Share

Semobil dengan pria asing

"Apa kau tertarik dengan wanita itu, Rai?" Sebuah pertanyaan muncul dari meja lainnya.

"Tertarik? Pada wanita itu?" Lelaki yang dipanggil Rai itu, menunjuk ke arah Natalie.

"Kau pikir aku tak sadar, matamu terus menatap ke arah gadis itu," 

"Hei, kau jangan salah sangka! Apa kau pikir, aku akan tertarik dengan wanita seperti itu? Dia bukan seleraku!" sangkal Rei. 

"Ckck ... jangan sampai aku tahu, kau diam-diam mencari tahu identitas wanita itu nantinya. Aku bersumpah, tak akan membantumu!" 

"Oh ... ayo lah, Jeremy. Aku tahu kau tak akan tega." Rei menghipit leher Jeremy, kawan kecilnya itu. 

Sementara sorot matanya, tak lepas dari gadis seksi, yang sedari tadi terlihat mengoceh tak jelas.

***

     "Huh ... baiklah! Cukup senang-senangnya. Mari kita kembali ke medan perang." Natalie mengaitkan tas di tangannya, lalu mulai meninggalkan tempat. 

Ia berhenti di sebuah halte, menunggu taksi melintas. Jika Rio tak menelponnya, mungkin ia tak akan pulang malam ini. Ia takut Celine mengadu yang bukan-bukan. Sebenarnya tak masalah, jika Celine mengadu. Biar bagaimana pun, Rio akan lebih mempercayainya dibanding Celine. Tapi, ia tak ingin Rio menjadi cepat muak, lalu meninggalkan Celine. Karena bagaimana pun juga, Natalie tak akan sudi menggantikan tempat Celine. 

Lama ia menunggu, hingga bintang perlahan mulai pudar. 

"Apa hari ini akan turun hujan?" Natalie memandang langit, lalu menengadahkan tangannya.

"Sial! Kuharap hujan tak akan turun sekarang," gerutu Natalie lagi.

Sayangnya, alam seperti tak bersahabat dengan Natalie. Tiba-tiba saja turun hujan dengan lebatnya, disertai dengan petir yang menggelegar. 

"Uh ... apa yang harus kulakukan sekarang?" 

Dengan nekat, akhirnya Natalie coba menerobos hujan. Berharap di tengah perjalanan, ia bisa menemukan kendaraan untuk ditumpangi. 

Benar saja, beberapa menit kemudian, mobil terlihat dari jarak 100 meter. Natalie yang sudah kedinginan, coba menghalang mobil tersebut, dengan berdiri di tengah jalan, seraya melambai-lambaikan kedua tangannya. 

"Kumohon, berhentilah!" gumam Natalie.

Mobil yang sedari tadi membunyikan klakson itu, akhirnya berhenti tepat di hadapan Natalie. 

Pengendara mobil tersebut membuka kaca mobil, tampaklah seorang pria di dalam.

"Hei, Nona! Apa kau gila? Kalau ingin mati, jangan di depan mobil ini! Darahmu bisa menodai mobil ini!" bentak pria itu. 

"Maaf, Tuan. Aku sedang buru-buru, bisakah aku menumpang? Kasihani lah aku." Natalie memelas, sementara dalam hati, sedang mengumpat.

"Maaf, Nona. Bukan aku tak mau, tapi bosku tak suka bila ada orang yang numpang di mobilnya," tegas si sopir.

"Baiklah! Kalau begitu, aku akan minta ijin bosmu saja." Natalie beralih menggedor kaca mobil belakang.

"Apa?! Hei, Nona. Kau tidak tahu siapa tuanku. Dia sangat tidak suka ...." 

"Diamlah, Jemz!" Belum sempat Jeremy, menyelesaikan kata-katanya, pria yang duduk di belakang, lebih dulu menghentikan perkataannya.

"Tuan kaya, bisakah kau biarkan aku menumpang? Aku sangat buru-buru. Anakku pasti sedang menungguku di rumah. Hu-hu-hu ... dia pasti menangis saat ini. Kasihanilah aku, Tuan." Natalie memperlihatkan kemampuan aktingnya.

"Cih! Anak apanya? Melihat stylenya saja, orang pasti tahu kalau gadis ini sedang berbohong!" gerutu Jeremy, yang mendengar ucapan Natalie.

Tak lama kemudian, pintu mobil itu terbuka. Terlihatlah seorang pria duduk di dalamnya. 

Natalie terdiam, sedikit hanyut dalam pesona yang dipancarkan pria itu.

"Apa yang kau tunggu? Masuklah, Nona. Kau tidak ingin anakmu menunggu, bukan?" Pria itu mempersilahkan Natalie masuk. 

" Oh ... baiklah!" Tanpa segan Natalie duduk di samping pria itu, lalu menutup pintu mobil.

"Ayo jalan!" perintah Natalie, seenaknya.

