Andara berjalan dengan perasaan jengkel yang masih tersimpan. Tangannya masih tersisa jejak saos salad yang sempat membersihkan kepala Risyad. Tak sengaja, keduanya orang itu kembali berpapasan dengan keadaan Risyad yang sudah kembali rapi dan bersih. Jas birunya berubah jadi kemeja hitam.
Andara bergeming begitu menatap Risyad yang diam di depannya. Sementara Risyad melirik tangan Andara yang kotor. Melihat betapa berantakannya kini Andara, dengan kemeja yang kebesaran, rambut acak-acakan, dan kaki jenjang hingga pahanya tak tertutup apa-apa, membuat Risyad inisiatif memberikan kartu kreditnya."Ajak sopir belanja. Kamu sudah seperti orang gila," titahnya sambil menyodorkan kartu kredit.Alis Andara langsung menyatu, dengan bibir yang sinis. Tatapannya masih sama pada Risyad. Jengkel. "Dih, lu nggak nyadar? Yang gila itu elu, buka gue!" cetus Andara membalas."Jangan membantah. Di rumah tidak ada yang memasak juga. Kamu boleh beli apa pun dan makan apa pun di luar. Ini kesepakatan kita waktu itu. Upah satu hari kamu." Risyad tidak berniat menanggapi serius ucapan Andara.Andara perlahan mengubah mimik wajah jengkelnya. Matanya juga berangsur berbinar lagi, begitu mendengar kata upah dari Risyad.Sambil menarik kartu dari tangan Risyad, Andara berujar, "Lain kali gue nggak akan diam lu gituiin. Lu pikir lu siapa bisa ngasarin gue seenaknya!" Gadis itu segera melengos pergi.Kata-kata Andara itu sempat membuat Risyad tersindir. Dia merasa bersalah karena merasa kalau tindakannya itu memang sudah keterlaluan. Sosok jangkung pemilik perusahaan terbesar itu memutar kepalanya guna menatap Andara yang baru saja melengos pergi. Bibirnya seolah terkunci rapat saat hatinya ingin sekali mengucapkan kata maaf.***Puas berbelanja brand-brand bermerek, Andara tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang datang. Baginya, kartu hitam dengan cip emas di tangannya itu adalah jimat keberuntungan yang jarang-jarang dia dapatkan. Usai keluar dari pusat perbelanjaan yang masih dikelola oleh keluarga Risyad, Andara mengajak sopir untuk mengantarnya ke kelab malam. Sudah berapa hari Andara tidak menikmati alunan DJ didominasi minuman? Andara rindu. Apalagi saat mengingat tentang Missa dan Konen, yang membuat napas Andara sempat tertahan.Di sinilah dirinya saat ini. Berdiri di depan ambang pintu ruangan yang cukup luas yang menampung banyak kaum adam dan hawa yang asyik berlenggak-lenggok menikmati alunan musik dj.Andara menarik napas serta memejamkan matanya, seolah merasakan dejavu. Aroma kuat beberapa jenis minuman, serta dentuman alunan bas yang memekakkan telinga, memberikan Andara efek ketenangan yang hilang beberapa hari darinya."Wow... di sini jauh lebih seru. Tempatnya juga mewah. Lihat semua ini? Benar-benar bagai di surga...." gumamnya dalam hati. Matanya menyisir segala bentuk dan rupa orang-orang di depannya.Hal pertama yang dilakukan Andara adalah, mencari meja bartender. Tempat yang paling disukai gadis itu masih sama. Tempat di mana dia bisa melihat pelayan-pelayan bar yang sedang menyiapkan minuman."Wine satu tanpa es." Andara memesan. Yang diperintahkan langsung mengangguk menurut sambil tersenyum. Manis. Andara berdecak, merasa kalau pelayan bar ini jauh lebih baik daripada Risyad