Sehari sebelum pernikahan, tidak seperti gadis pada umumnya yang akan menikah.
Di kediaman Ferdi. Paman Zafirah, terlihat tidak ada aktivitas apapun, Zafirah tidak menginginkan adanya pesta dalam pernikahannya. Namun dirinya menginginkan pernikahan yang sederhana, hanya ada keluarga dan para tetangga dan kehadiran anak didiknya.Seperti hari ini, Zafirah hanya duduk di dalam kamar. Ingatannya tidak lepas dari surat dari Umi dan Abahnya.'Teruntuk Bidadari Umi dan Abah...Assalamualaikum Zafirah. Saat kamu membaca surat ini, itu artinya kamu akan menjalani hidup sebagai seorang istri. Sayangnya Umi dan Abah, tidak bisa mendampingi putri Umi saat akan memulai hidup baru dengan pria yang akan menjadi imam untukmu. Zafirah sayang, pakailah perhiasan ini saat kamu akan menikah. Sayang, ini adalah warisan dari Kakek dan Nenekmu. Pakailah di hari bahagia kamu. Maafkan Umi dan Abah sayang, di hari bahagiamu kami tidak berada di sampingmu. Tapi Umi selalu menjagamu dari surga, jadilah istri yang menjaga kehormatan suami dan keluarganya, jagalah keluargamu dari hal-hal yang di larang Allah. Umi percaya, kamu adalah wanita shalihah, dan ini Umi menyiapkan sedikit tabungan untukmu sayang, pakailah! Semoga bermanfaat untukmu sayang. Jangan merasa hidup sendiri, Abah dan Umi selalu ada di samping kamu sayang.Dari kami yang selalu menyayangi bidadari Umi dan Abah Wassalamu'alaikum..Air mata Zafirah kembali mengalir, mengingat isi surat dari Umi dan Abah tercintanya.Suara ketukan pintu membuatnya tersadar, dengan cepat menghapus air matanya yang mengalir di pipinya. Zafirah memakai cadarnya kembali, dirinya tidak ingin orang lain melihat wajahnya selain keluarga dan suaminya nanti."Zafirah, di depan ada tamu katanya ingin bertemu denganmu," Bi Minah, salah satu tetangga Zafirah yang melihat seorang pemuda berdiri di depan pintu rumah Zafirah. Namun, tidak ada yang membukakan pintu untuknya."Siapa, Bu?""Ibu tidak tahu, coba kamu lihat sendiri di depan. Sejak tadi mengetuk pintu tapi tidak ada yang dengar," ujar bu Minah."Baik Bu, tolong jangan tinggalkan saya sendiri Bu!""Ya, Zafirah,""Assalamualaikum, Zafirah apakah kedatanganku mengganggumu?""Wa'alaikumsalam, kak Zaki? Tidak kok, kak. Masuklah!" Zafirah membukakan pintu untuk Zaki."Bu Minah tolong jangan tinggalkan kami! Tunggulah di sini sampai Paman kembali dari musholla," ujar Zafirah menahan kepergian bu Minah, yang terlihat ragu. Meskipun sebelumnya, Zafirah sudah memintanya untuk menemaninya. Dirinya tidak ingin hanya berdua dengan Zaki yang belum menjadi mahromnya."Ibu akan di sini Zafirah, kalian bicaralah,""Kak, apakah ada hal yang ingin kak Zaki katakan padaku?""Begini Zafirah, aku ke sini hanya ingin mengantarkan ini," Zaki menyerahkan paper bag berukuran besar pada Zafirah."Ini apa kak?""Pakailah saat menikah nanti, aku telah lama menyiapkan untukmu""Tapi kak," Zafirah ingin menolak. Namun dirinya tidak enak hati pada Zaki yang datang khusus mengantarkannya, meskipun Zafirah tahu Zaki sangat sibuk."Baiklah kak, nanti Zafirah pakai,""Zafirah, kakak pergi dulu besok adalah hari bersejarah untuk kita, beristirahatlah. Aku tidak ingin kamu kelelahan saat kita menikah nanti!""Baik kak, Zafirah akan beristirahat. Kak Zaki juga beristirahatlah,""Tentu Zafirah, kalau begitu kakak pergi dulu salam untuk Paman, Assalamualaikum,"Zaki berpamitan setelah menunggu tiga puluh menit, namun Paman Zafirah tidak kunjung datang."Wa'alaikumsalam, nanti