"Hal pertama yang harus lu lakuin! Jangan bujuk istri lu apa pun yang terjadi!"
"Kamu sudah gila? Bagaimana mungkin saya tidak membujuk istri saya. Dia itu perempuan yang baik dan ada banyak orang yang hendak menjatuhkannya. Mana bisa saya hanya diam saja," protes Risyad, tidak suka statment Andara.Andara lagi-lagi membuang napas frustrasi. Di dalam kamar yang cukup luas ini, dia dan si pria kaya sedang membahas rencana yang akan mereka lakukan. Namun, Andara selalu saja dibuat geram akan kebodohan natural dari Risyad."Lu tau nggak, kenapa kita dipertemukan sama Tuhan?" tanya Andara."Kita tidak dipertemukan! Saya yang mencari kamu," jawab Risyad, menentang."Ya lu emang cari, tapi lu mana tau yang bakalan lu dapatin itu gue. Bisa aja launtie lain," kukuh Andara.Risyad yang sedang duduk di kursi satu orang di depannya hanya menghela napas. Tampaknya masih terbebani akan keadaan Shama yang marah. Demi membuat kepalanya tenang, Risyad pun membiarkan Andara melanjutkan kalimatnya."Kenapa memangnya?""Karena Tuhan nunjuk gue buat benerin hubungan lu sama istri lu. Mulai sekarang mah lu tenang aja. Gue yang bakal atur semua. Dan ingat, lu nggak boleh nolak aturan gue. Biar semuanya berjalan lancar, denger?" jelas Andara juga mengancam.Mata legam Risyad menatap wajah bulat Andara yang terlihat serius. Kala Andara ikut membalas tatapan datar itu, entah kenapa mendadak ada sesuatu yang terasa asing. Andara langsung melirik ke sana-sini, mencari-cari hal apa yang baru saja membuatnya terasa aneh."Kamu yakin itu?" tanya Risyad."Yakinlah. Andara nih, Bos, bukan kaleng-kaleng!""Tapi ingat perjanjian kita. Tidak ada tidur seranjang dan tidak ada yang boleh melewati batas. Kamu masih ingat, kan?""Tenang aja lu mah. Kan udah gue bilang, gue ini orangnya dapat dipercaya. Lu tinggal duduk santai aja, semuanya beres. Ya asal lu mau nurut aja sama gue," balas Andara, menerima."Saya ikut apa mau kamu, asalkan istri saya bisa saya milikin sepenuhnya. Saya mencintainya lebih dari apa pun. Saya merasa tidak berguna kalau melihat dia menderita seperti ini," lirih Risyad sedikit bercerita."Lu cowok tapi kok lu yang jadi budak cinta ya? Setau gue, kebanyakan cewek deh yang buta akan cinta. Jarang-jarang nih nemu buaya yang jinak, biasanya brutal," komentar Andara.Risyad tak menanggapi. Dia beranjak dari tempat berniat meninggalkan kamarnya."Eit, mau ke mana lu?" cegat Andara yang langsung ikut bangun."Ke kamar Shama. Dia pasti sudah menunggu."Andara memutar bola matanya malas, lalu berjalan cepat guna menarik tangan Risyad untuk mundur lagi. Seperti biasa, Risyad akan menepis tangan Andara sambil melotot."Gue, kan udah bilang, jangan bujuk dia mulai sekarang. Lu ngerti nggak sih?" papar Andara lagi, sekiranya Risyad lupa."Saya tidak berniat membujuknya. Saya hanya ingin masuk ke sana. Ini sudah malam, saya mau tidur," kata Risyad, menjelaskan."Lu bilang ini kamar lu. Jadi, ke sana mau ngapain?""Saya biasanya tidur di kamar Shama.""Di sofa?"Risyad diam. Tanya Andara itu benar."Udah deh. Tolol lu itu udah melebihi kapasitas. Ngapain lu bela-belain tidur di kamar istri lu padahal lu sendiri nggak di anggap? Istri mana yang biarin suaminya tidur di sofa