si tuan Kacung tidak tahu diri itu!Begitu pesanannya tiba, Andara segera meneguk pelan sambil memutar-mutar kursinya menatap kerumunan di belakang. Larut dalam pandangan yang tidak menetap, tidak sengaja Andara melihat kedatangan Risyad dari arah lorong ruangan. Senyum kecilnya mendadak luntur. Gadis itu kini menetapkan tatapannya pada sosok jangkung yang ditemani beberapa pria lain itu.Risyad tengah bercengkerama dengan rekan sesama bisnisnya. Mereka berjalan sekitar lima meter lalu duduk di kursi yang sepertinya disediakan hanya untuk orang-orang penting saja. Dari jarak Andara terpisah sekitar lima meter. Meski begitu, gadis itu masih tetap bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Risyad.Tak lama, seorang pelayan datang usai salah satu rekan Risyad berbisik. Sepertinya meminta pesanan. Andara memutar tubuhnya secara natural untuk melihat minuman apa yang disukai laki-laki yang menyewanya itu. Ada empat jenis racikan minuman yang sama. Lalu satunya, Andara bisa melihat meski tak kentara, racikan yang satunya berbeda. Itu seperti ... obat perangsang.Andara tidak bodoh. Dia itu perempuan yang paling berpengalaman untuk hal-hal seperti ini. Begitu bubuk itu dituang ke dalam alkohol, maka buih air itu akan berubah. Andara bisa memastikan mana buih narkoba dan mana untuk perangsang. Senyum tipis muncul di bibir Andara. Dia kembali melirik kepergian pelayan yang membawa minuman itu, dan hendak mencari tahu, siapa agaknya yang akan meminum racikan yang berbeda itu.Andara masih mengamati bagaimana Risyad begitu asyiknya berbicara sambil sesekali tertawa kecil. Hingga si pelayan berbaju putih dengan celemek khas itu, datang dan meletakkan semua minuman yang baru di bawanya. Andara masih mengingat, gelas yang mana yang terisi minuman yang berbeda. Dan gelas yang berbeda itu ternyata mendarat di tangan ... Risyad.Waw... Risyad bisa kebablasan kalau meneguk seluruh isi gelasnya. Apa tidak masalah? Andara pikir Risyad benar-benar mencintai Shama? Atau hanya Andara saja yang bukan tipe Risyad?"Kali ini pria itu tidak akan lolos. Kita habisi dia malam ini!" Pernyataan itu lolos ke telinga Andara. Seorang wanita berbusana mini sepertinya tengah duduk di sampingnya sambil ikut menatap Risyad.What? Apa itu artinya Risyad sedang dalam bahaya? Tentu saja. Andara masih percaya kalau Risyad mencintai Shama. Tidak mungkin dia mau diam saja saat diperlakukan buruk oleh Shama padahal dia juga bisa mendua.Gadis itu tidak berniat tinggal diam saat tahu kenyataan yang akan datang pada Risyad. Andara itu tipe orang yang setia. Dari mana dia mendapatkan uang, maka sampai saat itu orang itu adalah atasannya.Sosok jelita yang mengenakan dres mencetak body itu langsung saja meletakkan gelasnya lantas berjalan ke arah Risyad. Pemilik nama lengkap Andaraya itu ingin Risyad tahu kalau dia saat ini sedang di jebak."Hai tampan... Mau menari denganku?" ujar Andara saat dirinya sampai di dekat Risyad. Gadis itu memegangi dada Risyad seolah memang sedang menggoda.Sementara itu, Risyad dibuat kaget bukan main, saat menyadari Andara yang datang. Berulang kali Risyad menepis tangan Andara, dan mengancam lewat tatapannya."Ah tidak. Tinggalkan kami. Aku tidak suka menari!" tekan Risyad berharap kegilaan Andara