Share

Bab 6. Skenario Absurd Andara

Risyad hanya ingin Shama membalas cintanya. Dia tidak peduli meski seberapa buruk kini perempuan itu memperlakukannya, yang terpenting adalah, Shama tahu dan sadar bahwa cinta Risyad hanyalah untuknya seorang.

Sebelum bertemu dengan Andara, tujuan awal Risyad mengunjungi Indonesia hanyalah sebatas perjalanan bisnis. Namun, usai pertemuan dengan beberapa rekan di sana, banyak teman yang mengusulkan pada Risyad untuk mencoba hal baru yang akan menentukan apakah Shama bisa menerimanya atau tidak.

Dan cara itu adalah, mencari gadis yang rela dijadikan kelinci percobaan. Perempuan yang kastanya lebih rendah dari Shama. Gunanya agar Shama bisa membuat dirinya seolah tidak terkalahkan dan mungkin akan berakhir menunjukkan pada Risyad kalau dirinyalah yang paling pantas menjadi nyonya Risyad Al Maktoum.

**

Andara terbangun dari alam bawah sadarnya. Tidurnya lelap tadi malam, hanya saja tidak terlalu nyaman. Sofa memang tidak terlalu dianjurkan untuk tempat mengistirahatkan tubuh. Badannya serasa dipukuli begitu bangun menyambut mentari.

Baru saja selesai membersihkan diri dari dalam kamar mandi, Andara mendadak tersihir ditempat tatkala pemandangan di depannya terlalu sempurna untuk dilewatkan. Ada potret Risyad yang tengah mengancing kemeja hitamnya satu-persatu, yang mana sempat memamerkan warna kulit dada pria itu.

Senyum nakal Andara mendadak muncul. Risyad terlalu tampan untuk ukuran laki-laki hidung belang. Mana mungkin dia bisa mendapatkan pria cabul sesempurna Risyad ini. Ah... sial. Kenapa kebanyakan lelaki sempurna itu memiliki perasaan yang dalam hanya pada satu perempuan? Jika saja Risyad mau, Andara bahkan rela tidak dibayar sekali pun.

Aksi Risyad selesai dan beralih memasang arloji. Merasa ada yang mengawasi, Risyad langsung saja menoleh dan tepat saja, sepasang matanya mendapati Andara yang menatapnya tanpa berkedip sama sekali.

"Sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Risyad. Andara mengerjap-erjap.

"Baru aja. Kenapa emang?" jawab Andara sambil mengibas rambutnya yang basah kebelakang.

Risyad kembali menghela napas, frustrasi. Dua bola mata legam itu memutar jengah. Rasanya sangat kontras karakter Andara ini dengan dirinya. Andai saja bisa, ingin sekali Risyad membuang saran teman-temannya untuk mendatangkan orang macam Andara ini.

"Terserah," kata Risyad mengalah.

Andara mengerucutkan bibirnya, seolah ikut merasa terserah. Gadis itu berjalan ke arah Risyad untuk mematut diri di depan cermin, tapi yang terjadi Risyad justru kaget hingga menjauhkan diri, mundur dua langkah.

"Apa-apaan kamu? Ke-kenapa tiba-tiba mendekat?" ucap Risyad, shock.

"Santai aja kali," sahut Andara dengan tenangnya.

Risyad lagi-lagi hanya bisa mendesis, kesal. Andara sungguh definisi gadis gila yang banyak dideskripsikan di drama-drama juga beberapa novel.

"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Risyad mencoba mengabaikan kegilaan Andara ini.

Sembari menepuk-nepuk wajah yang masih sedikit basah, Andara menjawab,

"Lihat situasi dulu. Kalau ada efeknya, berarti rencana berikutnya akan berjalan sempurna."

"Apa maksudmu?" Risyad mengerutkan dahi, bingung.

Gadis itu segera memutar tubuh menghadap Risyad sebentar lalu berjalan ke arah ambang pintu. Laki-laki di sana hanya bisa menatap heran, mencoba menebak-nebak apa yang hendak dilakukan Andara kali ini.

Andara sudah menyusun beberapa skenario

untuk melancarkan aksinya. Kesepakatan sudah terjalin, dan entah kenapa Andara justru antusias untuk pekerjaannya saat ini. Menyatukan dua orang yang menurutnya saling mencintai, namun terhalang gengsi.

Andara menyembulkan kepalanya dari pintu kamar Risyad, memantau kiri-kanan apakah Shama sudah bangun atau belum. Namun, sudah hampir lima menit dia berdiri di sana, belum juga ada tanda-tanda wanita itu keluar.

"Lama banget sih? Udah jam berapa nih woi, masa belum bangun juga?" gerutunya dalam hati.

Tengah asyik memantau, tiba-tiba saja Andara dibuat kaget oleh Risyad yang terkesan datang tiba-tiba.

"Ada apa?"

"Astaga! Lu ngagetin aja!" ujar Andara, kaget.

"Memangnya lagi apa? Kenapa kamu seperti pencuri?" tanya Risyad, justru santai.

"Shtttt!" Andara menempelkan jari telunjuk pada bibirnya. "Jangan kuat-kuat. Kita akan mulai aksi di mana lu bakalan liat kalau istri lu emang cinta sama lu," lanjutnya menjelaskan.