coba? Juga, suami istri mana yang kamarnya pisah? Cuma lu doang layaknya." Andara tidak bisa berkata-kata lagi tentang hubungan Risyad ini."Saya cerita ini semua sama kamu, bukan ingin mendengar ceramah atau komentar kamu. Tolong tetap menjadi apa yang saya katakan. Jangan mencoba mendikte kehidupan saya untuk kedua kalinya." Nada bicara Risyad memang sangat jarang terdengar kasar. Meski tidak suka akan kata-kata Andara, tapi intonasi suaranya tetap saja datar pada gadis itu."Ya gue bilang apa yang seharusnya. Lu nggak usah ke sana mulai sekarang. Lu tetap di sini. Tidur di sini. Cepat lambatnya, lu bakalan dapatin efek dari semua ini. Percaya sama gue!"Risyad kembali terpengaruh oleh kata-kata Andara. Dalam diam, dia mengurung niatnya untuk melangkah lebih jauh dari kamar. Melihat wajah serius Andara akan kata-katanya tadi, laki-laki itu pun kembali menurut. Dalam hitungan detik saja, Risyad sudah kembali duduk di sofa yang sebelumnya."Kamu keluar aja. Tanya sama orang di sana di mana kamar kamu. Saya mau tidur," suruh Risyad, mengusir Andara."Lho, lho, lho, nggak gitu konsepnya Bapakkkk," sahutnya, tidak setuju. Andara berjalan lebih dekat dengan Risyad. "Kita ini sepasang manusia yang sedang selingkuh. Ya kali tidurnya terpisah. Ya bener aja dong," lanjutnya menaik turunkan alisnya."Jangan bercanda kamu! Saya tidak bisa tidur sama kamu. Saya masih setia sama istri saya. Tidak akan ada yang bisa menggantikannya dihati saya. Ingat itu sekiranya kamu lupa," tekan Risyad ingin Andara segera paham.Alih-alih mendengarkan dengan baik, Andara justru sibuk memerhatikan kuku-kukunya. Setelah Risyad selesai bicara, barulah Andara meliriknya lagi."Udah? Segitu doang?" katanya. Andara kembali menduduki tepi ranjang tempatnya sebelumnya duduk. "Dengar ya, Mas. Gue juga nggak akan maksa orang buat tidur sama gue. Emang gue cewek apa kabar? Yang gue maksud, kita tetap satu kamar biar istri lu makin panas. Pinteran dikit napa sih? Kesel gue.""Bagaimana kalau dia semakin menjauh?" Risyad jadi ragu."Ya lu sama gue? Hahahah....""Saya serius!""Nggak akan. Dia sebenarnya udah ada rasa tuh sama lu. Cuma ya, lu nya aja yang mudah dibodoh-bodohi. Ya makin menjadi tuh cewek," tanggap Andara, justru yakin.Risyad akhirnya bangun dari duduknya. "Tidur di sofa. Saya mau istirahat. Saya capek!" katanya sambil memadamkan lampu kamar lalu bersiap tidur tanpa embel-embel bersih-bersih badan."Buset, bisa langsung tidur gitu?" batin Andara heran.***Risyad adalah putra kandung dari Lukas Enembe owner atau pemilik perusahan real estate yang dikenal dengan Intext. Perusahan itu juga memiliki banyak anak cabang yang beberapa diantaranya bergerak di bidang real property.Risyad putra tunggal. Dia adalah kandidat satu-satunya yang akan mewarisi seluruh kekayaan Lukas termasuk hak milik yang kini tengah dikelola Shama, sang istri. Risyad sendiri kini tengah bergelut dan menyibukkan diri mengurus salah satu anak perusahaan sang ayah, yang masih di bawah naungan Intext. Namun, meski begitu, kedudukan Risyad tidak kalah penting dibandingkan sang ayah. Risyad juga memiliki kecerdasan yang hampir melampaui ayahnya itu.Dua tahun lalu, kala Mextech masih dipegang oleh orangtua