Risyad hanya ingin Shama membalas cintanya. Dia tidak peduli meski seberapa buruk kini perempuan itu memperlakukannya, yang terpenting adalah, Shama tahu dan sadar bahwa cinta Risyad hanyalah untuknya seorang.
Sebelum bertemu dengan Andara, tujuan awal Risyad mengunjungi Indonesia hanyalah sebatas perjalanan bisnis. Namun, usai pertemuan dengan beberapa rekan di sana, banyak teman yang mengusulkan pada Risyad untuk mencoba hal baru yang akan menentukan apakah Shama bisa menerimanya atau tidak.Dan cara itu adalah, mencari gadis yang rela dijadikan kelinci percobaan. Perempuan yang kastanya lebih rendah dari Shama. Gunanya agar Shama bisa membuat dirinya seolah tidak terkalahkan dan mungkin akan berakhir menunjukkan pada Risyad kalau dirinyalah yang paling pantas menjadi nyonya Risyad Al Maktoum.**Andara terbangun dari alam bawah sadarnya. Tidurnya lelap tadi malam, hanya saja tidak terlalu nyaman. Sofa memang tidak terlalu dianjurkan untuk tempat mengistirahatkan tubuh. Badannya serasa dipukuli begitu bangun menyambut mentari.Baru saja selesai membersihkan diri dari dalam kamar mandi, Andara mendadak tersihir ditempat tatkala pemandangan di depannya terlalu sempurna untuk dilewatkan. Ada potret Risyad yang tengah mengancing kemeja hitamnya satu-persatu, yang mana sempat memamerkan warna kulit dada pria itu.Senyum nakal Andara mendadak muncul. Risyad terlalu tampan untuk ukuran laki-laki hidung belang. Mana mungkin dia bisa mendapatkan pria cabul sesempurna Risyad ini. Ah... sial. Kenapa kebanyakan lelaki sempurna itu memiliki perasaan yang dalam hanya pada satu perempuan? Jika saja Risyad mau, Andara bahkan rela tidak dibayar sekali pun.Aksi Risyad selesai dan beralih memasang arloji. Merasa ada yang mengawasi, Risyad langsung saja menoleh dan tepat saja, sepasang matanya mendapati Andara yang menatapnya tanpa berkedip sama sekali."Sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Risyad. Andara mengerjap-erjap."Baru aja. Kenapa emang?" jawab Andara sambil mengibas rambutnya yang basah kebelakang.Risyad kembali menghela napas, frustrasi. Dua bola mata legam itu memutar jengah. Rasanya sangat kontras karakter Andara ini dengan dirinya. Andai saja bisa, ingin sekali Risyad membuang saran teman-temannya untuk mendatangkan orang macam Andara ini."Terserah," kata Risyad mengalah.Andara mengerucutkan bibirnya, seolah ikut merasa terserah. Gadis itu berjalan ke arah Risyad untuk mematut diri di depan cermin, tapi yang terjadi Risyad justru kaget hingga menjauhkan diri, mundur dua langkah."Apa-apaan kamu? Ke-kenapa tiba-tiba mendekat?" ucap Risyad, shock."Santai aja kali," sahut Andara dengan tenangnya.Risyad lagi-lagi hanya bisa mendesis, kesal. Andara sungguh definisi gadis gila yang banyak dideskripsikan di drama-drama juga beberapa novel."Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Risyad mencoba mengabaikan kegilaan Andara ini.Sembari menepuk-nepuk wajah yang masih sedikit basah, Andara menjawab,"Lihat situasi dulu. Kalau ada efeknya, berarti rencana berikutnya akan berjalan sempurna.""Apa maksudmu?" Risyad mengerutkan dahi, bingung.Gadis itu segera memutar tubuh menghadap Risyad sebentar lalu berjalan ke arah ambang pintu. Laki-laki di sana hanya bisa menatap heran, mencoba menebak-nebak apa yang hendak dilakukan Andara kali ini.Andara sudah menyusun beberapa skenariountuk melancarkan aksinya. Kesepakatan sudah terjalin, dan entah kenapa Andara justru antusias untuk pekerjaannya saat ini. Menyatukan dua orang yang menurutnya saling mencintai, namun terhalang gengsi.Andara menyembulkan kepalanya dari pintu kamar Risyad, memantau kiri-kanan apakah Shama sudah