Share

2. Takdir Allah Tidak mungkin Salah

Sehari sebelum pernikahan, tidak seperti gadis pada umumnya yang akan menikah.

Di kediaman Ferdi. Paman Zafirah, terlihat tidak ada aktivitas apapun, Zafirah tidak menginginkan adanya pesta dalam pernikahannya. Namun dirinya menginginkan pernikahan yang sederhana, hanya ada keluarga dan para tetangga dan kehadiran anak didiknya.

Seperti hari ini, Zafirah hanya duduk di dalam kamar. Ingatannya tidak lepas dari surat dari Umi dan Abahnya.

'Teruntuk Bidadari Umi dan Abah...

Assalamualaikum Zafirah. Saat kamu membaca surat ini, itu artinya kamu akan menjalani hidup sebagai seorang istri. Sayangnya Umi dan Abah, tidak bisa mendampingi putri Umi saat akan memulai hidup baru dengan pria yang akan menjadi imam untukmu. Zafirah sayang, pakailah perhiasan ini saat kamu akan menikah. Sayang, ini adalah warisan dari Kakek dan Nenekmu. Pakailah di hari bahagia kamu. Maafkan Umi dan Abah sayang, di hari bahagiamu kami tidak berada di sampingmu. Tapi Umi selalu menjagamu dari surga, jadilah istri yang menjaga kehormatan suami dan keluarganya, jagalah keluargamu dari hal-hal yang di larang Allah. Umi percaya, kamu adalah wanita shalihah, dan ini Umi menyiapkan sedikit tabungan untukmu sayang, pakailah! Semoga bermanfaat untukmu sayang. Jangan merasa hidup sendiri, Abah dan Umi selalu ada di samping kamu sayang.

Dari kami yang selalu menyayangi bidadari Umi dan Abah Wassalamu'alaikum..

Air mata Zafirah kembali mengalir, mengingat isi surat dari Umi dan Abah tercintanya.

Suara ketukan pintu membuatnya tersadar, dengan cepat menghapus air matanya yang mengalir di pipinya. Zafirah memakai cadarnya kembali, dirinya tidak ingin orang lain melihat wajahnya selain keluarga dan suaminya nanti.

"Zafirah, di depan ada tamu katanya ingin bertemu denganmu," Bi Minah, salah satu tetangga Zafirah yang melihat seorang pemuda berdiri di depan pintu rumah Zafirah. Namun, tidak ada yang membukakan pintu untuknya.

"Siapa, Bu?"

"Ibu tidak tahu, coba kamu lihat sendiri di depan. Sejak tadi mengetuk pintu tapi tidak ada yang dengar," ujar bu Minah.

"Baik Bu, tolong jangan tinggalkan saya sendiri Bu!"

"Ya, Zafirah,"

"Assalamualaikum, Zafirah apakah kedatanganku mengganggumu?"

"Wa'alaikumsalam, kak Zaki? Tidak kok, kak. Masuklah!" Zafirah membukakan pintu untuk Zaki.

"Bu Minah tolong jangan tinggalkan kami! Tunggulah di sini sampai Paman kembali dari musholla," ujar Zafirah menahan kepergian bu Minah, yang terlihat ragu. Meskipun sebelumnya, Zafirah sudah memintanya untuk menemaninya. Dirinya tidak ingin hanya berdua dengan Zaki yang belum menjadi mahromnya.

"Ibu akan di sini Zafirah, kalian bicaralah,"

"Kak, apakah ada hal yang ingin kak Zaki katakan padaku?"

"Begini Zafirah, aku ke sini hanya ingin mengantarkan ini," Zaki menyerahkan paper bag berukuran besar pada Zafirah.

"Ini apa kak?"

"Pakailah saat menikah nanti, aku telah lama menyiapkan untukmu"

"Tapi kak," Zafirah ingin menolak. Namun dirinya tidak enak hati pada Zaki yang datang khusus mengantarkannya, meskipun Zafirah tahu Zaki sangat sibuk.

