Home / Rumah Tangga / Wanita Dambaan Tuan Otoriter / Bab 1 : Kedatangan Sang Tuan Otoriter

Share

Wanita Dambaan Tuan Otoriter
Wanita Dambaan Tuan Otoriter
Author: Adny Ummi

Bab 1 : Kedatangan Sang Tuan Otoriter

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2023-01-12 07:05:41

"A–Ampun, Tuan," lirih Bang Rizal ketika badannya yang tersandar karena leher ditekan di tembok oleh salah seorang ajudan dari Tuan Steven.

Aku berdiri di samping lemari reyot kami dengan tubuh gemetar melihat suamiku diperlakukan demikian. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa selain terdiam--menatap perlakuan kasar ajudan itu kepada Bang Rizal.

Siapa yang tak kenal dengan Tuan Steven Arnold? Dia putra tunggal yang mewarisi harta ayahnya, Tuan Hans Arnold— lelaki asal Kanada yang memperistri wanita asli desa ini, Nyonya Sarah Dramawan. Ia tuan tanah di sini.

Dengan kekayaannya yang melimpah, pria yang sudah berkewarganegaraan Indonesia itu menguasai dan mengatur setiap hasil panen dari warga. Semenjak Tuan Hans meninggal dunia lima tahun lalu, anak tunggalnyalah yang menggantikan posisi sang ayah.

Sayang, sikapnya sama sekali tidak mewarisi watak ayahnya yang ramah dan menghargai sesama manusia. Tuan Steven terkenal arogan dan sering berlaku kasar kepada orang lemah.

"Kau kira aku ini yayasan sosial, heh? Aku sudah berbaik hati meminjamkan kepada siapa saja yang memerlukan uang dariku. Aku tidak pernah meminta bunga, hanya bagi hasil dari usaha perkebunan kalian. Wajar, 'kan? Aku pemilik modal!" tegas Steven ke arah Bang Rizal.

"Aku jan–janji, Tuan ... aku hanya min–ta waktu sedikit la–lagi," ujar Bang Rizal terbata-bata dengan leher semakin tercekik oleh lengan kekar ajudan Tuan Steven. Sontak, itu membuatku semakin bergidik.

"Ja–jangan sakiti Bang Rizal, Tuan ...," pintaku memelas pada akhirnya sambil menangkupkan kedua tapak tangan dari tempatku berdiri. Bulir air mata menggelantung di pelupuk mata ini.

Lelaki blasteran berwajah tampan itu melirikku sejenak. Ekspresinya tak dapat kubaca. Kemudian, segera ia menoleh kembali mengarahkan matanya yang tajam ke Bang Rizal.

"Bullshit! Kau sudah aku kasih waktu dua bulan. Sampai hari ini, kau masih saja tak membayar hutangmu. Jangan pikir aku bodoh! Aku tahu, kau suka foya-foya dan main judi di bar pinggir kota sana!" Tuan Steven semakin geram tanpa menghiraukan pintaku, "pukul dia!" perintahnya pada sang ajudan.

Bugh!

"Kyaaaa!" teriakku sambil menutup telinga. Akhirnya bulir bening yang sedari tadi tergantung di pelupuk, tak lagi sanggup tertahan. Air mata mengalir deras disertai tubuhku yang semakin gemetar. Tubuhku luruh di lantai yang dingin.

"Aakh!"

Kulirik ke arah sana, ujung bibir Bang Rizal pecah, dan mengeluarkan darah. Aku semakin panik.

Bugh!

"Hhhg!" Bang Rizal tertunduk menahan sakit di perut karena hantaman lutut Bang Hanan.

Aku sontak menghambur dengan merangkak, berlutut, dan memeluk kaki panjang Tuan Steven.

Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Baru kali ini aku menyentuh lelaki asing. "To–long, Tuan ... lepas–kan suamiku ...." Air mataku semakin deras menganak sungai.

"Apa-apaan ini?" Tuan Steven terlihat terkejut, jadi aku langsung melepas peganganku.

Wajahku yang bersimbah air mata mendongak ke arah lelaki yang terkenal kasar dan arogan tersebut. "Tuan ... jangan sakiti suamiku. Aku mohon ...." ujarku lagi mengharap belas kasihnya.

Sementara itu, Bang Rizal tidak berhenti dipukuli di sana. Aku tahu suamiku sudah jatuh terjerembab, karena pasti tubuhnya tak sanggup menerima pukulan bertubi-tubi itu.

Tuan Steven kini memandangku tajam. Alisnya bertaut kencang. Aku memandangnya bingung. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan? Terlebih, tiba-tiba sudut sebelah bibir pria itu tertarik sinis menatapku.

"Berhenti, Hanan!" titahnya pada sang ajudan.

