Share

Tertangkap basah

Cahaya pagi mulai terasa menusuk kulit serta penglihatan. Memaksa diri untuk segera membuka penglihatan.

"Uh ...." Natalie membuka mata, perlahan mengumpulkan kesadaran.

Lama ia memperhatikan ruangan tempatnya tidur, lalu beralih ke selimut putih yang membungkus tubuhnya. 

Sontak ia terbangun, lalu hal pertama yang ia lakukan ialah membuka selimut. Memastikan pakaiannya masih lengkap.

"Fiuh ...." Natalie menarik napas lega. 

"Sepertinya tak terjadi apa-apa," lanjutnya lagi.

"Tapi di mana aku?" Ia mulai meneliti setiap sudut ruangan yang serba putih itu. Ia memulai mengingat satu persatu kejadian yang berkaitan. 

"Apa aku diculik?" pikir Natalie. 

Natalie lalu berdiri, membuka sebuah tirai besar yang menghalangi cahaya masuk. Nampak sebuah kolam renang di sana, dengan seorang pria yang tampak duduk santai dengan memegang laptop.

"Pasti dia penculiknya." Natalie lalu keluar dari kamar, akan menuju kolam renang itu. 

"Hei, kau! Apa yang kau lakukan padaku? Siapa yang membayarmu melakukan ini, hah?!" hardik Natalie pada pria itu. 

Pria yang tak lain adalah Rai, masih tak menghiraukan Natalie. Ia hanya terus menatap ke arah laptop.

"Hei, Tuan. Apa kau tuli?" tanya Natalie lagi. Kali ini dengan suara yang lebih keras. 

"Sst ...." Hanya itu yang keluar dari bibir Rai.

"Apa, sst ... sst?! Apa kau tidak tahu siapa aku? Aku bisa saja memenjarakanmu sekarang! Jadi, jika kau tak ingin itu terjadi, cepat beritahu aku, kau di bawah perintah siapa?!" Natalie menakuti. 

"Baiklah! Kurasa kita harus mengakhiri dulu pembicaraan kita sampai di sini. Kita lanjutkan lain kali," ujar Rai kemudian.

"Apa katamu?! Hei, aku bahkan belum selesai denganmu! Kau bahkan belum menjawab pertanyaanku! Kau ...." Natalie menghentikan langkahnya, saat sadar gambar seorang pria lain hadir di layar laptop. Natalie baru sadar, kalau ternyata ada panggilan video di sana.

Rai mulai menutup laptopnya, lalu beralih memandang Natalie.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu diam?!" 

"Ma-maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kau sedang ...." Natalie menjeda ucapannya.

"Tunggu! Kenapa aku harus minta maaf? Kau yang menculikku, harusnya kau yang memberiku penjelasan!" sambung Natalie lagi.

"Menculik?!" Rai mengerutkan dahi.

"Dengar, Nona. Jika aku menculikmu, kau tak akan bisa bebas berkeliaran seperti ini di wilayahku," sambung Rai dengan wajah serius.

Natalie sejenak berpikir, apa yang dikatakan pria itu masuk akal.

"Jadi ... ada di mana aku? Apa yang terjadi semalam?" tanya Natalie, sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Apa kau sungguh tak ingat kejadian semalam, atau berpura-pura tak ingat?" Rai coba menginterogasi. 

"Aku cuma ingat, memberhentikan sebuah mobil, lalu ...." Natalie menghentikan ucapannya.

"Apa aku ketiduran di mobil itu?" terka Natalie, kemudian.

"Kau keterlaluan sekali, Nona. Kau hanya mengingat kejadiannya, tapi tak mengingat wajah penolongmu." Rai tersenyum sinis, sembari mengangkat gelas jus di tangannya.

"Bagaimana aku bisa mengingatnya, jika hari sudah gelap. Lagipula tidak penting juga," ucap Natalie.

"Uhuk-uhuk-uhuk ...." Rai tersedak, saat Natalie mengeluarkan kata-kata itu.

"Hei, kau baik-baik saja," panik Natalie. 

"Pfft ... ha-ha-ha ... tak kusangka ada saat di mana aku merasa terlalu pede." Rai menertawakan dirinya sendiri.

Natalie hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Ada apa dengan pria ini? Apa dia mengidap star syndrome?" gumam Natalie. 

"Baiklah, Nona. Sebaiknya kau mandi, lalu sarapan. Setelah itu aku akan mengantarkanmu pulang," ujar Rai lagi. 

"Ba-baiklah. Bisa kau tunjukkan aku di mana kamar mandinya?" Natalie bertanya, usai mengiyakan ucapan pria itu. 