ini berhenti.Alih-alih menurut, Andara justru semakin liar hingga kini dia memeluk tubuh Risyad yang masih duduk dikursi dengan dia yang membungkuk."Gelas lu ada obat perangsang. Jangan di minum atau lu mau jadi makanan cewek-cewek yang gila seks apalagi sama lu!" bisik Andara di sela kesempatan. Setelah itu, Andara menatap lekat mata Risyad, seolah mengatakan untuk percaya padanya."Sebentar, saya harus bicara dengannya," kata Risyad kemudian pada rekannya yang sedari tadi menunggu Risyad untuk minum bersama. Orang-orang itu mau tidak mau harus mengangguk setuju.Risyad segera menyeret Andara jauh dari kebisingan. Di lorong arah ke lantai dua, barulah Risyad melepaskan tangan Andara dan langsung menyerangnya dengan pertanyaan."Apa maksud kamu? Andara tolong jangan gila! Kamu itu tidak sedang di dunia kamu. Cukup bekerja untuk saya saat sedang di rumah. Kalau di luar seperti ini jadilah orang asing. Saya sudah bilang, jangan berani ikut campur masalah saya!""Woi!" bentak Andara, jengkel. "Gue nggak ikut campur sama masalah lu. Gue udah baik ya ngingetin lu. Tadi gue liat sendiri minuman itu dibuat dan gue juga dengar sendiri ada orang yang ngancam lu. Niat gue baik, Brengsek!" kecamnya ikut marah."Kamu pasti salah sangka-""Ya udah! Kalau gitu buruan sana. Balik ke teman-teman lu dan minum tuh wine yang baru datang. Gue jamin, lu bakal kerasukan setan seks bahkan ngeliat gue aja lu bakalan napsu, Sat! Sana buruan! Gue nggak akan bantuin atau pun ikut campur lagi. Lu orang paling naif yang pernah gue kenal. Oh bukan naif, tapi tolol luar dalam!" hardik Andara terlampau geram. Gadis itu muak dicap ikut campur oleh Risyad. Dia akhirnya melengos pergi, berakhir tidak peduli apa yang akan terjadi pada Risyad.Risyad benar-benar tidak menanggapi serius apa yang baru saja dikatakan Andara. Baginya, Andara itu tetap gadis 'gila' yang mengatakan suatu hal yang tak mendasar. Itu kenapa Risyad hanya menghela napas lalu melupakan peringatan Andara. Dia kembali pada rekannya yang menunggu. Begitu tiba di kursinya lagi, dari jarak yang berbeda Andara satu kali lagi memastikan kalau Risyad benar-benar tidak percaya padanya. Dan benar saja, laki-laki itu sudah kembali duduk dan siap meneguk wine miliknya. "Gilak ya tu orang!" sungut Andara dalam hati. Dia melihat dengan jelas bagaimana Risyad meneguk dengan santai minuman 'beracun' itu. Anggap saja hari ini Risyad sedang beruntung, atau Andara yang lagi baik-baiknya. Gadis itu siap di anggap tolol karena tetap diam mengawasi Risyad untuk memastikan laki-laki itu aman. Andara tahu dimenit keberapa obat itu akan bereaksi. Itu kenapa Andara memilih diam sejenak dan kembali duduk di tempat yang jaraknya lebih dekat, tanpa Risyad tahu. Risyad akhirnya
Kesadaran Risyad benar-benar sudah tidak terkendali lagi. Bahkan jauh lebih baik kalau laki-laki itu tidak sadarkan diri agar Andara lebih mudah membawanya masuk ke dalam rumah. Namun, nyatanya Risyad masih terjaga sampai saat ini. Bahkan setelah Andara membawanya masuk ke dalam rumah pun, laki-laki itu masih meraung-raung kecil, bergumam tidak jelas. "Dikit lagi, sabar dong!" gerutu Andara masih berusaha sekuat mungkin memapah Risyad. Andara mendadak berhenti di depan pintu kamar Risyad kala suatu rencana