Zafirah sampaikan salam kak Zaki untuk Paman. Hati-hati di jalan kak Zaki,"Zaki melambaikan tangan pada Zafirah senyumnya tidak luntur dari bibirnya.Tidak jauh berbeda dengan Zaki, Zafirah yang merasa heran dengan sikap Zaki hari ini yang lebih berani menatap wajahnya bahkan senyumnya tidak pudar dari bibirnya."Ya Allah, hamba percaya takdirmu tidak mungkin salah. Hamba pasrahkan segalanya padamu ya Robb,"Butiran bening meluncur indah dari kelopak mata yang teduh milik Zafirah, semenjak dirinya di Ta'aruf oleh Zaki. Selama itu pula dirinya melihat wajah lain di setiap doanya, wajah yang tidak pernah dia jumpai sebelumnya.Sentuhan lembut di pundaknya membuatnya tersadar dari lamunan. Terlihat sang Paman berada di samping menatapnya dengan iba, dirinya menyadari jika ada keraguan dan ketakutan dalam diri keponakan satu-satunya."Istirahatlah, jangan berfikir yang tidak-tidak. Pasrahkan semua pada Allah, karena dialah pemilik kehidupan dan padanya kita akan kembali,"Fredi menepuk pundak Zafirah, memberikan kekuatan meski dirinya merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang sulit untuk ia ungkapkan pada Zafirah, namun sebagai seorang Paman, tidak ingin membuat Zafirah semakin dilema."Semoga apa yang aku pikirkan tidak akan terjadi, Zafirah. Paman tahu apa yang kamu rasakan sama halnya dengan Paman saat ini," gumam Ferdi.Di tempat yang berbeda, Zaki yang tengah menyelesaikan meetingnya kini menyelesaikan berkas di atas meja. Dering ponsel membuatnya mengalihkan pandangannya ke arah meja samping kerjanya."Assalamualaikum Bang, ada apa?""Wa'alaikumsalam, Zaki, apakah kamu masih di kantor? Bukankah besok hari pernikahanmu? Pulanglah lebih awal, biar nanti Abang yang akan menyelesaikan semuanya," kata seseorang yang berada di sambungan teleponnya."Sebentar lagi selesai Bang,""Apakah kamu tidak menemui gadis itu?""Sudah Bang, apakah—""Apakah apa Zaki? Cepatlah pulang, kalau tidak Abang yang akan menyeretmu dari sana!"Zaki terkekeh mendengar suara keras dari sang kakak begitu perhatian. Meskipun Zaki bukan anak kecil lagi. Perhatian sang Abang mampu mengobati rasa rindu pada kedua orang tuanya."Baiklah Bang, Zaki akan pulang sekarang. Assalamualaikum,""Wa'alaikumsalam,"Zaki meninggalkan kantor tepat pukul empat sore, dirinya membutuhkan istirahat untuk acara yang penuh sejarah dalam hidupnya.Dengan mengendarai mobil mewahnya, Zaki menelusuri jalan yang mulai padat kendaraan karena jam karyawan yang mulai keluar dari kantor.Cuaca yang cerah membuatnya bersenandung Shalawat Nabi. Saat berada di jalanan yang sedikit menikung, tiba-tiba dari arah berlawanan sebuah mobil truk dengan kecepatan tinggi kehilangan kendali dan menerobos jalur berlawanan. Naas mobil Zaki yang berada tepat di depannya tidak bisa menghindar, tabrakan tidak terhindar lagi. Mobil yang di kendarai Zaki terguling hingga berapa kilo meter.Seorang polisi lalu lintas yang saat itu kebetulan sedang patroli, dengan sigap menolong Zaki dan membawanya ke rumah sakit, kondisinya yang cukup parah membuat polisi kesulitan mengenali dirinya.Di apartemen, seorang pria tinggi tengah memadu kasih dengan kekasihnya di kejutkan dering ponselnya yang berulang kali berbunyi."Sayang angkat dulu siapa tau penting,"Jelita mendorong tubuh kekar yang berada di atas tubuhnya.Dengan perasaan enggan sang pria menerima panggilan."Hallo, siapa in—""Selamat sore Tuan, maaf apakah anda mengenali pasien bernama Zaki? Dia memiliki