Tak berapa lama muncul seorang wanita dengan memakai pakaian pelayan. Lalu menundukkan kepala di hadapan Rai yang berdiri di samping Natalie. 

"Tunjukkan kamar mandinya pada tamu kita. Jangan lupa siapkan baju ganti untuknya! Setelah itu, antar dia ke ruang makan segera!" perintah Rai.

Tanpa banyak bicara, pelayan wanita itu segera melakukan tugasnya. Begitu pun Natalie, tak banyak bicara, hanya mengikuti langkah pelayan di depannya. 

***

     Setelah menghabiskan waktu di rumah pria asing , Natalie bergegas pulang. Meminta diantarkan oleh pria yang telah menolongnya semalam.

Bahkan setelah apa yang dilakukan pria itu, Natalie sama sekali tak berniat menanyakan nama pria itu. Membuat pria itu semakin tertarik pada Natalie. 

"Akan aku buat kau mengingat namaku, Natalie," ujar pria itu di balik kaca mobil, begitu Natalie turun. 

Sementara Natalie, terus berjalan masuk tanpa menoleh sedikit pun ke belakang. 

"Uh ... aku lelah," ujar Natalie begitu tiba di depan pintu.

"Bagus sekali kau, Natalie. Dari mana saja kau? Semalaman kau pergi tanpa memberitahukan keberadaanmu, lalu di pagi hari, seorang pria mengantarmu. Trik apa lagi yang akan kau mainkan sekarang?" Terlihat Celine menginterogasi Natalie, dengan melipat kedua tangannya di dada. 

"Bukan urusanmu!" Natalie tak menghiraukan, hanya terus berjalan menuju kamar. 

"Kurang ajar kau, Natalie! Ingat siapa dirimu! Kau hanya numpang di rumahku! Lihat, bagaimana aku melaporkanmu pada Rio nanti." Celine terlihat begitu emosi, atas sikap tak acuh Natalie.

"Ckck ... laporkan saja!" gumam Natalie.

"Benar-benar melelahkan. Kapan semua ini akan berakhir?" Natalie mengeluh, begitu merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Handphone." Natalie lalu merogoh tasnya, mendapati ponselnya yang kehabisan daya. 

"Sial!" umpatnya lagi.

Ia lalu memasang charger, lalu segera mengaktifkan ponselnya. Beberapa chat serta panggilan masuk dari aplikasi hijau tampak menghiasi layar ponsel. Beberapa dari Rio, sementara lainnya dari Nyonya Bos. Natalie lalu melakukan panggilan ulang pada kontak nyonya bos.

"Hello ...." Suara terdengar dari ujung sana, begitu panggilan tersambung.

"Hello, Nyonya. Ada apa? Maaf baru bisa menghubungimu sekarang," terang Natalie.

"It's ok. Aku hanya khawatir. Kupikir kau dalam masalah hingga nomermu sulit dihubungi. Syukurlah, jika kau baik-baik saja." Wanita itu menjelaskan. 

"Aku baik-baik saja, Nyonya. Hanya kejadian kecil." Natalie menenangkan wanita di telepon itu. 

"Lalu ... bagaimana dengan tugasmu?" tanya wanita itu lagi.

"Aku masih membutuhkan waktu untuk itu. Aku sudah mencari ke seluruh ruangan yang ada di rumah ini, tapi tak juga menemukan petunjuk. Apa di rumah ini ada tempat khusus? Seperti ruangan rahasia?" Natalie kembali bertanya.

"Tak mungkin. Aku sangat hapal setiap sudut di ruangan itu lebih dari siapa pun. Jika memang ada ruang rahasia, aku lah yang lebih tahu dibanding Rio," jelas wanita itu kemudian.

"Yah ... baiklah. Mau bagaimana lagi, sepertinya aku harus bekerja keras untuk itu," ujar Natalie.

"Baiklah, Natalie. Aku harap segera mendapat kabar baik darimu." Wanita itu lalu memutuskan panggilan. 

"Uh ... di mana kira-kira Rio menyimpan berkas itu, ya? Aku sudah bosan tinggal di rumah ini," gumam Natalie. 

Tanpa ia sadari, seorang wanita tampak berdiri di luar kamarnya, dengan tersenyum licik. Di genggamannya, ada sebuah ponsel yang merekam semua pembicaraan Natalie dan wanita misterius itu. Ia yakin rekaman ini akan menjadi bukti kuat, agar Rio tak lagi mendengarkan ucapan Natalie. 

"Tamatlah riwayatmu, Natalie!" seru Celine, dengan tersenyum penuh kemenangan.

.

.

.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status