Shama, perusahaan yang bergerak di bidang yang sama itu sedang diambang kehancuran. Orangtua Shama bersusah-payah mencari bala bantuan, untuk mempertahankan Mextech.Namun, nihil. Tidak ada kesempatan yang dapat diambil oleh kedua orangtua itu. Hingga Lukas datang dengan niat yang 'baik'. Shama itu perempuan yang berpendidikan. Dia juga dari keluarga yang latar belakangnya tidak lagi ambigu alias tidak jelas. Lukas yang gila akan background yang baik, memulai kesepakatan dengan 'membeli' Shama untuk dinikahkan dengan putranya, Risyad.Tak punya pilihan lain, Shama pun menerima. Demi perusahaan sang ayah, juga demi kedua orangtuanya. Shama akhirnya resmi menjadi menantu keluarga ternama Lukas Enembe. Naas, usai pernikahan sang putri terjadi, orangtua Shama mengalami kecelakaan lalulintas yang memakan korban hingga ratusan. Kesalahan ditimpakan terhadap dua orang tua tersebut. Lagi-lagi, dan lagi, Shama yang harus membayar segala kerugian. Hingga muncullah fakta, bahwa Lukas akan mengambil alih Mextech dengan Shama yang menjadi CEOnya.Lukas amat sangat berharap, kalau Shama memberikannya penerus. Namun, ayah dan menantu itu seolah tak sejalan. Hal yang terus membuat keduanya acap kali bertentangan dan tidak jarang adu argumen. Sejak awal, Shama tidak pernah mencintai Risyad. Baginya, Risyad itu sama dengan ayah mertuanya yang congkak dan penuh dengan kesombongan. Hanya untuk mempertahankan Mextech sajalah, mengapa Shama masih bertahan menjadi istri Risyad. Jika tidak ada lagi, maka sudah dari dulu Shama melepaskan laki-laki yang lebih dianggapnya kacung tersebut.Risyad hanya ingin Shama membalas cintanya. Dia tidak peduli meski seberapa buruk kini perempuan itu memperlakukannya, yang terpenting adalah, Shama tahu dan sadar bahwa cinta Risyad hanyalah untuknya seorang. Sebelum bertemu dengan Andara, tujuan awal Risyad mengunjungi Indonesia hanyalah sebatas perjalanan bisnis. Namun, usai pertemuan dengan beberapa rekan di sana, banyak teman yang mengusulkan pada Risyad untuk mencoba hal baru yang akan menentukan apakah Shama bisa menerimanya atau tidak.Dan cara itu adalah, mencari gadis yang rela dijadikan kelinci percobaan. Perempuan yang kastanya lebih rendah dari Shama. Gunanya agar Shama bisa membuat dirinya seolah tidak terkalahkan dan mungkin akan berakhir menunjukkan pada Risyad kalau dirinyalah yang paling pantas menjadi nyonya Risyad Al Maktoum. **Andara terbangun dari alam bawah sadarnya. Tidurnya lelap tadi malam, hanya saja tidak terlalu nyaman. Sofa memang tidak terlalu dianjurkan untuk tempat mengistirahatkan tubuh. Badannya s
Risyad keluar lebih dulu. Sepasang matanya langsung saja menangkap potret Shama tengah duduk sendiri di meja makan sambil mengaduk-aduk salad sayur di depannya. Laki-laki itu terus memperhatikan istrinya yang terlihat sedang memendam banyak masalah. Shama melamun. Dia hilang dari tempatnya saat ini. "Kenapa tidak makan? Kamu sakit?" ujar Risyad sambil mendekat. Shama lantas menoleh malas. Tatapan sinis penuh kebencian itu terpampang jelas. Daripada besarnya kebencian Shama pada sang ayah mertua, sebenarnya Shama jauh lebih membenci Risyad mau sebaik apa pun sikap laki-laki itu. "Puas? Ada lagi yang kau inginkan, Risyad?" Alih-alih menjawab, Shama lebih tertarik mengajak Risyad kembali berperang. Sosok jangkung yang mengenakan jas biru polos itu menunda duduk di kursi. Mendengar tanya Shama membuatnya mendadak ingat kejadian pagi ini. Risyad menghela napas, kini dilema. Harusnya bukan ini hasil yang diterima Risyad. Laki-laki itu tidak menyadari akan seburuk ini tanggapan Shama ten