ciri-ciri, badan tinggi dan memiliki tahi lalat di jari tengah. jika Anda mengenalinya segeralah datang ke rumah sakit, saudara atau teman Anda saat ini tengah kritis karena mengalami kecelakaan."Bagai di sambar petir, tubuh pria tegap itu terhuyung ke belakang. Berita yang ia dapatkan bagikan tombak yang kembali menghantam dadanya, untuk kedua kalinya ia menerima kabar dari orang yang sangat ia sayangi. Setelah kejadian berapa tahun yang lalu kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan dan mereka meninggal bersama di rumah sakit.Tanpa menunggu lagi, Azril berlari menuju rumah sakit, rambutnya yang acak-acakan dan bajunya yang tidak rapih, akibat permainan panasnya dengan sang kekasih. Tanpa berfikir lagi, dirinya menyambar baju dan memakainya dengan asal.Jelita yang memandang kekasihnya penuh rasa penasaran. Namun tidak ada keberanian untuk bertanya.Sesampainya di rumah sakit, dirinya berlari menuju IGD.Saat akan bertanya pada perawat yang kebetulan melintas di depannya, namun seorang dokter menepuk pundaknya."Tuan apakah anda saudara dari pasien yang bernama Zaki?""Benar Dok, saya Abangnya. Bagaimana keadaan adik saya, dok?""Maaf kondisi pasien sangat keritis, pasien memanggil anda, lebih baik anda temui sebelum kami melakukan tindakan. Mengingat, kondisinya yang parah saya khawatir pasien tidak bertahan lama," ujar sang dokter."Apa maksud Dokter? kenapa adik saya tidak bisa bertahan?""Maaf Tuan sebaiknya anda temui pasien,"Dengan langkah gontai, Azril mendekati seorang pria yang terbaring di atas brankar, tubuhnya penuh luka. Bahkan, wajahnya hampir tidak dapat di kenali."Zaki, apa yang terjadi denganmu? Kenapa seperti ini?""Bang, tolong nikahi Zafirah! Jadilah imam untuk Zafirah, gantikan posisiku Bang! Menikahlah dengan Zafirah! Aku mohon Bang,""Tidak Zaki, itu tidak mungkin.""Bang aku mohon—""Tidak Zaki, kamu yang akan menikah dengannya. Bukan Abang,""Bang, Zaki tidak kuat lagi. Anggaplah ini sebagai permintaan terakhirku bang, terima Zafirah, dia wanita baik-baik. Aku yakin Abang akan mencintainya," kata Zaki terbata.Dengan susah payah, Zaki merogoh kantong celananya, dan memberikan kotak berwarna merah pada sang Abang."Pakaikan pada jari manis Zafirah bang, Zaki tidak kuat lagi. Zaki mohon, Ayah dan Ibu menungguku Bang, mereka menjeputku,"***Azril menatap tubuh kaku sang adik yang terbujur kaku di atas brankar, kain putih kini menutupi sekujur tubuhnya, dan air matanya telah mengering. Tubuhnya tidak ada lagi tenaga bagai raga tanpa nyawa, penampilannya berantakan. Bahkan orang tidak mengenali jika dirinya seorang CEO di perusahaan ternama. Jelita yang berada di sampingnya sudah berusaha untuk menghiburnya, namun semua gagal hingga langkah orang yang berlari mengalihkan pandangannya dari Azril. "Assalamualaikum, saya Fredi dan ini Zafirah," ucap Fredi pada Jelita dan Azril. "Wa'alaikumsalam, silakan Paman," Azril menatap dua orang yang berdiri tidak jauh darinya. "Paman Fredi, saya abangnya Zaki," Azril berdiri mendekati Fredi, berjabat tangan dengan pria paruh baya di depannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sampai terjadi kecelakaan, dan kenapa kita berada di sini?"Fredi mencecar pertanyaan pada Azril. Dirinya mengerti jika berada di depan ruangan yang banyak di takuti orang. Paman Ferdi berusaha menepis pradu