muncul di kepalanya. Dia menatap lagi Risyad yang sempoyongan lalu menatap pintu kamar Shama yang berjarak sekitar sepuluh langkah dari kamar Risyad. "Buset, gue pinter banget," ucapnya girang. "Kali ini lu bakal berterima kasih dua kali sama gue, Bro!" lanjutnya kemudian sambil berjalan melewati pintu kamar laki-laki itu.Andara berniat membiarkan Risyad yang mabuk berada di kamar Shama. Dengan begitu pasti suatu 'kecelakaan' akan terjadi. Mustahil rasanya jika kedua orang itu t
Andara perlahan terjaga. Mulutnya menganga, menguap. Gadis itu meregangkan otot dengan mengangkat kedua tangannya ke atas sambil merintih pelan melepas semua penat. Masih dalam tahap meregangkan ototnya, profil Risyad yang muncul dari balik pintu kamar mandi membuat Andara buru-buru menurunkan tangannya. Pria itu sudah rapi. Dia mengenakan kaos oblong hitam dengan celana bahan bernada sama. Bisep padat itu tercetak sempurna. Entah otot Risyad yang terlalu besar, atau ukuran bajunya yang terlalu kecil. Entahlah, yang pasti laki-laki itu benar-benar memikat dengan tampilan santai seperti saat ini. Risyad menyadari kalau Andara sudah terjaga. Sambil mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk, laki-laki itu ikut menatap diam Andara sebelum akhirnya Risyad menaikkan alisnya.Andara segara mengalihkan pandangan sambil mengerjap-erjap. Sial! Andara merasa pipisnya sedang panas. Juga dadanya, kenapa pula harus berdetak cepat? Sambil berjalan ke arah cermin Risyad bersuara, "Saya ngasih k
Setelah merapikan diri dengan busana yang lebih nyaman, Andara segera keluar dari kamar Risyad. Dia tidak lagi melihat keberadaan pria itu dalam jangkauan pandangannya saat ini. Saat kakinya usai menapaki seluruh anak tangga, suara gaduh dari arah dapur mengalihkan atensinya. Perlahan Andara berjalan, mengikis jarak. Pandangan binar kagum mendadak terpancar dari dua bola mata Andara kala mendapati potret Risyad sedang berpacu dengan alat masak. Pria dengan potongan rambut ala korea itu sedang fokus. Dia memasak. Kali ini Andara tak tahan diam saja. Dia berjalan mendekati, lalu diam di jarak lima langkah di depan Risyad. Meja panjang menjadi pembatas antara mereka. Kepala Risyad menoleh singkat menyadari kedatangan Andara. Gadis itu sudah rapi dengan dres selutut berwarna cream. Cantik. "Lu ngapain?" tanya Andara, heran. "Kamu buta?" singkat Risyad. Dia tak menatap wajah Andara yang pastinya sudah mengerutkan dahi. "Lu bisa masak? Yakin lu?" Sembari memasukkan makanan yang baru
Tiga hari tiga malam sudah Andara menetap di rumah mewah milik Risyad ini. Dan sejauh itu pula, dia tidak pernah tahu apa-apa tentang si empunya rumah atau bahkan seluk-beluk tentang orang yang diajaknya bekerja sama. Andara bahkan belum tahu siapa nama lengkap Risyad. Yang dia ingat, Shama kerap memanggilnya dengan nama Risyad saja tanpa embel-embel apa-apa lagi.Hendak mengekori Shama, Andara tiba-tiba menghentikan Risyad dengan menarik ujung baju pria itu. Sosok jangkung itu lantas menoleh lalu bertanya, "Ada apa?""Gue boleh ngomong bentar nggak? Kayaknya ada yang salah deh," jawabnya. "Saya tidak punya banyak waktu. Setelah saya kembali barulah kita bicara." Risyad menarik tangannya kini lepas dari Andara. Saat Risyad menjauh, Andara memutar badan melihat kepergian pria itu. Punggung lebar nan berisi itu begitu lamat di tatapnya. Seolah ada yang mengganjal di dalam hati Andara, tapi entah apa. "Sebenarnya lu nyewa gue buat apaan sih? Kadang gue bingung peran gue di sini tuh a
