Satu bulan sudah Zafirah tidak bertemu dengan Azril. Selama itu juga Zafirah tidur di dalam kamar tamu, kamarnya yang sebelum ia pindah di kamar Azril.Mengingat percakapan satu bulan yang lalu, ketika Azril mengakui jika dirinya tidak bisa melupakan kekasihnya Jelita, sekeras apapun Zafirah berusaha membuat Azril melupakan Jelita namun hal itu tidak membuat Azril mampu melupakan kekasihnya. Selama itu pula Azril mencoba namun hatinya tidak mampu untuk menggeser nama Jelita. Tetapi sebaliknya semakin dirinya mencoba melupakan semakin besar cintanya pada Jelita. "Zafirah! Dimana kamu?"Zafirah mendekati pintu utama, terlihat Jelita berdiri dengan angkuhnya menatap pongah dirinya."Ada apa Jelita? Kenapa kamu datang-datang teriak seperti ini, tidakkah kamu bisa mengucap salam terlebih dahulu?"Zafirah duduk di sofa ruang tamu, di ikuti oleh Jelita. Menyadari tidak mendapatkan jawaban Zafirah menjatuhkan tubuhnya di atas sofa."Duduklah dulu,"Jelita mengikuti kata Zafirah ia duduk bers
Perjalanan panjang membuat mereka harus berhenti untuk beristirahat, seperti saat sekarang ini Zafirah yang akan melaksanakan shalat ashar harus berbalik arah membuat mobil yang di kemudikan oleh Azril menepi di masjid yang berada di pinggir jalan.Mereka menunaikan shalat ashar bersama. Hanya tempat yang memisahkan mereka berdua. Usai menjalankan shalat Azril yang lebih dulu keluar dari masjid dan menunggu Zafirah di depan, seorang kakek tua mendekati Azril ia mengira jika kakek itu menginginkan uang darinya namun ia hanya mengatakan sesuatu pada Azril. "Jangan pernah meragukan wanita yang berada di sampingmu, kelak jika ujian itu datang padamu. Percayalah yang ia katakan adalah kebenaran dan jika kamu mengabaikannya maka kamu akan menyesal seumur hidupmu."Usai mengatakan kakek itu berlalu dari hadapan Azril. Azril memutari parkiran bahkan tempat wudhu namun tidak ada satupun yang melihat kakek itu. Kakek tua yang tiba-tiba datang mengatakan hal yang tidak jadi mengerti oleh Azril.
Satu minggu sudah mereka berbulan madu, selama itu juga sikap Azril yang lembut membuat Zafirah merasakan keyakinan jika Azril bersungguh-sungguh untuk berubah. Dan mencoba untuk menjalin kembali hubungan dengannya yang sempat merenggang lagi, walau baru berapa hari Azril memintanya untuk memperbaiki hubungan mereka.Seperti saat ini Azril berapa kali mengajaknya untuk berkeliling pantai yang indah. Namun keisengan yang di lakukan Azril membuat mereka jatuh ke pantai bersamaan. Sehingga baju yang di pakai Zafirah basah kuyup."Kak, gamisku basah." lirih Zafirah dengan senyum indah walau tidak terlihat di mata Azril namun bibir itu tercetak jelas dari balik cadar yang basah karena air, tercetak begitu jelas sehingga Azril ingin membawa Zafirah kembali ke hotel. Tidak ingin mata-mata nakal memperhatikan penampilan Zafirah dengan gamis yang basah sehingga tercetak jelas bentuk tubuhnya yang tinggi ramping. "Itu bukan salah kakak, Zafirah. Tapi kamu. Siapa suruh jalan enggak lihat-lihat y
Satu minggu usai mereka berbulan madu. Walau telah berlalu kini mereka telah kembali dengan aktivitas mereka. Dengan wajah yang penuh dengan kebahagiaan yang tidak mereka bayangkan sebelumnya. Bulan madu yang awalnya Azril takutkan kini terjadi tanpa adanya godaan ataupun halangan. Bahkan Zafirah enggan di ajak pulang karena merasa nyaman tinggal disana. Sebagai suami Azril berniat mengajak kembali kesana walau kapan waktunya. "Mas, sarapan dulu. Jangan lupa minum vitamin," kata Zafirah saat menyiapkan sarapan pagi untuk Azril. "Ya, sayang terima kasih."Azril tersenyum melihat wajah Zafirah. Karena hanya ada mereka bertiga sehingga Zafirah melepas cadarnya. Zafirah yang tengah menyendok nasi untuknya tiba-tiba tubuhnya terhuyung dan jatuh tidak sadarkan diri. "Zafirah!!" Seru Azril saat melihat wajah Zafirah tiba-tiba berubah pucat pasi. Azril mengangkat tubuh Zafirah yang kini terlihat tidak baik-baik saja, sejak pagi Azril ingin bertanya saat melihat wajah Zafirah pucat. Namun