Risyad selalu saja tidak bisa menangkap satu kali saja omongan Andara ini. Dia hanya bisa ber 'hah' ria, kala kepalanya gagal mencerna.

"Udah nggak usah hah heh hah heh, ikutin aja apa kata gue. Jangan ngebantah, dengar?"

"Memangnya apa rencanamu?"

Baru saja akan menjelaskan, dentuman suara high heels yang beradu dengan keramik rumah menunda semuanya. Buru-buru Andara menutup pintu kamar, lantas menarik Risyad untuk lebih dekat dengannya.

Laki-laki itu kaget bukan kepalang, saat jarak mereka terkikis. Andara amat sangat brutal, terlihat bagaimana Andara begitu lihai membuat posisi di mana Risyad terjebak antara tembok juga Andara di depannya.

"Mendesah, buruan!" suruh Andara, memaksa!

"Kamu gi!"

"Sthhhh!!" Andara dengan sigap membungkam mulut Risyad, sambil melotot tajam. "Gue bilang mendesah, bukan teriak, Tolol!" umpatnya, geram.

"Ba-bagaimana? Ak-"

Terlalu lama menunggu Risyad, dan mendengarkan ketukan langkah itu semakin terasa mendekat, Andara tidak ada pilihan lain. Tepat saat Shama melewati kamar Risyad, Andara pun mengeluarkan aksi absurnya.

"Aw ... Ah ... Ya, uhhh ...," desah Andara, sengaja lebih kuat.

Melihat dan mendengar itu, Risyad justru kaget berat, tampak dua bola matanya itu seolah bisa mencuat keluar. Belum siap akan keterkejutannya, Andara sudah lebih dulu mengancam Risyad untuk membalas.

"Balas!" bisiknya, geram.

"Ak- Aw ...," pekik Risyad, saat Andara mencubit lengannya kuat. Laki-laki itu meringis kesakitan.

Lantas saja yang menjadi target sejenak berhenti sebab suara ambigu itu melengos begitu saja ke daun telinganya. Shama mendengus, miris. Apa katanya kemarin? Cinta? Cih, bulshit! Damn it!

Bola mata Shama memutar begitu malas. Lirikan tajam pada pinta kamar Risyad, cukup untuk membuktikan kalau Shama sedikit ambil atensi untuk hal yang baru saja masuk ke dalam kepalanya.

Begitu langkah kaki itu kembali terdengar, Andara pun perlahan melepaskan tangannya dari dinding untuk memalang tubuh Risyad. Kaki tanpa alas itu melangkah pelan, membuka sedikit pintu untuk memastikan apakah Shama sudah berlalu atau masih berada di sana.

"Tuh tuh tuh, liat, kan? Apa gue bilang, dia itu suka sama lu. Gengsi dia aja emang yang terlalu kuat," ujar Andara antusias.

Risyad lagi-lagi tidak mengerti, di mana dan apa yang membuat Andara yakin akan kata-katanya tadi.

"Shama tidak berbuat apa-apa. Bagaimana bisa kamu mengatakan kalau dia juga mencintai saya?" tanya Risyad, polos.

Andara mengibaskan tangannya. "Duh, lu emang cowok paling nolep ya. Lu tolol banget emang. Nih ya, kalau emang dia nggak suka atau nggak peduli sama lu, dia nggak akan berhenti dulu buat mastiin apa yang dia dengar. Bagi dia, kan lu nggak sepenting itu, kenapa juga harus kepo? Jawabannya ada di aksi dia tadi. Mikir aja sendiri," jelas Andara bangga akan dirinya.

Risyad mulai paham setelah memikirkan nya sejenak. Ya, sepertinya benar apa kata Andara. Shama bisa saja terus berjalan tanpa peduli apa yang terjadi. Tapi tadi ketukan langkahnya sempat terhenti, itu artinya Shama ternyata menyisakan rasa terhadapnya. Hal itu sukses memberikan sedikit ruang lega dalam hati Risyad. Laki-laki itu mengulas senyum kecil.

"Mau ke mana kamu?" Risyad bertanya saat Andara berjalan ke arah lemari.

"Gue nggak punya baju, minjem baju lu ya? Baju gue norak semua. Itung-itung ini juga buat jadi bahan biar bini lu makin hangus terbakar," jawab Andara sambil memilah-milah kemeja Risyad.

"Saya bahkan belum mengiyakan, kamu sudah berlagak semua itu punyamu."

"Halah, lu mah. Kita ini, kan partner, biarin aja kali cuma gini doang." Andara mendapatkan warna cantik kemeja milik Risyad. "Gue ambil ini ya? Cakep warnanya," katanya meminta izin. Kemeja warna soft blue berbahan satin silk di tangannya ditatap lama oleh Risyad.

"Pakai saja. Kalau bisa ambil saja untukmu, saya tidak suka warna itu," ungkap Risyad yang mendadak memancarkan aura asing dalam nada bicaranya.

Hal itu membuat Andara sedikit mengangkat alis, bisa langsung menebak kalau ada yang salah dari laki-laki itu. Meski dari awal memang Risyad adalah sosok laki-laki yang super menyebalkan karena sifat sok polosnya itu, tapi nada dan gaya bicara Risyad tadi cukup untuk membuat Andara bertanya-tanya dalam kepalanya.

Apa orang kaya juga masih punya banyak masalah? Rasanya tidak mungkin. Begitulah kira-kira nada tanya dalam kepalanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status