Ucapan Andara itu mengundang ketertarikan Lukas untuk menatap lebih dalam wajah Andara. Berangsur matanya menyorot lantang, marah. "Lu pikir gue takut sama lu? Gue nggak datang buat jadi pembantu atau pun pelayan kalian! Gue juga nggak pernah makan dari yang kalian. Ingat itu baik-baik!" hardik Andara lagi sambil berdiri. Mata Andara ikut menatap nyalang. Baru saja akan pergi menjauh, Andara tidak tahu kapan tepatnya Shama datang mendekat. Sebelum merasakan tamparan pada pipi kanannya, Andara merasakan lebih dulu bagaimana tangan Shama mencengkeram bahunya untuk memutar tubuhnya. Plak! "Lancang sekali kau ini!" bentak Shama. Sementara Andara terdiam sebentar saat rasa panas menyerang wajahnya. Sorot tajam dari mata Andara menangkap jelas wajah Shama yang baru saja memukulnya. "Lu bakal nyesel udah mulai perang sama gue. Gue ingetin lu! Cukup satu kali ini lu bisa lakuin kni. Lain kali, lu nggak akan selamat," desis Andara mengancam.Usai mengancam Shama, lagi-lagi Andara meringis
Begitu Shama berlalu tanpa kata, Andara seketika saja teringat pada Risyad. Gadis itu mencari-cari keberadaan laki-laki itu. Namun, sejauh apa pun Andara mencari Risyad, tetap saja tidak ada tanda-tanda kehadiran pria berbadan padat tersebut. "Beneran nggak ada? Ke mana perginya dia?" gumam Andara bertanya-tanya. Kakinya segera kembali lagi ke lantai dasar, kini berlari mencari si sopir yang dia perintahkan untuk istirahat. Andara melirik sana-sini berharap laki-laki berseragam ala sopir itu tidak pergi jauh. Seketika saja kaki Andara berlari cepat kala sepasang matanya kini mendapati keberadaan sosok yang dia cari. "Ah... Pak, saya boleh nanya nggak?" tanya Andara, sopan. Pria berbadan sedikit gempal di sana segera mengangguk, menerima. "Ke mana perginya Risyad? Kenapa istrinya ada tapi dia nggak?" "Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi, Nona. Yang saya tahu, Pak Risyad sedang ada di acara upacara kematian. Dia pelaksana di sana, Nona." Andara dibuat berpikir keras, apa Risyad
"A-apa? Maksud lu apaan?" Seketika saja bahu Andara menegang. Ada rasa tidak setuju yang muncul kala Risyad melontarkan kata-katanya. "Awalnya saya pikir rencana ini akan berhasil. Tapi ternyata saya salah. Saya justru hanya memperkeruh suasana hati istri saya. Lebih baik kita akhiri di sini. Saya akan bertanggung jawab atas keselamatan kamu sampai Indonesia." Tidak! No no no! Apakah Andara boleh berteriak mengatakan tidak saat ini? Dadanya hampir meledak begitu mendengar kalau dia akan menyudahi kontrak dengan Risyad. Katakan saja kalau saat ini Andara memang sudah gila, tapi kenyataannya memang dia tidak bisa menerima putusan Risyad untuk mengakhiri kerjasama mereka. "K-kok udah? Tapi kenapa?" Andara mencoba protes. "Saran teman saya itu sama sekali tidak membantu. Harusnya saya paham, bahwa satu-satunya orang yang bisa mengatasi masalah saya itu adalah saya sendiri. Bukannya justru mendatangkan orang lain dengan ekpektasi bisa mengatasi," kata Risyad benar-benar serius. "Sara