Sikap dan perhatian yang di berikan Azril pada Zafirah membuat wanita bercadar itu semakin bahagia. Terlebih dirinya ia tengah hamil membuatnya semakin bahagia. Akhirnya yang ia tunggu-tunggu telah tiba mendapatkan perhatian dan cinta dari suami yang kini ia rasakan, tidak ada lagi kebahagiaan yang ia inginkan selain perhatian dari pria yang menjadi imamnya. Pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.Pagi menyambut dengan indahnya warna menghiasi alam semesta. Wanita cantik nan anggun tersenyum menatap indahnya matahari yang menyapanya dengan pancaran sinar yang indah. Setelah mengetahui Zafirah tengah mengandung, sikap protektif Azril terhadap Zafirah semakin menjadi. Seperti pagi ini Azril menyiapkan susu khusus wanita hamil untuknya, dan memintanya untuk tidak melakukan hal yang membuatnya lelah. Langkah panjangnya menaikkan angka untuk melihat Zafirah yang tengah bersenandung kecil di iringi burung yang berkicau di atas pohon yang berada di samping kediamannya."Sayang minum susun
Zafirah mencerna perkataan Jelita saat berkunjung kerumah, mengingat perkataan yang hamil juga membuat hatinya kembali memikirkan bagaimana jika mereka hamil dari pria yang sama. Namun dengan cepat Zafirah menepis pikirannya. Dirinya telah mempercayai kejujuran Azril jika hubungan mereka telah lama berakhir dan mereka tidak pernah bertemu lagi hingga detik ini. "Nyonya Zafirah. Apakah ada sesuatu? Kenapa hanya diam?" tanya Melati yang berada di sampingnya. Merasa jika majikannya tengah memikirkan sesuatu."Tidak Bi, tidak apa-apa hanya kangen dengan kampung halaman. Bagaimana rumah Paman, sudah lama aku tidak menengoknya," kata Zafirah mengalihkan perhatian Melati yang terus menatapnya. Tidak ingin Bibi Melati tahu apa yang di rasakannya saat ini."Jika ada waktu Nyonya menengok kesana. Jika diizinkan sama Tuan tentunya," ucap Melati dengan lembut, menyadari majikannya yang tengah dirundung rindu kampung halaman. Kampung halaman yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin ia bisa l
Azril kembali kerumah tepat pukul sebelas malam. Terdengar suara merdu Zafirah yang tengah melantunkan ayat suci Al-Quran. Membuat siapapun yang mendengarnya merasakan kenyamanan dalam hati, dari jauh Azril menatap wajah Zafirah yang terlihat bercahaya. Sungguh indah di pandang, namun sayangnya Azril baru menyadari itu sekarang. Berlahan mendekati wanita yang kini menggunakan mukena berwarna putih."Assalamualaikum, istriku," ucap Azril mendekati Zafirah yang tengah meletakkan sajadah di atas nakas. "Wa'alaikumsalam, ya Habibi," sahut Zafirah tangannya terulur menyambut tangan Azril. "Sudah malam, belum tidur?"Azril duduk di atas tempat tidur dan membuka sepatunya. Namun di cegah oleh Zafirah, dengan berlahan Zafirah berlutut di depan Azri."Biarkan, aku yang buka mas,"Zafirah meraih kaki Azril dan membuka sepatunya. Senyum indah nan menyejukkan di tujukan Zafirah pada Azril."Zafirah tidak perlu. Aku bisa sendiri," Azril menarik kakinya yang akan di sentuh oleh Zafirah. Tetapi ka
Zafirah menatap wajah Jelita, dengan perasaan yang entah apa dia menyebutnya saat ini, namun yang pasti kata-kata Jelita membuat hatinya terluka. Meski belum jelas kebenaran tentang kehamilan Jelita adalah anak dari suaminya Azril. "Kenapa diam Zafirah?" Kata Jelita sinis. dirinya yakin jika Zafirah akan melepas Azril untuknya, walau dia membenci Zafirah. Namun dia tidak meragukan sifat baik seorang Zafirah. "Aku harus menjawab apa Jelita? Apa kamu ingin aku berteriak dan memarahi mu dan menghubungi suamiku untuk pulang. Dan mengurus kedatangan dirimu yang tiba-tiba? Itu yang kamu inginkan Jelita?" tanya Zafirah dengan suara lembutnya. Dirinya tidak ingin mengambil keputusan dengan terburu-buru yang akan mengakibatkan hubungannya dengan Azril kembali berantakan, karena kehadiran Jelita lagi dalam rumah tangganya. "Omong kosong, Zafirah! Aku minta jangan bertindak seolah-olah kamu tidak tahu apa-apa. Aku minta padamu Zafirah lepaskan Azril untukku, aku sedang mengandung anaknya. Apak