Share

Wajah yang serupa

Author: Aqilazahra
last update Last Updated: 2024-07-11 11:06:29

Tahun demi tahun telah berganti, anak tampan Visha kini telah berusia tiga tahun dan tumbuh sebagai seorang anak yang cerdas dan tampan.

“Bunda, Kai mau Ayah?” pintanya dengan polos yang membuat hati Visha bergetar.

Visha mencoba tersenyum. “Kai Maddeva, anak Bunda yang paling baik.”

“No! Paling Tampan!” potongnya.

Visha mencubit hidung Kai dengan gemas. “Baiklah. Anak Bunda yang paling tampan, Bunda akan mencarikan Ayah untuk kamu, Kai mau Ayah yang seperti apa?”

“Seperti Superman,” jawab Kai dengan polos, membuat Visha tak bisa menahan tawanya, meski ada luka yang terpendam.

“Bunda, ada Nenek!” seru Kai sembari berlari pada Neneknya yang baru saja tiba.

“Assalamualaikum, cucu tampan Nenek. Bagaimana kabarmu, Nak?” sapa sang Nenek dengan penuh kasih sayang.

“Wa’alaikumussalam, Nenek!” seru Kai, girang karena melihat Neneknya yang dicintainya.

Asih membawa beberapa mainan yang baru dibelinya lalu memberikannya pada Kai.

“Oh ya Bu, boleh gak Visha menitipkan Kai seminggu ini? Kafe Pak Dion sedang ramai pengunjung, Visha tidak mungkin membawa Kai ke sana,” ujarnya dengan wajah yang khawatir.

“Ya sudah, tidak apa-apa. Ibu akan meminta ijin pada Nyonya Mirra,” sahut ibunya dengan penuh pengertian.

“Terima kasih ya, Bu.” Visha menghela napas lega, kemudian beralih pada sang anak, “Sayang, Kai tinggal bersama Nenek dulu, ya? Bunda akan kembali menjemputmu setelah semua pekerjaan Bunda selesai.”

“Ok, Bunda,” jawab Kai polos, dengan nada yang manis.

“Ingat pesan Bunda, ya. Kai tidak boleh apa?”

“Nakal,” jawabnya polos.

“Anak pintar!”

*

Sore itu, Asih membawa Kai menuju rumah bosnya.

“Kai, diam di kamar sana ya? Nenek mau minta izin dulu sama bos Nenek agar kamu bisa tinggal di sini sementara waktu,” kata sang Nenek lembut.

“Ok, Nenek,” jawab Kai polos, seakan-akan mengerti apa yang akan dilakukan Nenek.

Asih tidak bisa menahan kegembiraan dan kegemasannya. Dia pun mencubit hidung mancung cucunya itu, lalu mengelus kepalanya sayang. Setelah yakin bahwa Kai telah aman di kamar, Asih keluar untuk menemui bosnya guna meminta izin agar cucunya bisa tinggal sementara waktu bersama keluarga besar mereka di sini.

Namun, Kai yang penasaran berjalan keluar, menatap rumah yang megah di depannya.

Langkah kecilnya mengelilingi rumah sebesar itu, penasaran dengan apa yang ada di sana. Dia tersenyum, berjingkrak menatap wajah tampannya di lantai yang seperti cermin, bahkan rupanya yang tampan seolah lenyap dengan bajunya yang lusuh.

“Nenek,” panggilnya, ia berlarian hingga tak sengaja menabrak Calvin yang sedang berada di dapur.

“Hei, kamu siapa?” tanya Calvin dengan ekspresi bingung, mencari keberadaan anak kecil yang buru-buru bersembunyi di balik tirai sambil berusaha menutupi wajah mungilnya.

Calvin berusaha untuk mendekati anak itu dan terkejut ketika menatap wajah anak kecil di depannya yang terlihat mirip dengannya saat masih kecil.

“Hah! Anak itu, ... kenapa sangat mirip denganku?” gumam Calvin heran.

Di dalam ruangan tamu, Asih telah mendapatkan izin dari Mirra untuk sementara waktu cucunya tinggal di sini. Dia mengucapkan beribu-ribu terima kasih pada kebaikan Mirra yang telah membantunya selama ini.

Namun, saat Asih masuk ke dalam kamarnya yang berada di belakang, dia terkejut tak mendapatkan Kai di kamarnya.

“Astaghfirullah, anak itu!” seru Asih sembari tersenyum, dia melupakan siapa cucunya yang Jenius dan super aktif itu.

