Share

Wanita Bercadar Itu Istriku
Wanita Bercadar Itu Istriku
Author: Rafli123

1, Ta'aruf.

Seorang wanita bercadar tengah mengajar anak-anak di musholla. Namun kehadiran Pamannya membuatnya terkejut. Pasalnya, Pamannya tidak pernah menemuinya saat sedang mengajar.

"Assalamualaikum Zafirah, bisakah kamu pulang sebentar?" ucap sang Paman.

"Wa'alaikumsalam, Paman ada apa?"

"Bisakah, anak-anak kamu pulangkan lebih awal? Ada yang ingin Paman bicarakan denganmu,"

"Baiklah, Paman. Tunggu sebentar,"

"Kalau begitu, Paman pulang dulu. Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatu, hati-hati Paman!"

"Iya Zafirah, kamu juga hati-hati!"

Zafirah memulangkan anak didiknya lebih cepat sesuai keinginan Pamannya. Rasa penasaran yang membuatnya semakin mempercepat langkah kakinya menuju tempat tinggalnya. Jarak musholla ke rumah hanya di tempuh lima belas menit. Sesampaimya di depan rumah sederhana, Zafirah di kejutkan dengan adanya mobil mewah terparkir di depan rumah Pamannya, membuatnya semakin penasaran.

"Assalamualaikum Paman, Zafirah pulang!"

Langkah Zafirah terhenti ketika melihat seorang pria berbaju Koko putih dan celana hitam.

"Wa'alaikumsalam, kamu sudah pulang, Nak? Duduklah di samping Paman!"

"Assalamualaikum Zafirah, apa kabar?"

"Wa'alaikumsalamsalam?"

Zafirah menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Nak Zafirah, apa kamu tidak mengenali pria yang berada di hadapanmu?"

Paman yang mengerti jika, Zafirah tidak akan menatap lawan jenisnya hanya menundukkan wajahnya.

Zafirah menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, bahwa dia tidak mengenali pria di depannya.

"Nak dia adalah Zaki, teman kamu waktu di pesantren. Apa kamu lupa? Coba kamu lihat!"

Zafirah mengangkat wajahnya, mata mereka saling mengunci sesaat. Mereka menyadari jika bukan mahromnya, dengan cepat mereka saling melempar pandangan ke arah lain, dengan mengucap istighfar.

"Apa sekarang kamu sudah ingat siapa dia?" tanya sang Paman.

"Iya Paman, kak Zaki apa kabar?"

"Alhamdulillah, kabar kakak baik. Bagaimana kabarmu Zafirah, lama kita tidak bertemu,"

"Alhamdulillah kak, kabar Zafirah baik. Kapan kakak kembali dari Kairo?"

"Seminggu yang lalu. Zafirah, Paman, ada yang ingin aku sampaikan pada kalian,"

Zafirah saling pandang dengan sang Paman, mereka tidak tahu apa yang akan di katakan oleh Zaki.

"Apa yang ingin Nak Zaki sampaikan pada kami?" tanya Paman pada Zaki.

"Begini Paman, Zafirah. Niat dan maksud kedatangan saya ke sini ingin Ta'aruf Zafirah,"

Zafirah dan Paman kembali saling pandangan, mereka tidak menyangka jika Zaki datang untuk Ta'aruf Zafirah. Begitu pula dengan Zafirah yang terkejut dengan ucapan Zaki.

"Nak Zaki, semua keputusan ada di tangan Zafirah, Paman hanya mengikutinya saja. Zafirah bagaimana pendapatmu?"

"Bismillah, Zafirah mau Paman," sahut Zafirah, tidak semudah Zafirah menerima ta'aruf dari Zaki. Selama ini mereka saling kenal, walau pada saat di pesantren mereka tidak saling mengenal secara pribadi. Tetapi, mereka hanya bertemu berapa kali dalam acara pesantren dan hal itu tidak di sengaja.

"Alhamdulillah, nak Zaki. Bawa saudaramu kemari!"

"Baik Paman, dua hari lagi saya akan menikahi Zafirah. Saya akan datang lagi bersama abang dan rombongan, tidak perlu menyiapkan apapun karena saya akan menyiapkan semuanya.

"Baiklah, Zaki minumlah dulu! Zafirah, Paman ke dalam dulu, kalian pasti ingin mengatakan sesuatu tanpa ada Paman,"

"Tidak ada Paman!"

"Tidak ada Paman!"