"Baiklah kak, nanti Zafirah pakai,"

"Zafirah, kakak pergi dulu besok adalah hari bersejarah untuk kita, beristirahatlah. Aku tidak ingin kamu kelelahan saat kita menikah nanti!"

"Baik kak, Zafirah akan beristirahat. Kak Zaki juga beristirahatlah,"

"Tentu Zafirah, kalau begitu kakak pergi dulu salam untuk Paman, Assalamualaikum,"

Zaki berpamitan setelah menunggu tiga puluh menit, namun Paman Zafirah tidak kunjung datang.

"Wa'alaikumsalam, nanti Zafirah sampaikan salam kak Zaki untuk Paman. Hati-hati di jalan kak Zaki,"

Zaki melambaikan tangan pada Zafirah senyumnya tidak luntur dari bibirnya.

Tidak jauh berbeda dengan Zaki, Zafirah yang merasa heran dengan sikap Zaki hari ini yang lebih berani menatap wajahnya bahkan senyumnya tidak pudar dari bibirnya.

"Ya Allah, hamba percaya takdirmu tidak mungkin salah. Hamba pasrahkan segalanya padamu ya Robb,"

Butiran bening meluncur indah dari kelopak mata yang teduh milik Zafirah, semenjak dirinya di Ta'aruf oleh Zaki. Selama itu pula dirinya melihat wajah lain di setiap doanya, wajah yang tidak pernah dia jumpai sebelumnya.

Sentuhan lembut di pundaknya membuatnya tersadar dari lamunan. Terlihat sang Paman berada di samping menatapnya dengan iba, dirinya menyadari jika ada keraguan dan ketakutan dalam diri keponakan satu-satunya.

"Istirahatlah, jangan berfikir yang tidak-tidak. Pasrahkan semua pada Allah, karena dialah pemilik kehidupan dan padanya kita akan kembali,"

Fredi menepuk pundak Zafirah, memberikan kekuatan meski dirinya merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang sulit untuk ia ungkapkan pada Zafirah, namun sebagai seorang Paman, tidak ingin membuat Zafirah semakin dilema.

"Semoga apa yang aku pikirkan tidak akan terjadi, Zafirah. Paman tahu apa yang kamu rasakan sama halnya dengan Paman saat ini," gumam Ferdi.

Di tempat yang berbeda, Zaki yang tengah menyelesaikan meetingnya kini menyelesaikan berkas di atas meja. Dering ponsel membuatnya mengalihkan pandangannya ke arah meja samping kerjanya.

"Assalamualaikum Bang, ada apa?"

"Wa'alaikumsalam, Zaki, apakah kamu masih di kantor? Bukankah besok hari pernikahanmu? Pulanglah lebih awal, biar nanti Abang yang akan menyelesaikan semuanya," kata seseorang yang berada di sambungan teleponnya.

"Sebentar lagi selesai Bang,"

"Apakah kamu tidak menemui gadis itu?"

"Sudah Bang, apakah—"

"Apakah apa Zaki? Cepatlah pulang, kalau tidak Abang yang akan menyeretmu dari sana!"

Zaki terkekeh mendengar suara keras dari sang kakak begitu perhatian. Meskipun Zaki bukan anak kecil lagi. Perhatian sang Abang mampu mengobati rasa rindu pada kedua orang tuanya.

"Baiklah Bang, Zaki akan pulang sekarang. Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Zaki meninggalkan kantor tepat pukul empat sore, dirinya membutuhkan istirahat untuk acara yang penuh sejarah dalam hidupnya.

Dengan mengendarai mobil mewahnya, Zaki menelusuri jalan yang mulai padat kendaraan karena jam karyawan yang mulai keluar dari kantor.