bangun atau belum. Namun, sudah hampir lima menit dia berdiri di sana, belum juga ada tanda-tanda wanita itu keluar."Lama banget sih? Udah jam berapa nih woi, masa belum bangun juga?" gerutunya dalam hati.Tengah asyik memantau, tiba-tiba saja Andara dibuat kaget oleh Risyad yang terkesan datang tiba-tiba."Ada apa?""Astaga! Lu ngagetin aja!" ujar Andara, kaget."Memangnya lagi apa? Kenapa kamu seperti pencuri?" tanya Risyad, justru santai."Shtttt!" Andara menempelkan jari telunjuk pada bibirnya. "Jangan kuat-kuat. Kita akan mulai aksi di mana lu bakalan liat kalau istri lu emang cinta sama lu," lanjutnya menjelaskan.Risyad selalu saja tidak bisa menangkap satu kali saja omongan Andara ini. Dia hanya bisa ber 'hah' ria, kala kepalanya gagal mencerna."Udah nggak usah hah heh hah heh, ikutin aja apa kata gue. Jangan ngebantah, dengar?""Memangnya apa rencanamu?"Baru saja akan menjelaskan, dentuman suara high heels yang beradu dengan keramik rumah menunda semuanya. Buru-buru Andara menutup pintu kamar, lantas menarik Risyad untuk lebih dekat dengannya.Laki-laki itu kaget bukan kepalang, saat jarak mereka terkikis. Andara amat sangat brutal, terlihat bagaimana Andara begitu lihai membuat posisi di mana Risyad terjebak antara tembok juga Andara di depannya."Mendesah, buruan!" suruh Andara, memaksa!"Kamu gi!""Sthhhh!!" Andara dengan sigap membungkam mulut Risyad, sambil melotot tajam. "Gue bilang mendesah, bukan teriak, Tolol!" umpatnya, geram."Ba-bagaimana? Ak-"Terlalu lama menunggu Risyad, dan mendengarkan ketukan langkah itu semakin terasa mendekat, Andara tidak ada pilihan lain. Tepat saat Shama melewati kamar Risyad, Andara pun mengeluarkan aksi absurnya."Aw ... Ah ... Ya, uhhh ...," desah Andara, sengaja lebih kuat.Melihat dan mendengar itu, Risyad justru kaget berat, tampak dua bola matanya itu seolah bisa mencuat keluar. Belum siap akan keterkejutannya, Andara sudah lebih dulu mengancam Risyad untuk membalas."Balas!" bisiknya, geram."Ak- Aw ...," pekik Risyad, saat Andara mencubit lengannya kuat. Laki-laki itu meringis kesakitan.Lantas saja yang menjadi target sejenak berhenti sebab suara ambigu itu melengos begitu saja ke daun telinganya. Shama mendengus, miris. Apa katanya kemarin? Cinta? Cih, bulshit! Damn it!Bola mata Shama memutar begitu malas. Lirikan tajam pada pinta kamar Risyad, cukup untuk membuktikan kalau Shama sedikit ambil atensi untuk hal yang baru saja masuk ke dalam kepalanya.Begitu langkah kaki itu kembali terdengar, Andara pun perlahan melepaskan tangannya dari dinding untuk memalang tubuh Risyad. Kaki tanpa alas itu melangkah pelan, membuka sedikit pintu untuk memastikan apakah Shama sudah berlalu atau masih berada di sana."Tuh tuh tuh, liat, kan? Apa gue bilang, dia itu suka sama lu. Gengsi dia aja emang yang terlalu kuat," ujar Andara antusias.Risyad lagi-lagi tidak mengerti, di mana dan apa yang membuat Andara yakin akan kata-katanya tadi."Shama tidak berbuat apa-apa. Bagaimana bisa kamu mengatakan kalau dia juga mencintai saya?" tanya Risyad, polos.Andara mengibaskan tangannya. "Duh, lu emang cowok paling nolep ya. Lu tolol banget emang. Nih ya, kalau emang dia nggak suka atau nggak peduli sama lu, dia nggak akan berhenti dulu buat mastiin apa yang dia dengar. Bagi dia, kan lu nggak sepenting itu, kenapa juga harus kepo? Jawabannya ada di aksi dia tadi. Mikir aja sendiri," jelas Andara bangga akan dirinya.Risyad mulai paham setelah memikirkan nya sejenak. Ya, sepertinya benar apa kata Andara. Shama bisa saja terus berjalan tanpa peduli apa yang terjadi. Tapi tadi ketukan langkahnya sempat terhenti, itu artinya Shama ternyata menyisakan rasa