Mereka saling mengucapkan kata-kata yang sama. Mereka tidak ingin berdua di ruangan yang sama. Mereka tahu batasan.

"Bicaralah, Paman mengerti kalian pasti ingin mengatakan sesuatu. Bukankah kalian sudah lama tidak bertemu?"

"Paman mengerti kalian bisa membatasi diri kalian," lanjutnya.

Paman meninggalkan ruang tamu, kini baik Zafirah dan Zaki saling diam. Tidak ada yang memulai obrolan sehingga Zaki yang berinsiatif memulai obrolan terlebih dulu. Tanpa menatap wajah Zafirah, Zaki memulai membuka pembicaraan mereka.

"Zafirah, sebaiknya kita keluar. Rasanya tidak enak, jika kita berdua di ruangan ini, meskipun pintu terbuka,"

"Iya kak, silakan!"

Zafirah mengikuti langkah Zaki dari belakang menuju teras rumah. Mereka tetap dengan batasan tanpa saling berhadapan, dan tanpa duduk berdampingan.

"Zafirah apa kamu benar-benar menerimaku?"

"Insya Allah, Zafirah menerima kak Zaki,"

"Alhamdulillah, terima kasih Zafirah. Dua hari lagi aku akan menikahimu. Aku akan datang bersama Abang,"

"Maaf kak Zaki, apa boleh Zafirah bertanya?"

"Tentu Zafirah, tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan. Insya Allah, aku akan menjawabnya,"

"Apa nanti setelah menikah, kak Zaki akan melarang Zafirah mengajar di musholla lagi?"

"Tidak Zafirah, aku tidak akan melarangmu untuk mengajar. Sebaliknya aku akan bahagia jika kamu terus mengajar, teruslah memberikan ilmu untuk anak-anak,"

"Terima kasih kak,"

"Hanya itu yang kamu tanyakan? Tidak ada lagi yang kamu tanyakan padaku?"

"Tidak ada kak,"

" Baiklah, aku pergi. Salam untuk Paman. Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam."

Zaki meninggalkan Zafirah yang masih berdiri memandang kepergian mobil mewah yang di kendarai Zaki. Dirinya mengerti, jika Zaki adalah putra kedua dari pemilik perusahaan ternama di kota. Meski ada ragu, namun Zafirah menepis keraguan dihatinya. Dirinya takut jika Abang dari Zaki tidak merestui mereka.

Zafirah masuk ke dalam rumah, dan menunaikan shalat ashar. Sang Paman yang berniat memanggil Zafirah mengurungkan niatnya, saat melihat sang keponakan tengah menjalankan Salat.

Usai melaksanakan salat, Zafirah berdoa memohon kepada pemilik kehidupan. Namun, dalam doanya bayangan wajahnya bukanlah Zaki melainkan seseorang yang tidak pernah ia temui sebelumnya.

"Astaghfirullah, wajah siapa dia? Ya Allah, bertanda apa ini?"

Hati Zafirah semakin tidak karuan, berapa kali dirinya berdoa. Namun, lagi-lagi wajah asing itu yang dia lihat dalam doanya. Berusaha untuk mengabaikan, tetapi bayangan itu terus saja menganggunya.

"Zafirah, apakah kamu sudah selesai salat? Ada yang ingin Paman katakan padamu?"

Suara Paman membuat Zafirah mendongakkan wajahnya. Sikapnya kembali tenang, meskipun hatinya gelisah dengan bayangan wajah asing dalam doanya.

"Sudah Paman, masuklah," Paman memasuki kamar Zafirah. Duduk di atas tempat tidur Zafirah.

"Apa kamu masih melanjutkan doa Zafirah?"

"Tidak, Zafirah Sudah selesai Paman. Apa yang ingin Paman katakan pada Zafirah?"

"Zafirah, berdoalah pada Allah mintalah petunjuknya jika Zaki jodohmu. Agar Allah memudahkan urusanmu dengannya,"

"Iya Paman, tapi—"

"Tapi apa Zafirah?"

"Eem, itu Paman,"

"Katakan ada apa?"

"Itu Paman, saat Zafirah memohon petunjuk, kenapa bukan wajah kak Zaki yang terlihat. Melainkan wajah yang tidak pernah Zafirah lihat sebelumnya. Tanda apa ini Paman?"