Di dapur sana, belum sempat Calvin mendekati Kai yang penasaran akan kemiripannya, Asih datang dan menghampiri cucunya.

“Kai!” panggilnya. “Maaf Den, Kai pasti mengganggu yah,” ucap Asih dengan nada gugup.

“Dia siapa, Bi?” tanya Calvin.

“Dia cucu Bibi, Den. Maaf ya, Den, jika cucu Bibi Nakal.”

Calvin hanya mengangguk datar menanggapi jawaban asisten rumah tangganya itu.

“Kai, ayok sini Nak? Salam sama Pak Calvin,” kata sang Nenek dengan lembut, memanggil Kai yang bersembunyi di balik tirai.

Kai segera berjalan menghampiri nenek dan Calvin dengan langkah kecil. Sambil menarik napas dalam, dia menatap wajah Calvin dengan tatapan polos yang tak tertahankan.

"Halo, siapa nama Om Superman?" Kai memperlihatkan senyum gemas yang tak bisa menutupi kegembiraan pada pertemuan mereka.

“Kai, kamu tidak boleh memanggil sembarangan seperti itu. Den, maaf yah,” ucap Asih sambil memasang wajah bersalah.

Calvin segera berjongkok dan menatap mata polos Kai. “Tak apa, kamu boleh memanggilku sebagai Om Superman"

“Om Superman, mau nggak jadi Ayahnya Kai?” tanya Kai, dengan suara yang penuh harapan dan seulas keberanian yang sulit dicari di usianya.

“Hah?” Calvin tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Ide yang Gagal

    Calvin memejamkan mata perlahan, air mata luruh membasahi pipinya. Rasa sesal dan penyesalan begitu dalam mencengkeram hatinya. “Mas tahu hatimu masih cinta sama Mas, Sha. Maafin Mas, jika mengecewakan kamu.”“Mas,” ucap Visha akhirnya, suaranya bergetar menahan tangis.“Yah sayang,” jawab Calvin, suaranya terdengar parau.“Berjuanglah, luluhkan dan ...” Visha terdiam, kalimatnya terhenti di tengah jalan. Dia tidak tega untuk melanjutkan kalimatnya. Dia tahu, apa yang dia harapkan dari Calvin sangatlah sulit.“Mas akan berusaha,” jawab Calvin, suaranya terdengar lemah. Dia tahu, dia harus berjuang untuk mendapatkan kembali hati Visha. Namun, dia juga tahu, jalan yang harus dia tempuh tidaklah mudah.“Mas, aku percaya kamu bisa,” ucap Visha, tangannya menggenggam erat ponsel. Dia memberikan dukungan penuh kepada Calvin, meskipun hatinya terluka.“Terima kasih sayang,” ucap Calvin, dengan lega. Dia bersyukur memiliki Visha, wanita yang selalu ada di sisinya, mendukungnya dalam s

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Penyesalan Calvin

    Calvin terkejut dengan suara Asih, ibu mertuanya yang meninggi. “Turun!” perintah Asih. “B-baik, Bu.” Calvin menjawab, dia pun membuka pintu dan menghampiri Asih. “Bu, Visha ...” “Mulai sekarang, jangan kamu temui lagi Visha dan Kai. Mereka bahagia meski tanpa kamu, pria pengecut yang selalu termakan hasutan mantan kekasihmu.” Calvin lagi-lagi terkejut dengan ucapan Asih. “Bu ... tapi Visha dan Kai, bagian dari keluarga Calvin.” “Bagian dari keluarga kamu? Lalu ke mana saja saat anakku tadi menangis, bahkan dengan tega kamu mengusirnya?” “Bu, Calvin benar-benar minta maaf! Calvin janji tidak akan mengulangi hal ini lagi.” Calvin berusaha meminta maaf pada Asih, tetapi Asih tak luluh begitu saja. “Cukup! Tinggalkan anak saya sekarang juga!” “Bu,” panggil Visha, dia berdiri dengan tegak, bibirnya gemetar. “Sha, ayok pulang? Maaf, jika Mas tadi ...” “Mas, pulanglah!” Visha menunduk, air matanya menetes. Calvin terdiam, hatinya terasa sesak. Dia mencintai Visha dan