terhadapnya. Hal itu sukses memberikan sedikit ruang lega dalam hati Risyad. Laki-laki itu mengulas senyum kecil."Mau ke mana kamu?" Risyad bertanya saat Andara berjalan ke arah lemari."Gue nggak punya baju, minjem baju lu ya? Baju gue norak semua. Itung-itung ini juga buat jadi bahan biar bini lu makin hangus terbakar," jawab Andara sambil memilah-milah kemeja Risyad."Saya bahkan belum mengiyakan, kamu sudah berlagak semua itu punyamu.""Halah, lu mah. Kita ini, kan partner, biarin aja kali cuma gini doang." Andara mendapatkan warna cantik kemeja milik Risyad. "Gue ambil ini ya? Cakep warnanya," katanya meminta izin. Kemeja warna soft blue berbahan satin silk di tangannya ditatap lama oleh Risyad."Pakai saja. Kalau bisa ambil saja untukmu, saya tidak suka warna itu," ungkap Risyad yang mendadak memancarkan aura asing dalam nada bicaranya.Hal itu membuat Andara sedikit mengangkat alis, bisa langsung menebak kalau ada yang salah dari laki-laki itu. Meski dari awal memang Risyad adalah sosok laki-laki yang super menyebalkan karena sifat sok polosnya itu, tapi nada dan gaya bicara Risyad tadi cukup untuk membuat Andara bertanya-tanya dalam kepalanya.Apa orang kaya juga masih punya banyak masalah? Rasanya tidak mungkin. Begitulah kira-kira nada tanya dalam kepalanya.Kabar kehamilan Shama sudah beredar luas bahkan sampai ke telinga sang suami. Risyad yang kala itu tengah berjuang sekuat tenaga, langsung saja dibuat gagal fokus karena tidak percaya atas kabar yang sudah beredar. Hendak berlari dari tempatnya, Risyad pun diberhentikan oleh kehadiran sang ayah yang sudah ada didepan mata. "Ayah, apa yang terjadi?""Mari sudahi kesepakatan yang kemarin. Kamu akan tetap menjadi pemenangnya, Risyad," ujar sang ayah. "Apa-apaan ini, Ayah? Aku tidak ingin berlalu curang. tolong jangan buat aku tidak mempercayai kalian lagi!" tekan Risyad."Apa yang kau maksud?" "Shama tidak hamil! Kalau pun dia hamil, yang jelas itu bukan anakku!" "Risyad!" "Apa, Ayah!" balas Risyad ikut berteriak. "Aku sudah sangat cukup sabar menghadapi kalian. Jangan coba-coba usik lagi kebahagiaanku, Ayah. Atau jika memang itu terjadi, maka aku akan meninggalkan mama keluarga ini!" Lukas terkekeh sumbang, tak percaya atas perkataan sang putra. "Apa katamu?" "Apa yang sudah Ayah
Risyad pun mulai menjalani titah dari sang ayah. Bagaimana pun caranya, dia tidak boleh gagal dalam tugas ini. Risyad sudah sangat muak dengan kehidupannya yang kemarin. Itulah kenapa Risyad akan menempuh segala cara agar kesepakatan dengan ayahnya segera berakhir. Di sisi lain, Shama terus saja dibuat tidak tenang dengan segala perencanaan ayah mertuanya. Dia yakin pada kinerja Risyad, sangat tidak mungkin suaminya yang tidak dia inginkan itu kalah dalam pertarungan ini. Mengingat tentang latar belakang Risyad yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, mana mungkin semudah itu kalah. Tak punya pilihan lain, Shama pun mencari jalan lain untuk menggagalkan rencana suaminya. Dia memang tidak menginginkan Risyad, akan tetapi lebih tidak menginginkan jika dirinya gagal menjadi pemegang saham utama di perusahaan yang sudah dia kelola. Shama pun segera menghubungi lawan dari perusahaan yang akan bersaing dengan Risyad. Setalah sepakat bertemu, Shama pun buru-buru pergi dan siap membua