Aku menoleh ke belakang. Ajudan yang bernama Hanan itu sontak menghentikan pukulannya kepada Bang Rizal.

Suamiku benar-benar sudah babak-belur di sana. Dia meringkuk di lantai dan terbatuk-batuk dengan darah keluar dari mulut serta hidungnya. Pemandangan ini membuat hatiku perih melihatnya dalam keadaan sedemikian rapuh. Karena, selama ini ia tampak gagah dan garang di hadapanku.

"Istrimu cantik juga, Zal."

Ucapan Tuan Steven sontak mengalihkan pandanganku dari Bang Rizal ke arah pria kejam itu. Aku terkejut dengan pujian tak terduga yang bahkan suamiku sendiri tak pernah katakan padaku.

Sontak, aku bangkit dari berlutut di lantai dengan perlahan.

"Hutangmu berapa, Zal?" tanya Tuan Steven sambil terus menatapku, membuatku jengah.

"Du–dua ratus juta, Tuan ...." jawab Bang Rizal terbata-bata.

"Oke. Aku anggap lunas."

Aku terkejut. Begitu pula Bang Rizal, ia sampai terperangah mendengar omongan yang keluar dari lisan orang yang diketahui tak kenal ampun ini.

"Tapi tentu dengan syarat." Bibir Tuan Steven tersenyum menambah pesona yang memang selalu melekat di dirinya. Tapi ... tapi aku tak suka tatapan itu ....

"Sya–syaratnya apa, Tuan?" tanya Bang Rizal, sekaligus mewakili rasa penasaranku.

Tentu saja, seorang Steven Arnold tidak mungkin membebaskan orang yang berhutang kepadanya begitu saja.

Sudah beberapa orang yang hartanya disita, bahkan sampai cacat tubuhnya dianiaya oleh ajudannya karena tak mampu membayar hutang kepada pria ini.

"Kau ceraikan istrimu dan aku akan memperistrinya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   EKSTRA PART

    Aku memutuskan untuk menerima rujuk yang ditawarkan oleh Steven hari itu. Jujur, saat ini hatiku merasa sangat ... lengkap. Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami sekarang.Sudah dua bulanan aku kembali ke rumah besar ini—rumah keluarga Arnold. Mommy dan Tasya juga terlihat sangat bahagia di hari akad aku dengan Steven untuk kedua kalinya. Ya, karena masa iddah telah lewat, makanya kami perlu mengulang kembali akad. Hendi awalnya ragu untuk mendukung. Namun, pada akhirnya setelah ia melihat semua orang—terutama Bibi dan juga kedua sepupuku mensupport, ia pun ikut mendukung aku kembali bersama pria yang memang namanya masih setia terukir di dalam hati ini. Yakni dia yang merupakan ayah dari putra kesayanganku ... Zack."Steve, apa-apaan kamu ikut masuk, ih!" Aku berusaha mendorong tubuh liat itu agar mau keluar dari kamar mandi."Aku lihat kamu tadi sudah shalat Ashar, jadi kita sudah boleeeh—" Dua alis tebal itu terangkat-angkat ke atas dengan tatapan manik

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 140 : Bicara dari Hati ke Hati

    "Lho, Nak Wahyu sudah mau pulang?" Terdengar suara Bibi dari luar sana. Sepertinya Bibi melihat gelagat Mas Wahyu yang hendak pergi dari rumah ini."Iya, Bi. Aku permisi dulu," jawab Mas Wahyu sekenanya."Ah, iya-iya. Hati-hati di jalan, Nak Wahyu. Maaf kalau sudah banyak merepotkan Nak Wahyu selama ini."Ah, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari lisan Bi Eli kepada Mas Wahyu. Aku tertawa miris mendengarnya. Bukankah selama ini beliau seakan tidak mau peduli dengan hal itu?Sementara itu, aku dan Steven masih saling diam di ruang tiga kali tiga meter ini. Aku tidak tahu dan mungkin malas untuk kembali membahas sesuatu bersama pria itu.Bi Eli menyibak tirai di muka pintu dan aku pun sontak menoleh ke arah beliau tanpa berkata apa-apa. Namun, ternyata orang tua itu tidak mau masuk. Beliau kembali melepas gorden sehingga kembali tertutup, walau jelas masih ada celah di sana. Sepertinya Bibi mengambil duduk di ruang makan di sana, karena aku mendengar bunyi derit seperti kursi yang dige

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 139 : Ucapan yang Sangat Menusuk