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Keputusan Asih

    Greta tersenyum licik. Dia pun menambahkan kata-kata lagi untuk meracuni pikiran Calvin. “Oh, jangan-jangan kamu sengaja menggoda Pak Cokro?”Visha tersentak. “Tutup mulutmu!” teriaknya. “Calvin ... Calvin, kamu mau saja ditipu oleh wanita ini! Padahal aku sudah mengantarkan Visha ke depan ruanganmu, tetapi kenapa dia malah pergi ke ruangan Pak Cokro!”“Hentikan ucapanmu, Mbak Greta!” Visha kesal. “Aku bahkan tidak mengenal pria itu!”“Owh yah?” Greta mencemooh. “Aku tidak yakin. Jangan-jangan kamu ...” “Greta, sebaiknya kamu pergi ke ruanganmu!” perintah Calvin, suaranya dingin.Calvin meleraikan pelukannya. Dia berjalan selangkah, hatinya cemburu dan terhasut oleh ucapan Greta. Pandangannya tertuju pada Visha yang berdiri terdiam, wajahnya memerah menahan amarah.“Visha, sebaiknya kamu pulang. Biar Bara yang antar kamu,” ucap Calvin, suaranya terdengar dingin.“Mas, aku ke sini hanya untuk bertemu dengan kamu. Aku bawain ...” Visha mencoba menjelaskan, tetapi Calvin langs

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Amarah Calvin

    Tanpa merasa curiga, Visha masuk ke dalam ruangan itu. Dia duduk di sofa, sesekali menatap satu per satu ruangan yang tampak mewah. "Jadi ini ruangan kerja Mas Calvin," ucapnya bangga.Visha berjalan menuju jendela, menatap indahnya pemandangan dari atas gedung bertingkat lima. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membawanya pada lamunan tentang masa depan bersama Calvin."Semoga saja dengan kedatanganku kemari, Mas Calvin akan sangat bahagia," gumam Visha, matanya berkaca-kaca.Pada saat Visha sedang melamun, pintu ruangan terbuka dengan suara berderit. Seorang pria gendut berwajah garang terkejut dengan pemandangan wanita yang berbaju merah berdiri dengan anggunnya di dekat jendela."Wow, bukannya aku baru beberapa menit memesan wanita cantik? Rupanya Carles cepat sekali mendapatkan wanita cantik!" katanya sembari melangkah mendekati Visha.Visha yang sedang melamun tak menyadari gerakan langkah kaki yang mendekat. Dia tersentak kaget saat merasakan tangan kekar itu melingka

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Jebakan Greta

    Visha berjongkok di depan Kai, puteranya yang polos. Tangannya menggenggam erat tangan mungil Kai, mencoba menenangkan. "Sayang, Jangan berbicara seperti itu yah, Nak. Papah Calvin—""Stop Bunda, Om Superman bukan Papah Kai!" teriak Kai, suaranya bergetar menahan tangis."Nak!" Visha terkesiap, hatinya tersayat mendengar kata-kata putranya.Kai menghempaskan tangannya, dia berbalik mendekati Asih, neneknya. "Nek, Kai mau tinggal di sini sama Nenek, Kai tidak mau bertemu dengan Om jahat."Asih memeluk erat Kai, tangannya mengusap perlahan rambut Kai. "Sayang, ayok sekarang Kai cuci kaki dan kita berangkat sekolah. Nanti Nenek yang antar kamu ke sekolah."Kai mengangguk, matanya berkaca-kaca. Dia pun bergegas pergi meninggalkan Visha yang berdiri terpaku, air matanya menetes perlahan."Bu?" panggil Visha, suaranya terengah-engah. "Kamu harus bersabar, Kai masih trauma pada Ayahnya, biarkan dia tenang dulu!" kata Asih, lembut.Visha hanya bisa mengangguk, hatinya pedih meliha

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Pertengkaran berujung menyakiti

    Visha berdecak kesal, matanya menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari Calvin. Jari-jarinya menekan tombol Power, mematikan layar yang menampilkan pesan yang membuatnya geram.“Menyebalkan, apa kamu pikir aku butuh uangmu!” gerutu Visha, suaranya meninggi. Dia melempar ponselnya ke atas ranjang, kepalanya tertunduk lesu.Visha enggan untuk menelepon kembali Calvin, apalagi menjelaskannya. Perasaannya campur, antara kesal, kecewa, dan sedikit takut.“Huhh! Kenapa jadi seperti ini?” gumam Visha, lelah. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.Asih kembali mendekati Visha. “Bagaimana, apa suami kamu mengizinkannya?” tanyanya, matanya penuh harap.Visha menggigit bibirnya, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. “Iyah Bu, Mas Calvin sudah mengizinkan Visha untuk menginap di rumah Ibu,” jawabnya berbohong.“Ya sudah, ayok bantu Ibu membereskannya rumah ini?” Asih tersenyum, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Visha.Keduanya seharian membereskan ruma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status