"Ckck ... kenapa aku harus menuruti perintahmu? Kau bukan bosku," sewot Jeremy.

"Sudahlah, Jemz! Lanjutkan saja perjalanannya." Pria tampan di samping Natalie, ikut memberi perintah.

Mobil pun kembali berjalan menyusuri hujan. 

"Hoam ... kehujanan, membuatku ngantuk." Natalie menguap.

"Tuan, bisakah kau menyuruh sopirmu mengantarku ke perumahan cempaka?" pinta Natalie pada pria di sampingnya.

"Hei, Nona, apa kau sadar sedang memerintah siapa?" Jeremy kembali menyela. 

"Sepertinya kau bukan bawahan yang baik." Natalie ikut mencela.

"A-apa maksudmu? Begini-begini, aku orang kepercayaan lelaki di sampingmu itu." Jeremy tak terima dengan ucapan Natalie. 

"Kalau begitu, kenapa kau mencela ucapanku? Aku, kan, sedang berbicara dengan tuanmu. Apa kau ingin mendahului bosmu." Natalie tak mau kalah.

"A-apa katamu?!" 

"Jemz!" Suara tegas itu kembali membungkam Jeremy. 

"Uh ...." Jeremy hanya bisa mengeluh.

"Di mana alamatmu?" tanya pemilik mobil. 

"Di perumahan cempaka. Kau bisa mengantarku ke sana, kan?" Natalie memperlihatkan senyum menggoda.

"Baiklah!" Hanya itu jawaban yang ditrima Natalie. 

'Ckck ... pria ini lumayan juga' gumam Natalie dalam hati.

***

    Tanpa terasa, mobil mereka telah berada di jalan selama satu jam. Sementara itu, entah sejak kapan Natalie terlelap di bahu pria yang dipanggil bos oleh sopirnya.

"He, Rai. Kenapa kau membiarkan wanita ini naik ke mobilmu? Bagaimana jika wanita ini membuat masalah? Sepertinya dia bukan wanita baik-baik." Jeremy membuka suara.

"Baik atau tidak, tak cukup dilihat dari luar. Aku rasa gadis ini cukup pintar," puji Rai, lalu melirik ke arah Natalie. 

"Sejak kapan kau peduli pada sifat wanita? Lagipula wanita ini cukup mencurigakan. Apa dia mata-mata yang dikirim seseorang? Melihatnya nekat menerobos hujan dan minta menumpang. Bukankah itu aneh?" Jeremy menaruh curiga.

"Entah. Tapi aku tak merasakan adanya bahaya," balas Rai, seraya terkikik kecil.

"Hah ... kau ini, sungguh keras kepala. Entah bagaimana bisa kakekmu mempercayakan jabatan CEO kepadamu," singgung Jeremy.

"Entah! Aku juga ingin menanyakan hal yang sama pada pak tua itu." Rai masih menanggapi ucapan Jeremy dengan santai.

"Rasanya aku benar-benar semakin iri padamu." 

"Sungguh?! Kalau begitu, kau bisa meminta jabatan ini pada kakek, dengan senang hati aku akan melepasnya," tantang Rai.

"Sial! Kau menantangku karena tahu aku tak memiliki kemampuan itu, kan?" sungut Jeremy.

"Aku rasa kau cukup memiliki kemampuan itu. Kenapa kau jadi rendah diri. Di mana Jeremy yang dulu penuh percaya diri?" 

"Apa kau percaya, aku akan melemparmu di jalan sekarang, Rai?" ancam Jeremy, seraya melirik ke arah cermin di atasnya.

"Ahahah ... baiklah-baiklah. Aku bercanda. Kenapa kau selalu kaku, sih." Rai terbahak, lalu disambut dengan Jeremy yang ikut tertawa. 

"Tapi, Rai ... kau sungguh tak menaruh curiga sedikit pun pada gadis di sampingmu itu? Kau tak mungkin sungguh percaya kalau dia wanita yang memiliki anak, kan? Mana ada seorang ibu yang meninggalkan anaknya di rumah, lalu nongkrong dengan santai di sebuah cafe." Jeremy kembali serius.

"Hemm ... bagaimana, ya? Mungkin kita bisa mencari tahu itu nanti," ujar Rai, lalu kembali melirik ke arah gadis yang terlelap itu.

Sejujurnya, Rai sedikit menaruh curiga pada gadis yang terlelap di bahunya. Apalagi menilai dari betapa beraninya tindakan yang ia lakukan, saat menghentikan mobilnya. Apalagi ia sangat hapal dengan wajah gadis ini. Wajah yang sama, saat beberapa waktu lalu hampir bertabrakan dengan mobilnya. Sekarang ia bahkan memakai alasan anak, agar bisa menumpang di mobilnya. 

"Apa ini kebetulan, Gadis? Sungguh ceroboh," gumam Rai, pelan.

Setelah itu, Rai lalu menyelimuti Natalie dengan jas yang ia kenakan.

.

.

.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status