Cuaca yang cerah membuatnya bersenandung Shalawat Nabi. Saat berada di jalanan yang sedikit menikung, tiba-tiba dari arah berlawanan sebuah mobil truk dengan kecepatan tinggi kehilangan kendali dan menerobos jalur berlawanan. Naas mobil Zaki yang berada tepat di depannya tidak bisa menghindar, tabrakan tidak terhindar lagi. Mobil yang di kendarai Zaki terguling hingga berapa kilo meter.

Seorang polisi lalu lintas yang saat itu kebetulan sedang patroli, dengan sigap menolong Zaki dan membawanya ke rumah sakit, kondisinya yang cukup parah membuat polisi kesulitan mengenali dirinya.

Di apartemen, seorang pria tinggi tengah memadu kasih dengan kekasihnya di kejutkan dering ponselnya yang berulang kali berbunyi.

"Sayang angkat dulu siapa tau penting,"

Jelita mendorong tubuh kekar yang berada di atas tubuhnya.

Dengan perasaan enggan sang pria menerima panggilan.

"Hallo, siapa in—"

"Selamat sore Tuan, maaf apakah anda mengenali pasien bernama Zaki? Dia memiliki ciri-ciri, badan tinggi dan memiliki tahi lalat di jari tengah. jika Anda mengenalinya segeralah datang ke rumah sakit, saudara atau teman Anda saat ini tengah kritis karena mengalami kecelakaan."

Bagai di sambar petir, tubuh pria tegap itu terhuyung ke belakang. Berita yang ia dapatkan bagikan tombak yang kembali menghantam dadanya, untuk kedua kalinya ia menerima kabar dari orang yang sangat ia sayangi. Setelah kejadian berapa tahun yang lalu kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan dan mereka meninggal bersama di rumah sakit.

Tanpa menunggu lagi, Azril berlari menuju rumah sakit, rambutnya yang acak-acakan dan bajunya yang tidak rapih, akibat permainan panasnya dengan sang kekasih. Tanpa berfikir lagi, dirinya menyambar baju dan memakainya dengan asal.

Jelita yang memandang kekasihnya penuh rasa penasaran. Namun tidak ada keberanian untuk bertanya.

Sesampainya di rumah sakit, dirinya berlari menuju IGD.

Saat akan bertanya pada perawat yang kebetulan melintas di depannya, namun seorang dokter menepuk pundaknya.

"Tuan apakah anda saudara dari pasien yang bernama Zaki?"

"Benar Dok, saya Abangnya. Bagaimana keadaan adik saya, dok?"

"Maaf kondisi pasien sangat keritis, pasien memanggil anda, lebih baik anda temui sebelum kami melakukan tindakan. Mengingat, kondisinya yang parah saya khawatir pasien tidak bertahan lama," ujar sang dokter.

"Apa maksud Dokter? kenapa adik saya tidak bisa bertahan?"

"Maaf Tuan sebaiknya anda temui pasien,"

Dengan langkah gontai, Azril mendekati seorang pria yang terbaring di atas brankar, tubuhnya penuh luka. Bahkan, wajahnya hampir tidak dapat di kenali.

"Zaki, apa yang terjadi denganmu? Kenapa seperti ini?"

"Bang, tolong nikahi Zafirah! Jadilah imam untuk Zafirah, gantikan posisiku Bang! Menikahlah dengan Zafirah! Aku mohon Bang,"

"Tidak Zaki, itu tidak mungkin."

"Bang aku mohon—"

"Tidak Zaki, kamu yang akan menikah dengannya. Bukan Abang,"

"Bang, Zaki tidak kuat lagi. Anggaplah ini sebagai permintaan terakhirku bang, terima Zafirah, dia wanita baik-baik. Aku yakin Abang akan mencintainya," kata Zaki terbata.

Dengan susah payah, Zaki merogoh kantong celananya, dan memberikan kotak berwarna merah pada sang Abang.

"Pakaikan pada jari manis Zafirah bang, Zaki tidak kuat lagi. Zaki mohon, Ayah dan Ibu menungguku Bang, mereka menjeputku,"

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fatmah SY
astaghfirullah .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status