Andara berjalan dengan perasaan jengkel yang masih tersimpan. Tangannya masih tersisa jejak saos salad yang sempat membersihkan kepala Risyad. Tak sengaja, keduanya orang itu kembali berpapasan dengan keadaan Risyad yang sudah kembali rapi dan bersih. Jas birunya berubah jadi kemeja hitam.Andara bergeming begitu menatap Risyad yang diam di depannya. Sementara Risyad melirik tangan Andara yang kotor. Melihat betapa berantakannya kini Andara, dengan kemeja yang kebesaran, rambut acak-acakan, dan kaki jenjang hingga pahanya tak tertutup apa-apa, membuat Risyad inisiatif memberikan kartu kreditnya. "Ajak sopir belanja. Kamu sudah seperti orang gila," titahnya sambil menyodorkan kartu kredit. Alis Andara langsung menyatu, dengan bibir yang sinis. Tatapannya masih sama pada Risyad. Jengkel. "Dih, lu nggak nyadar? Yang gila itu elu, buka gue!" cetus Andara membalas. "Jangan membantah. Di rumah tidak ada yang memasak juga. Kamu boleh beli apa pun dan makan apa pun di luar. Ini kesepakatan
Risyad benar-benar tidak menanggapi serius apa yang baru saja dikatakan Andara. Baginya, Andara itu tetap gadis 'gila' yang mengatakan suatu hal yang tak mendasar. Itu kenapa Risyad hanya menghela napas lalu melupakan peringatan Andara. Dia kembali pada rekannya yang menunggu. Begitu tiba di kursinya lagi, dari jarak yang berbeda Andara satu kali lagi memastikan kalau Risyad benar-benar tidak percaya padanya. Dan benar saja, laki-laki itu sudah kembali duduk dan siap meneguk wine miliknya. "Gilak ya tu orang!" sungut Andara dalam hati. Dia melihat dengan jelas bagaimana Risyad meneguk dengan santai minuman 'beracun' itu. Anggap saja hari ini Risyad sedang beruntung, atau Andara yang lagi baik-baiknya. Gadis itu siap di anggap tolol karena tetap diam mengawasi Risyad untuk memastikan laki-laki itu aman. Andara tahu dimenit keberapa obat itu akan bereaksi. Itu kenapa Andara memilih diam sejenak dan kembali duduk di tempat yang jaraknya lebih dekat, tanpa Risyad tahu. Risyad akhirnya
Kesadaran Risyad benar-benar sudah tidak terkendali lagi. Bahkan jauh lebih baik kalau laki-laki itu tidak sadarkan diri agar Andara lebih mudah membawanya masuk ke dalam rumah. Namun, nyatanya Risyad masih terjaga sampai saat ini. Bahkan setelah Andara membawanya masuk ke dalam rumah pun, laki-laki itu masih meraung-raung kecil, bergumam tidak jelas. "Dikit lagi, sabar dong!" gerutu Andara masih berusaha sekuat mungkin memapah Risyad. Andara mendadak berhenti di depan pintu kamar Risyad kala suatu rencana muncul di kepalanya. Dia menatap lagi Risyad yang sempoyongan lalu menatap pintu kamar Shama yang berjarak sekitar sepuluh langkah dari kamar Risyad. "Buset, gue pinter banget," ucapnya girang. "Kali ini lu bakal berterima kasih dua kali sama gue, Bro!" lanjutnya kemudian sambil berjalan melewati pintu kamar laki-laki itu.Andara berniat membiarkan Risyad yang mabuk berada di kamar Shama. Dengan begitu pasti suatu 'kecelakaan' akan terjadi. Mustahil rasanya jika kedua orang itu t