    Telapak tangan ini terasa kebas karena beradu dengan rahang kukuhnya. Mata ini pun mulai terasa panas. Dada naik turun karena menahan emosi.Akan tetapi, pria itu hanya tertunduk sebentar karena wajahnya barusan terkena gamparan tanganku. Kemudian ia menoleh dengan tatapan seakan makin menantang.Zack yang tadi telah terlelap akhirnya terbangun dan menangis dengan sangat kencang. Tentu saja dia kaget mendengar bunyi tamparan dan suaraku yang keras barusan.Pria arogan di hadapanku itu bangkit berdiri dengan terus menatap nyalang ke arahku.Aku pun sontak mendongak ke arah dia yang memang lebih tinggi dari tubuhku dengan tatapan tidak mau kalah. Namun, bulir bening tiba-tiba lolos dan jatuh dari sudut mata. Dengan gerakan cepat aku segera menyusutnya. Aku mencoba menarik napas panjang walau tersendat-sendat demi meredakan gelegak yang tengah membara di dalam dada."Ada apa ini?!" Tiba-tiba Bi Eli dan Mas Wahyu muncul di muka pintu. Sedetik kemudian Bibiku melangkah maju dan meraih Zac

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 138 : Kunjungan

    Jujur saja, ini pertemuan pertamaku dengan Steven semenjak hari itu. Hari di mana ia telah menjatuhkan talaq kepadaku di ruang tamu rumah ini. Waktu itu aku masih dalam keadaan hamil. Usia kandunganku saat itu baru enam bulan lebih, hampir masuk bulan ke tujuh.Aah, walaupun janggut itu terlihat lebih lebat, kamu masih tetap tampan dan gagah, Steve ... aku cukup tertegun dengan kehadirannya. Apakah arti dari debaran kencang di dalam dada ini ya, Rabb?Sebentar saja sepasang netra biru gelap itu melihat lekat ke arahku, sejurus kemudian ia langsung mengalihkan pandangan ke arah Bi Eli. "Maaf, aku mau mengunjungi anakku," ucap pria bermata safir tersebut dengan suara khasnya yang berat dan datar. Sebentar manik itu melirik ke arah Mas Wahyu.Hmmm ... ia tampak tidak senang dengan adanya pria berkacamata itu di sini.Apa kamu cemburu, Steve ...?Sementara Mas Wahyu hanya duduk diam memperhatikan di tempat duduknya sana. Ia sepertinya tidak berniat untuk menyapa Steven terlebih dahulu se

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 137 : Perhatian

    Setelah sadar dari pingsan kemarin karena kehilangan banyak darah, akhirnya hari ini—hari keempat setelah melahirkan—aku diperbolehkan untuk pulang. Semua orang terlihat sangat bahagia. Tentu saja, terutama diri ini.Sebenarnya Mommy menyuruhku untuk kembali ke rumah besarnya. Namun, sekali lagi aku menolak dengan halus. Dulu waktu belum resmi bercerai dengan Steven saja, aku tidak mau. Apalagi saat ini, kami sudah benar-benar bukan lagi berstatus sebagai pasangan suami-istri.Akan tetapi, aku berjanji kepada Mommy untuk selalu datang. Mungkin nanti setelah tubuhku lebih sehat dan bayiku lebih kuat. Hal itu karena aku menyadari, bahwa tentu saja orang tua itu ingin bertemu cucu laki-lakinya sesekali.Kemarin Hendi sudah melihat keponakannya yang baru lahir. Hanya sehari saja. Berikutnya ia dan Tasya kembali mesti belajar di pondok. Tasya yang terlihat begitu berat meninggalkan adiknya. Namun, aku membujuknya. Aku berjanji setiap pekan di jadwal peneleponan, kami akan melakukan video c

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 136 : Bayi Mungilku

    Aku hanya bisa tersenyum melihat putri cantikku yang kini mengerucutkan bibirnya lucu. Entahlah, aku merasa cukup senang ketika mendengar pria itu datang. Artinya dia masih peduli. Walaupun memang, sebenarnya tidak berpengaruh apa pun. Toh, kami sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Kalau mengingat hal itu, daging merah di dalam dada ini kembali terasa perih. "Hendi mana ya, Bi? Apa nggak ikut pulang sama Tasya?" tanyaku kepada Bibi.Belum sempat Bi Eli membuka mulutnya, Tasya pun menyambar, "Kak Hendi masih harus setoran tasmi', Bu! Tapi besok dia nyusul dijemput Pak Hardi.""Oh, gitu," sahutku singkat.Tidak berapa lama kemudian, perawat yang tadi memeriksaku kembali datang menghampiri. Ah, hatiku merasa begitu bahagia ketika melihat wanita muda itu menggendong seorang bayi berbalut kain bedong di tangannya."Rebahan aja, Bu," ujar perawat tersebut ketika ia melihat aku berusaha untuk bangkit dan duduk. Mendengar ucapannya, aku pun menurut. Kembali aku merebahkan tubuh ini. "Ss

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status