Share

Bab 2. Perjanjian dan Kesepakatan

"Gue pikir lu orang miskin. Rupanya kaya," ucap Andara pada pria di depannya. Keduanya sedang duduk disalah satu meja di Kafe.

Pria itu tidak menanggapi. Dia justru memberikan satu lembar kertas dibungkus map di atas meja pada Andara.

"Baca kontraknya. Setelah itu, tandatangani. Lusa kita berangkat ke Dubai." Pria di sana menjelaskan secara singkat.

Andara menurunkan pandangan dari wajah Risyad ke meja. Jemari lentiknya meraih kertas yang katanya berisikan kontrak. Andara mana paham tentang beginian. Dia hanya sedang berpura-pura elegan saja, agar nanti terlihat sepadan dengan apa yang akan ditawarkan oleh si pria.

"Buset! Ini tulisan apa mantra? Mana ngerti gue astaga..." gumamnya dalam hati, begitu melihat bacaan dikertas.

"Duh maaf ya, gue cuma paham bahasa asing, Korea Selatan. Yang lainnya gue kurang ngerti," kata Andara sembarang sambil meletakkan kembali kertas ke posisi awal.

"Nae jib-e meomulmyeonseo maeil bam naleul manjogsikyeo jusibsio."

Andai saja Andara sedang ada di dunia kartun, pasti saat ini mulutnya sudah terjatuh ke bawah saking tercengangnya. Dia beralih meringis kecil seraya menggaruk kepala yang tidak gatal sama sekali.

"Iya, iya, gue ngalah! Gue ini norak. Nggak bisa apa-apa. Lagian kenapa sih harus pake kontrak-kontrak segala? Ribet tau, nggak? Kalo emang kerja ya langsung kerja aja. Ngapain buang-buang tenaga buat ngetik banyak huruf nggak jelas gini," sungut Andara akhirnya mengubah diri ke setelan pabrik.

"Kontrak kerja sama itu dibutuhkan agar dua belah pihak bisa saling menjaga kesepakatan. Jika kontrak tidak ada, sangat minim kepercayaan yang didapat," jelas si pria.

Andara hanya mengangguk-angguk sok paham.

Oh Jadi begini cara orang kaya bekerja? Semuanya perlu diperhatikan. Segala kontrak juga harus ada. Duh jadi bingung, ntar kalau gue jadi orang kaya, bisa nggak ya bikin kontrak gini juga? Hati Andara berbicara, berkhayal menjadi orang yang sama dengan si pria.

"Ya udah, gue ngikut aja mah. Nggak usah banyak naninuneno. Yang penting ada uang gue kerja. Nggak usah ragu sama gue. Gue orangnya bisa di percaya. Lu aja yang kemarin kabur, padahal kamar udah gue booking. Mana rugi 150 rebu lagi." Andara masih ingat tentang kejadian malam itu.

"Saya akan mengganti kerugian kamu. Yang penting saat ini, kamu memahami dulu apa tugas kamu setelah tiba di Dubai."

"Tugas apa aja emang?" tanya Andara penasaran.

"Buat istri saya cemburu."

Andara hampir saja tersedak ludahnya sendiri begitu ucapan pria di depannya terlontar. Gadis dengan busana tanpa lengan tersebut, membulatkan matanya tidak percaya.

"Apa? Nggak, nggak, nggak! Gue malas ribut sama perempuan. Apalagi seorang istri. Mulut mereka tuh kayak kereta api, nggak mau diem. Malas gue ngeladeni istri orang. Nggak, gue nggak mau!" Andara tak berpikir dua kali untuk menolak.

"Dia berbeda dengan perempuan lain. Saya akan bayar 1000 dollar per satu hari. Kamu tinggal di rumah saya selama satu bulan saja. Setelah itu, kontrak selesai," bujuk pria di sana.

"Seribu dollar berapa tuh kalau di rupiahin?"

"Sekitar lima belas juta, kurang lebih."

Langsung saja Andara membekap mulutnya sendiri begitu mendengar nominal yang akan dia terima. Buset... 15 juta? Per hari? Di kali 30 berapa juta yang dimiliki Andara? Gadis itu menggeleng-geleng takjub.

"Oke, deal! Gue jabanin dah bini lu. Mau kayak kuntilanak sekali pun, nggak bakal takut gue. Asal lu memang nepatin janji buat bayar gue segitu. Awas kalo lu boong!" ancam Andara dengan jari telunjuk yang mengacung tajam.

"Saya akan tambahan jika istri saya benar-benar bisa cemburu sama kamu," tambah pria itu lagi.

Semakin mengawang angan-angan Andara akan rupiah yang merajalela. Kalau begini keadaannya, mungkin Andara tidak akan melelang diri selama beberapa tahun ke depan.

"Oke, setuju. Serahin aja sama gue," seru Andara, tanpa beban sama sekali.

**

Risyad menyiapkan beberapa kepentingan Andara yang akan ikut terbang ke Dubai bersamanya. Risyad baru tahu kalau Andara rupanya hanya lulusan SMA. Tapi walau pun begitu, Risyad tetap memilih Andara untuk dia jadikan bahan agar istrinya bisa 'melihat' dirinya sebagai seorang suami. Sudah cukup lelah rasanya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan dari istrinya sendiri.