Sebulan sudah Paman dan Zaki meninggalkan dirinya. Selama itu juga Zafirah berusaha melupakan kenangan indahnya bersama Paman. Meskipun sulit, namun Zafirah harus merelakan kepergian orang terkasihnya, orang tua satu-satunya yang ia miliki di dunia ini.Tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Zafirah kini menyibukkan dirinya lebih dari biasanya. Tawaran mengajar di desa tetangga berdatangan, dirinya tidak cuma mengajar di musholla di desanya, namun juga di desa tetangga. Seperti hari ini setelah mengajar di desa sebelah, tanpa merasa lelah Zafirah kembali ke musholla hanya untuk memberikan sumbangan untuk perbaikan musholla. Hasil pemberian penduduk desa ia masukkan untuk kotak amat di musholla. Dengan mengendari sepeda motor bututnya. Akhirnya, Zafirah sampai di rumah sederhananya. Saat memasuki pekarangan rumahnya, terlihat mobil mawah telah terparkir di halaman rumahnya. "Assalamualaikum, maaf mau cari siapa?" kata Zafirah rasa penasaran dan rasa takut membuatnya tetap berdir
Di sepertiga malam Zafirah terbangun, Zafirah yang terbiasa bangun di tengah malam meskipun baru berapa jam ia memejamkan matanya. Usai menjalankan Salat tahajud, Zafirah melanjutkan membaca Al Qur'an. Hingga terdengar langkah kaki melewati kamarnya.Zafirah mempertajam pendengarannya. Suara gelak tawa membuat Zafirah merasa penasaran, berlahan Zafirah membuka pintu balkon yang mengarah ke kolam renang yang berada tepat di bawahnya. "Astaghfirullahaladzim, apa yang mereka lakukan?"Zafirah memalingkan wajahnya saat melihat pemandangan di depannya. Bagaimana Azril yang tengah memadu kasih dengan seorang wanita di dalam kolam renang. Tanpa memikirkan orang lain yang akan melihat tingkah laku mereka.Zafirah melanjutkan mengajinya dan berusaha melupakan apa yang di lihatnya, namun bayangan tubuh Azril yang berada di atas wanita itu membuat perasaannya sakit. Zafira menyadari jika yang di lakukan Azril adalah perbuatan yang dilarang agama. Namun, Zafirah tidak bisa berbuat apapun. Tidak
Satu minggu setelah kejadian penyerangan, selama itu juga Zafirah tidak bertemu dengan Azril. Seperti hari ini Zafirah hanya berdiam diri di dalam kamar. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan olehnya selain melakukan kewajibannya pada pemilik kehidupan. Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Terlihat Melati membawa nampan berisi makan siang dirinya."Selamat siang nyonya, bibi bawa makan siang. Semoga nyonya menyukai masakan Bibi,"Melati tersenyum ramah pada wanita bercadar yang berada di hadapannya. "Terima kasih Bi, apapun masakan bibi aku menyukainya," sahut Zafirah dengan senyum indahnya. "Nyonya, tuan Azril sudah mengizinkan Nyonya keluar dari kamar, akhirnya tuan sadar juga ya, Nyonya,"Zafirah menganggukkan kepalanya sebagai jawaban Zafirah tidak ingin terlalu berharap. Di izinkan keluar dari kamar bukan berarti bebas, mengingat kekasih suaminya tidak menyukainya. "Nyonya, apa ada yang menganggu pikiran nyonya? Atau masakan bibi tidak enak, biar nanti bibi ganti. N
Waktu menunjukkan tepat pukul delapan malam, para pelayan dan berapa tamu yang mulai berdatangan. Di kamar utama Jelita bersama Azril tengah bersiap dengan penampilan yang luar biasa. Jelita yang memakai gaun malam tanpa lengan dan panjang gaunnya hingga menjuntai kelantai, bagian atas kerah yang berbentuk huruf V membuat bagian tulang selangka terlihat jelas. Azril yang malam ini memakai setelan Tuxedo dengan warna senada dengan Jelita. Penampilan mereka bagaikan ratu dan raja. Mereka menuruni tangga, tangan jelita bergelayut di lengan Azril. Para tamu menyambut kedatangan pasangan yang malam ini terlihat serasi. "Wahh!! Kalian kapan menikah? Sudah lama kalian menjalin hubungan, apa kalian tidak takut bosan?" Romi sahabat Azril menyambut pemilik pesta dengan terus menggodanya. "Kami akan menikah sebentar lagi, siapkan kado terindah untuk kami Romi!"Jelita menjawab perkataan Romi dengan tawa yang penuh arti. "Jangan khawatir, aku pastikan hadiahnya sangat istimewa."Romi menepuk