Emosi, Shama pun melampiaskan amarahnya dengan mencampakkan ponsel sembarang arah. Tidak hanya Risyad, tapi laki-laki yang sempat stau ranjang dengannya kemarin pun ikut-ikutan membuatnya tersulut emosi yang kian membuncah. **Bagi Lukas, memiliki seorang penerus adalah hal yang sangat penting. Dan yang pastinya, seorang penerus itu harus lahir dari rahim yang memang mumpuni dalam hal apa pun juga tentunya dari latar belakang yang paling baik. Itulah kenapa Lukas memaksa Shama untuk tetap memberikannya seorang cucu, walau Lukas sekarang tahu kalau anaknya sudah mulai berpindah haluan. "Siapa gadis yang terus bersama Risyad? Ada hubungan apa mereka?" tanya Lukas pada salah satu ajudan yang baru dia panggil. "Sejauh ini kami hanya bisa memastikan kalau gadis itu hanya sebatas pelayan saja, Pak. Karena sejak kemarin, saya melihat kalau gadis itu di bawa ke mansion pribadi Tuan Lukas untuk dijadikan tukang bersih-bersih." "Kau yakin? Aku akan membekukan seluruh akses apa pun yang meny
Baru saja matahari menyambut, suara nyaring dari arah dapur sudah menyapa telinga Shama. Dia menyempatkan melirik jarum jam dan mendapati hari sudah pukul delapan pagi. Hendak kembali memejamkan mata, suara yang seperti gesekan benda berbahan stainless membuatnya tak tenang lagi untuk melanjutkan tidurnya. Shama segera bangun dan berjalan satu jurus ke arah dapur untuk melihat siapa agaknya yang sedang mengganggu tidurnya. "Kau masih bisa menunggu, kan? Aku akan selesai sebentar lagi." Suara bariton Risyad segera menghentikan langkahnya. Pria yang masih berstatus suaminya itu ternyata dalang di balik suara nyaring itu. Dia sedang sibuk memasak dan terlihat asyik bertukar dialog dengan orang yang dia ajak berbicara. Shama sedikit memiringkan kepalanya guna melihat siapa yang sedang berbicara dengan suaminya. Mendadak dengkusan kecil keluar dari bibirnya saat layar ponsel Risyad menampilkan gambar Andara yang rupanya tengah melakukan panggilan video. Tampak keduanya cukup bahagia te
Risyad kembali aktif di perusahaan setelah sebelumnya dia terkesan acuh tak acuh. Seperti apa janji sang ayah, jika dia bisa mengambil proyek ibu kota, maka Lukas tidak boleh lagi mengurusi hidupnya. Itulah hal yang membuat Risyad bersemangat untuk melanjutkan hidupnya. Ada sebuah tekad yang muncul untuk bahagia yang diujung angan. Berbeda dengan Risyad, Shama justru sedang merasa berjalan di tepi jurang. Apa pun yang dia lihat hanyalah ancaman kematian. Seperti bom yang di atur, hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak. Seperti itulah kira-kira keadaan Shama saat ini. Dia hanya tinggal menunggu waktu kapan Risyad akan membuangnya karena pria itu sudah mulai sadar akan keadaan.Shama melempar berkas perceraian guna meluapkan emosinya. Sedari tadi dia terus saja mondar-mandir hanya untuk menenangkan diri, berusaha menyakinkan dirinya kalau Risyad tetaplah mencintainya. Akan tetapi, satu detik keyakinan itu terus saja melayang kala mengingat lagi bagaimana kini perubahan suaminya itu
Perubahan Risyad benar-benar berpengaruh bukan hanya pada sikapnya, tapi juga pada kemampuan bisnisnya yang mulai kembali terlihat. Sikap karismatik yang kemarin sempat lenyap, kini kembali muncul. Sisi dingin dan terang-terangan menjadi 'harimau' musuh, mulai membuat jajaran petinggi Al Maktoum heran dan meneguk ludah."Saya tidak akan bersikap lembek lagi pada siapa pun. Pastikan proyek ini berpengaruh. Kalau tidak, buang saja. Membuang orang-orang yang tidak berguna lebih baik dari pada membuang waktu. Kalian mengerti?" tegas Risyad. Orang-orang yang mengikuti rapat mengangguk patuh. Sebelum menyudahi rapat tersebut, seseorang mengangkat tangan bertanya, "Bagaimana jika proyek ini gagal hanya karena latar belakang calon partner kita ini tidak terlalu baik?" "Kau di pecat! Tinggalkan Al Maktoum sekarang!" Alih-alih menjawab, Risyad justru memberhentikan pria itu. Sontak saja semua orang tercengang, kaget. Apalagi si pria berkacamata itu. Jantungnya serasa melompat dari tempat, ka