Share

luluh Lantak

"Sekarang bagaimana? Kami tidak ingin ada pasangan zina di komplek kami." Suara ketua RT terdengar menengahi para warga yang sudah berkumpul di dalam rumah Zoya. Suasana malam yang biasa tenang kini ramai oleh cacian orang-orang kepada Septian. Bukan hanya di dalam, tetapi di luar rumah.

"Usir saja, Pak! Kami tidak mau ikut menanggung dosa mereka." Seorang wanita bertubuh subur menuding ke arah Septian dan Mira yang diamini oleh semua yang hadir.

"Nikahkan saja, Pak. Daripada zina terus." Seorang lagi bersuara.

"Gila, kamu! Trus Zoya mau di kemanain? Mana ada wanita mau dimadu." Pendapat tadi ditimpali oleh orang lain hingga suara kembali menjadi ramai.

"Sudah! Sudah!" Kita dengar jawaban Pak Septian." Sang ketua RT kembali bersuara.

Septian yang didudukkan bersebelahan dengan Mira mengangkat kepalanya. Dia menatap sekilas Zoya yang terduduk lemah di samping istri ketua RT. Wajah wanita itu pucat pasi, pandangannya pun terlihat kosong.

"Sa-saya akan menikahi Mira, Pak," jawab Septian pelan.

Mendengar jawaban Septian, semua mata menatap ke arah Zoya yang masih memangku bayinya. Mereka menyorot iba kepada wanita yang baru melahirkan itu. Bisa terlihat jika si wanita terguncang melihat sendiri perbuatan bejat suaminya. Setelah ditenangkan warga, Zoya tidak lagi menjerit. Dia diam seribu bahasa. Lidahnya tak mampu berkata-kata. Pengkhianatan Septian menikam dada wanita berambut ikal bergelombang itu terlalu dalam, hingga air matanya kering seketika.

"Mbak Zoya ...." Pak RT memanggil wanita malang itu pelan. Alih-alih mendengar, Zoya seperti tertarik ke dunia lain. Dia tidak merespon panggilan lelaki paruh baya yang dituakan di komplek perumahan mereka.

"Zoya, kamu yang sabar, ya." Istri ketua RT mengusap punggung Zoya. Usapan itu berhasil mengembalikan kesadaran wanita tersebut.

"Saya mau istirahat." Zoya berdiri, lalu melangkah ke kamar yang awalnya ditempati Mira, mengabaikan tatapan orang-orang. Dia tidak sudi masuk ke kamar yang menjadi saksi persetubuhan Septian dengan wanita lain. Tidak berapa lama, wanita itu keluar kembali sembari membawa barang-barang Mira. Dia melemparkan semua pakaian ke muka wanita tersebut, juga membanting koper ke lantai.

"Tolong selesaikan permasalahan ini di tempat lain saja, Pak. Saya jijik melihat mereka berdua. Lagipula, bayi saya butuh istirahat. Suara kalian semua mengganggu."

Raut Zoya sangat datar, nada suaranya pun terdengar dingin. Dia kembali ke kamar lalu menutup pintu dengan keras. Ketua RT paham suasana hati wanita tersebut. Tidak mudah menerima kenyataan di saat kondisi tubuh sedang lemah.  Oleh karena itu, dia meminta warga membawa Septian dan Mira ke pos ronda. Kedua orang itu digelandang tanpa menggunakan alas kaki. Beruntung ketua RT tanggap, jika tidak Septian dan Mira sudah bonyok dihajar massa yang geram dengan perbuatan asusila mereka.

*

Zoya menatap putrinya yang tertidur lelap. Teriakan histerisnya tadi hanya membuat bayinya terkejut, kemudian menggeliat. Bayi itu tentu tidak paham apa yang sedang terjadi. Dia kembali tidur dengan nyenyak. Andai diberi pilihan, Zoya memilih untuk tidak pernah dilahirkan daripada terus-menerus mencecap rasa getir di sepanjang hidupnya.

Zoya tidak tahu bagaimana bentuk hatinya saat ini. Ingin memberi kejutan, justru pemandangan menyakitkan yang dia lihat. Pengkhianatan Septian meluluh lantak kekuatannya. Andai Tuhan mencabut nyawa detik itu juga, dia lebih rela ketimbang tersiksa setiap kilasan itu bertandang ke tempurung kepalanya. Sampai hati lelaki itu meniduri wanita lain ketika sakit karena melahirkan belum hilang dari tubuhnya. Dan yang lebih parah, suaminya tega mengotori ranjang yang harusnya menjadi tempat ibadah untuk mereka berdua.

Perlahan panas merambat ke kelopak mata Zoya saat adegan perzinaan itu kembali berputar di pelupuknya. Dia menggigit bibir agar tangisnya tidak pecah. Namun, sia-sia saja. Kejadian itu telanjur lekat di ingatan membuat seluruh tubuhnya gemetar menahan ngilu. Zoya merimtih! Cairan bening berlomba-lomba luruh ke wajahnya. Dia bahkan memukul-mukul dada, berharap sesuatu yang tak kasat mata berhenti memilin-milin jantungnya. Alih-alih tenang, Zoya menggerung untuk mengeluarkan sesak yang mengimpit dadanya. Dia bahkan tidak peduli bayinya terjaga dan ikut menangis. Bayi merah itu seolah-olah mulai mengerti kepedihan yang bersarang di hati ibunya.