Romi membawa tubuh Zafirah yang terkapar tidak berdaya ke rumah sakit terdekat. Dirinya tidak ingin sesuatu terjadi pada Zafirah, wanita yang tidak lain adalah istri dari sahabatnya. Romi bersumpah akan membuat perhitungan pada Azril, ia merutuki kesalahannya yang terlambat datang. Flashback.Romi yang ingin ke toilet tidak sengaja mendengar apa yang di katakan Jelita pada Zafirah. Namun rasa sakit di perutnya membuatnya berlari kearah kamar mandi. Saat ia kembali, baik Jelita maupun Zafirah tidak ada disana, mengingat kata-kata gudang. Romi berinsiatif kesana, namun langkahnya terhenti setelah seseorang yang tiba-tiba berada di hadapannya. "Romi tunggu! Ada yang ingin aku tanyakan padamu?" tanya Jelita. "Apa yang ingin kamu tanyakan, padaku?" "Wanita ninja itu? Apa yang kamu ketahui tentangnya?" Romi menatap Jelita yang menatapnya penuh harap. "Wanita ninja yang mana kamu maksud, siapa Jelita?" tanya balik Romi pada Jelita. "Zafirah, apa yang kamu ketahui tentang Zafirah. Dan
Dua hari sudah Zafirah berada di rumah sakit, selama itu juga Azril menemaninya. Kondisi Zafirah yang kini lebih baik dari sebelumya, hari ini adalah hari kepulangannya."Zafirah, ada yang ingin aku tanyakan padamu?" Azril mendekati tempat tidur Zafirah. "Apa yang ingin kak Azril tanyakan?"Zafirah yang membenarkan posisi duduknya meski kepalanya masih terasa nyeri. "Apa benar Jelita yang menjebakmu?" Azril duduk di kursi samping tempat tidur Zafirah. "Apa kak Azril akan percaya, apa yang aku katakan nanti?"Zafirah memastikan apakah Azril akan percaya jika dalang di balik kejadian kemarin adalah kekasihnya. "Aku tidak tahu, harus percaya dengan siapa. Tapi aku ingin mendengarnya langsung darimu." Ucap Azril. "Jika kak Azril masih ragu, lebih baik tidak usah bertanya. Aku sudah tahu siapa yang akan kak Azril dengarkan," jawaban Zafirah membuat Azril semakin merasa serba salah, disisi lain Jelita kekasihnya dan Zafirah istrinya. "Bukan begitu Zafirah. Aku hanya," kebimbangan Azril
Zafirah mengemasi semua barang-barangnya, sesuai janjinya siang ini Azril datang untuk menjemputnya. Azril membantu Zafirah yang kesulitan saat membawa tas yang berisi pakaiannya. "Zafirah berikan tasnya padaku,"Azril meraih tas yang berada dalam genggaman Zafirah. "Terima kasih kak Azril," ucapnya saat Azril telah mengambil tas yang dia bawa, Zafirah mengikuti langkah Azril menuju parkiran. "Sama-sama Zafirah, kenapa kamu berjalan di belakangku? Kemarilah, berjalanlah di sampingku,"Azril meraih tangan Zafirah yang berada di belakangnya. Mereka melewati lorong rumah sakit, tangan mereka saling bergandengan. Sesampainya di parkiran Azril membukakan pintu untuk Zafirah. Kini mereka berada di dalam mobil tanpa ada canda ataupun tanpa ada obrolan, mereka sibuk dengan pikiran masing- masing tanpa mereka sadari kini mobil yang mereka naiki telah memasuki halaman rumah Azril. Azril membukakan pintu untuk Zafirah, mereka beriringan memasuki rumah mewah Azril, dan Azril mengantar Zafirah