Andara perlahan terjaga. Mulutnya menganga, menguap. Gadis itu meregangkan otot dengan mengangkat kedua tangannya ke atas sambil merintih pelan melepas semua penat. Masih dalam tahap meregangkan ototnya, profil Risyad yang muncul dari balik pintu kamar mandi membuat Andara buru-buru menurunkan tangannya. Pria itu sudah rapi. Dia mengenakan kaos oblong hitam dengan celana bahan bernada sama. Bisep padat itu tercetak sempurna. Entah otot Risyad yang terlalu besar, atau ukuran bajunya yang terlalu kecil. Entahlah, yang pasti laki-laki itu benar-benar memikat dengan tampilan santai seperti saat ini. Risyad menyadari kalau Andara sudah terjaga. Sambil mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk, laki-laki itu ikut menatap diam Andara sebelum akhirnya Risyad menaikkan alisnya.Andara segara mengalihkan pandangan sambil mengerjap-erjap. Sial! Andara merasa pipisnya sedang panas. Juga dadanya, kenapa pula harus berdetak cepat? Sambil berjalan ke arah cermin Risyad bersuara, "Saya ngasih k
Setelah merapikan diri dengan busana yang lebih nyaman, Andara segera keluar dari kamar Risyad. Dia tidak lagi melihat keberadaan pria itu dalam jangkauan pandangannya saat ini. Saat kakinya usai menapaki seluruh anak tangga, suara gaduh dari arah dapur mengalihkan atensinya. Perlahan Andara berjalan, mengikis jarak. Pandangan binar kagum mendadak terpancar dari dua bola mata Andara kala mendapati potret Risyad sedang berpacu dengan alat masak. Pria dengan potongan rambut ala korea itu sedang fokus. Dia memasak. Kali ini Andara tak tahan diam saja. Dia berjalan mendekati, lalu diam di jarak lima langkah di depan Risyad. Meja panjang menjadi pembatas antara mereka. Kepala Risyad menoleh singkat menyadari kedatangan Andara. Gadis itu sudah rapi dengan dres selutut berwarna cream. Cantik. "Lu ngapain?" tanya Andara, heran. "Kamu buta?" singkat Risyad. Dia tak menatap wajah Andara yang pastinya sudah mengerutkan dahi. "Lu bisa masak? Yakin lu?" Sembari memasukkan makanan yang baru
Tiga hari tiga malam sudah Andara menetap di rumah mewah milik Risyad ini. Dan sejauh itu pula, dia tidak pernah tahu apa-apa tentang si empunya rumah atau bahkan seluk-beluk tentang orang yang diajaknya bekerja sama. Andara bahkan belum tahu siapa nama lengkap Risyad. Yang dia ingat, Shama kerap memanggilnya dengan nama Risyad saja tanpa embel-embel apa-apa lagi.Hendak mengekori Shama, Andara tiba-tiba menghentikan Risyad dengan menarik ujung baju pria itu. Sosok jangkung itu lantas menoleh lalu bertanya, "Ada apa?""Gue boleh ngomong bentar nggak? Kayaknya ada yang salah deh," jawabnya. "Saya tidak punya banyak waktu. Setelah saya kembali barulah kita bicara." Risyad menarik tangannya kini lepas dari Andara. Saat Risyad menjauh, Andara memutar badan melihat kepergian pria itu. Punggung lebar nan berisi itu begitu lamat di tatapnya. Seolah ada yang mengganjal di dalam hati Andara, tapi entah apa. "Sebenarnya lu nyewa gue buat apaan sih? Kadang gue bingung peran gue di sini tuh a