*

Sinar mentari membuat Zoya mengernyit. Dia meletakkan tangan di depan mata untuk menghalangi cahaya yang langsung menimpa wajahnya. Dia perlahan duduk dengan rasa pengar sembari menekan kepala bagian bagian atas. Satu per satu kejadian tadi malam kembali diingat benaknya. Zoya bergeming, rasa sakit di dada masih kentara. Semalaman dia habiskan dengan menangis. Dia bahkan tidak menyentuh bayinya. Entah bagaimana bayi itu tertidur karena dia sibuk mengobati luka hatinya.

Zoya menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka dari luar. Kemarahannya kembali tersulut melihat sosok Septian masuk sambil membawa mangkuk kaca dan segelas air.

"Aku beli bubur ayam untukmu. Sarapan dulu, ya, biar ASI-nya banyak." Lelaki itu meletakkan bawaannya ke atas meja rias. "Aku suapin, ya?" imbuhnya tanpa rasa bersalah, seolah-olah kebejatan semalam tidak pernah terjadi.

Zoya menepis kasar sendok yang diangsurkan Septian ke mulutnya. Tatapan wanita itu mengandung laksana magma yang meletup-letup hendak mencari jalan untuk erupsi.

"Keluar! Aku jijik melihatmu!" seru Zoya keras, membuat bayinya terbangun.

Septian menoleh ke arah putrinya. Dia bermaksud menggendong bayi yang belum sempat diberi nama itu. Namun, Zoya kembali menepis tangannya dengan keras.

"Jangan sentuh anakku dengan tangan kotormu!" desis Zoya dengan tatapan seperti ingin menguliti tubuh Septian.

"Dia juga anakku."

"Anakmu?!" Zoya terkekeh, seakan kata-kata Septian terdengar lucu baginya. "Dia anakku. Aku yang kepayahan mengandungnya, sementara kamu sibuk bekerja sampai larut malam. Aku yang sekarat melahirkannya, sedangkan kamu enggak peduli. Aku yang kepayahan terjaga mengganti popok dan menyusui di rumah sakit, sementara kamu asyik-masyuk berzina di rumah ini. Di kamar kita!"

Suara Zoya sangat keras, bahkan mungkin melengking keluar rumah karena kamarnya berada tepat di pinggir jalan komplek. Wanita itu tidak peduli lagi jika semua tetangga mendengar amukannya.

"Iya! Aku berhubungan dengan Mira, tetapi itu karna dirimu," balas Septian lebih keras. Tadinya dia bermaksud meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya. Namun, reaksi Zoya yang meledak-ledak membuatnya terpancing.

"Karna aku ...?" Zoya menunjuk dadanya sambil tertawa sumbang, "kamu berzina dengan wanita lain dan menyalahkan aku?"

"Iya! Kamu sadar enggak kalau sejak hamil udah enggak menarik lagi? Penampilanmu selalu kusut dan lihat!" Septian mengambil kaca kecil di atas meja rias, "wajahmu kusam dan dekil," imbuhnya.

Zoya merampas cermin di tangan Septian, lalu membanting ke lantai hingga pecah. "Bajingan! Aku hamil anak kamu. Harusnya kamu lebih memperhatikanku, bukan sibuk di luar. Sejak aku hamil pernah kamu nanya aku pengen makan apa? Pernah kamu ajak aku jalan-jalan meski keliling komplek? Kamu ingin aku cantik saat hamil, tapi pernah ngasih duit lebih buat bayar perawatan? Yang ada aku pontang-panting bikin kue untuk mencukupi kebutuhan di rumah. Pernah aku ngeluh? Enggak!"

Wanita itu semakin meledak mendengar alasan Septian. Dia tidak habis pikir, seperti inikah tabiat asli lelaki yang dia cintai? Perkenalan mereka memang tidak lama karena permintaan lelaki itu yang ingin serius berumah tangga dengannya. Melihat sikap dan pembawaan Septian yang sopan, Zoya memantapkan hati menikah meski baru mengenal si lelaki selama dua bulan. Siapa kira di balik sikap menawannya, tersimpan kebusukan yang kini menghancurkan hidupnya.

"Kamu aja yang memang enggak bisa melayani suami. Nyesal aku nikah sama kamu!" umpat Septian membalas racauan Zoya.

Geram mendengar kalimat kejam dari bibir suaminya, Zoya meraih mangkuk bubur, lalu melemparkan ke arah Septian. Tidak hanya itu si wanita juga melemparkan gelas dan semua yang bisa dia raih. Melihat situasi yang tidak terkendali, Septian memilih keluar dari kamar meninggalkan Zoya yang menjerit dan mengamuk membabi-buta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status