"Sudah jangan berfikir yang tidak-tidak, ingat dua hari lagi kamu akan menjadi istri Zaki,"

"Tapi Paman bayangan wajah itu—"

"Sudah! Sekarang kamu mandi lihat sebentar lagi menjelang magrib. Bahkan kamu tidak ingat waktu jika sekarang sudah mendekati Maghrib. Itu artinya kamu berdoa sudah lebih dari dua jam Zafirah!"

"Iya Paman, Zafirah lupa belum menyiapkan makan malam Paman. Sebentar, Zafirah menyiapkan dulu sebelum mandi,"

"Tidak perlu Zafirah! Nak Zaki membawa beberapa makanan dan lauk untuk kita makan malam. Sebaiknya kamu mandi dan salat Maghrib, setelah itu kita makan malam bersama!"

"Baik Paman,"

Ferdi adalah paman satu-satunya yang Zafirah miliki di dunia ini, setelah kedua orang tuanya meninggal.

Tujuh tahun yang lalu, Ferdi yang mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya, mobil yang di kendarainya terperosok ke dalam jurang karena cuaca yang pada saat itu hujan lebat. Jalan menuju rumah orang tuannya masih bebatuan ban mobilnya tiba-tiba tergelincir, naas mobilnya jatuh ke kiri jalan yang tidak lain jurang yang curam, anak dan istrinya meninggal di tempat, sedangkan dirinya hanya mengalami luka ringan.

Setelah kejadian naas itu, Ferdi memutuskan membesarkan Zafirah. Meskipun harus memasukannya ke pesantren, karena dirinya masih syok anak dan istrinya meninggal di depan matanya. Setelah kelulusan Zafirah, Ferdi yang menginginkan Zafirah melanjutkan ke perguruan tinggi namun selalu di tolaknya.

Zafirah memilih menjadi guru di kampung halamannya. Dengan ilmu yang ia dapatkan saat di pesantren, Zafirah memulai mengajar di salah satu mushalla di kampung.

"Assalamualaikum, Zafirah,"

Ferdi yang baru kembali dari musholla menghampiri keponakannya, yang tengah menyiapkan makan malam.

"Wa'alaikumsalam Paman, sudah pulang?"

"Zafirah, Paman sangat bahagia, kamu akan menjadi pengantin seorang pria yang tidak di ragukan lagi. Pria yang akan menjadi imammu sangatlah baik akhlaknya, dan ilmu agama yang insyaallah tidak di ragukan lagi. Paman percaya, nak Zaki bisa menjagamu nanti dan memperlakukan dirimu dengan baik,"

"Kenapa Paman bicara seperti itu? Apa paman sangat setuju Zafirah menikah dengan kak Zaki?"

"Iya, Paman sangat bahagia jika kamu menikah dengannya. Kamu adalah wanita yang beruntung, mendapatkan laki-laki yang mengerti agama seperti nak Zaki, Paman yakin kamu akan lebih baik dalam Agama,"

"Amin Paman, semoga Allah mengambulkan dan melancarkan segala urusan kita,"

"Amin, semoga Allah mengabulkan doamu, sayang. Ayo kita makan, Paman sangat lapar, sepertinya lauknya enak,"

"Iya Paman, biar Zafirah ambilkan,"

Setelah membaca doa mereka menikmati makan malam tanpa bicara. Acara makan malam selesai, Ferdi kembali ke kamar, saat keluar terlihat Zafirah tengah menyiapkan tugas untuk esok hari.

"Zafirah, ini adalah milik orang tuamu ambillah,"

"Apa ini Paman?"

"Bukalah, nanti kamu akan mengetahuinya,"

Zafirah membuka kotak berukuran sedang dengan tangan bergetar, air mata Zafirah tidak lagi terbendung saat melihat isi kotak.

"Paman ini—"

Tangis Zafirah semakin kencang setelah mengetahui orang tuanya meninggalkan perhiasan dan buku tabungan yang tidak ternilai jumlahnya. Tubuhnya bergetar, tidak menyangka sang Paman menyimpan barang milik orang tuanya. Bahkan, tidak sepeserpun Paman memakai uang peninggalan orang tuanya.

"Zafirah, baca surat itu!"

Zafirah membuka surat yang berada di bawah kotak perhiasan. Tubuhnya semakin bergetar dan tidak berapa lama tubuhnya ambruk tidak sadarkan diri.

***

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rafli123
Terima kasih kak
goodnovel comment avatar
Fatmah SY
akhirnya nemu ini...sukakkkk
goodnovel comment avatar
Cahaya Asa
suka cerita religi begini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status