di ruang keluarga rumah Eesha. Kiran, Eesha dan Amartya berjinjit menunggu dan mengintip melalu celah tirai yang sedikit terbuka. Dari celah yang kecil itu, Kiran, Eesha dan Amartya melihat sosok pria yang sedang memandang foto keluarga Eesha. 

“Dia bukan kakakku. . . siapa orang itu?” bisik Eesha. 

Kiran dengan cepat berusaha menghentikan mulut Eesha yang berbicara dengan isyarat jarinya. 

Sosok pria yang sedang berada di dalam rumah Eesha kemudian berbicara sembari memandang foto keluarga Eesha. 

”Gadis yang tidak tahu sopan santun. Seharusnya kamu tidak menyanyikan lagu itu tanpa seijin pemiliknya. Lihatlah sekarang. . .kamu meninggalkan adik kecilmu dan ibumu begitu saja.” 

Pria itu kemudian berjalan keliling lagi ke dalam rumah Eesha sebelum akhirnya mengumpat kesal. “Sial sekali. . . aku datang kemari dan tidak menemukan apapun.” 

Kiran  yang menangkap ucapan pria asing di rumah Eesha merasakan sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Kiran kemudian memberikan isyarat pada Eesha dan Amartya untuk berjalan perlahan kembali ke rumah Amartya.

Eesha dan Amartya menganggukkan kepalanya dan mengikuti perintah dari Kiran untuk berjaln menjauh dari rumah Eesha. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status