"Kamu sudah pahami apa saja yang akan kamu lakukan sesudah sampai di Dubai?" tanya Risyad. Keduanya baru saja naik mobil menuju bandara.

Andara sempat berpamitan pada Missa juga Konen. Meski dibalut kata-kata yang minim bau perpisahan, namun tak bisa ditutupi oleh Andara bahwa hatinya akan benar-benar rindu pada teman seperjuangannya itu.

"Belum. Kan belum lu masukin bahasa yang bisa gue pahami. Mana bisa gue bahasa alien kayak gitu. Lu kaya tapi bloon, ye," tukas Andara, tak kenal sopan santun.

Risyad yang duduk di jok belakang, hanya bisa melirik tajam ke arah kaca spion depan mobil, yang mana Andara duduk di sebelah sopir. Andara mengangkat alisnya, terkesan menantang. Alih-alih paham akan apa yang hendak diperingati Risyad, justru tatapan lantang itu yang dia dapatkan.

Risyad menghela napas berat. "Dengarkan saya baik-baik." Laki-laki itu memulai. Andara hanya mengangguk sambil menatap jalanan di depan. "Sesampainya di sana, ubah caramu berbicara. Berikan sedikit tata krama pada lidahmu itu!"

Andara mendengar lalu mengerutkan keningnya. Sontak saja gadis berambut hitam legam itu menengok ke belakang, menatap Risyad penuh selidik.

"Woi! Lu mau apain gue sih sebenarnya? Mana ada luntie kayak gue cara bicaranya aja harus di atur. Gilak lu?" protesnya.

"Pelankan suara kamu. Jangan sekali-kali berbicara keras seperti ini saat di rumah saya nanti."

"Udah deh. Nih ya gue jelasin sama lu, gue ini cewek yang nggak suka di atur. Apalagi tata bicara harus lemah lembut, mana bisa gue. Kalo lu mau ngatur gue, atur pas kita lagi di ranjang! Dengar lu?"

"Tapi saya menyewa kamu bukan untuk bermain di atas ranjang. Jangan salah menyimpulkan dulu."

Andara semakin di buat tidak paham akan laki-laki aneh ini. Bukannya dia mencari perempuan asing untuk dijadikan bahan di atas ranjang? Terus, kalau bukan ingin bermain, lantas apa?

"Tunggu-tunggu! Lu mau jual gue? Anjirr, bangsat lu! Kok gue baru kepikiran sekarang?" Asumsi Andara memakasanya menghentikan laju mobil.

Gadis itu memukuli si sopir dengan membabi buta, membuat mobil sempat hilang kendali. Nyaris saja mobil itu menyerempet pengendara lain, jika tak secepatnya si sopir mengambil alih kembali.

"Stop!" teriak Risyad. Andara tiba-tiba tertegun. "Kamu mau bunuh kita bertiga?" lanjutnya dengan wajah memerah, marah.

Andara yang sudah dibungkus kilat kemarahan efek dari asumsinya tentang Risyad, langsung saja turun dari mobil.

"Pergi lu sana! Fuck you, bitch!!" umpat Andara dengan wajah geram, tak lupa mengacungkan dua jari tengahnya ke arah jendela kaca Risyad.

Meski terlahir tak punya otak yang cerdas, namun sudah berulang kali pengalaman mengajari Andara. Banyak orang-orang kaya macam Risyad ini yang memberikan harapan palsu dengan iming-iming uang sebanyak-banyaknya. Tentu bukan hal baru untuk Andara paham tentang siasat Risyad. Sebelum dia menjadi budak di negara orang, lebih baik dia kabur meski tetap jadi budak di negerinya sendiri.

"Bagaimana dengan 15 jutanya? Dibatalkan?" kata Risyad kala kedua kaki jenjang Andara akan melangkah menjauh.

Sontak saja Andara berhenti. Dia menatap Risyad dengan sejuta bimbang dalam kepalanya. Diamnya Andara di posisinya, membuat Risyad memiliki waktu untuk melanjutkan kata-katanya.

"Bukannya tadi malam kita sudah sepakat? Saya tidak akan menjual kamu. Lagi pula, untuk apa saya jauh-jauh mencari orang kalau hanya untuk dijual? Saya memiliki jutaan pelayan, untuk apa lagi satu orang sepertimu ini? Pun kalau kamu laku, berapa orang berani menebusmu?"

"Bangsat! Mulut lu kayak silet, anjirr! Tajam bener!" tanggapnya, sewot.

Risyad hanya mengangkat alisnya sekilas juga bersamaan dengan bahunya yang terkesan menyerahkan semuanya pada Andara.

"Naik dulu. Saya jelaskan lebih detail. Berhenti di trotoar seperti ini tidak baik."

Andara menghilangkan kekesalan juga asumsinya yang sempat panik tadi secepat kilat. Kakinya yang hendak menjauh, akhirnya tertarik lagi untuk mengikuti ucapan laki-laki itu. Tak butuh waktu lama, Andara sudah ada di dalam mobil lagi seperti tiga menit yang lalu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status