Share

Adik madu

***

|Kalau kamu masih juga nungguin Helen di rumah, aku akan bilang ke semua orang kalau aku juga istrimu, Mas|

Hancur sudah persendianku. Mas Andra dengan wanita yang bernama Anita itu ternyata sudah menikah?

Tapi kapan?

Apa sebegitu sibuknya aku selama ini sampai-sampai tidak mengendus perselingkuhan suamiku sehingga hampir menghasilkan seorang anak?

Kuraup udara dengan rakus. Berusaha mengeluarkan semua sesak yang berdesakan di dalam dada. Sekarang bukan waktunya untuk menangis, Helen! Ada masa depan yang harus kamu perjuangkan dan jika Mas Andra memang ingin lepas dari ikatan pernikahan suci ini, maka dia harus kembali menjadi Andra yang dulu. 

Bel di depan rumah berbunyi, aku yakin sekali jika Hazel yang datang menemuiku pagi ini. Selain tanggap, dia juga cekatan selama membantuku mengurus perusahaan yang Papa tinggalkan. Apalagi saat Mama tiriku berusaha merebut harta yang Papa tinggalkan, Hazel berusaha keras agar harta Papa tidak jatuh ke tangan mereka. 

Tiba-tiba air mata menggenang begitu saja saat mengingat semua perlakuan Mama Fiona dan Dewi-- anaknya yang usianya tiga tahun di bawahku. 

Segera kuhapus air mata dengan kasar dan bergegas membuka pintu untuk Hazel. Ada banyak hal yang harus aku urus dengan tanganku sendiri mulai sekarang.

"Selamat pagi, Bu Helena," sapanya ramah.

Aku mengangguk dan mempersilahkan Hazel untuk duduk sementara kuambil laptop di dalam kamar untuk menyalin data-data yang sempat aku minta.

"Apa Bu Helen sudah merasakan ada yang tidak beres?"

Mataku memicing. Kubuka laptop dengan perasaan bingung. Kenapa Hazel bisa bertanya seperti itu?

"Apa yang kamu tau?"

Hazel mengedikkan bahu. "Saya hanya staf biasa, Bu. Mana tau mengenai masalah pribadi ...."

"Hentikan, Hazel!" bentakku. "Berhenti bersikap seperti ini. Panggil aku Helen!"

"Tapi bukankah itu akan terdengar sangat tidak sopan, Bu? Apalagi kalau Pak Andra tau jika kita pernah sedekat nadi lalu tiba-tiba terasa sangat jauh sejauh bumi dan matahari?"

Aku membuang muka. Tidak banyak yang tau kalau kami ....

"Aku masih ingat saat kamu menolak perjodohan kita saat itu, Helena. Saat kamu begitu mempertahankan seorang laki-laki seperti Andra yang bahkan tidak kamu kenal seperti apa perangainya!"

Deg ....

Jantungku berdegup kencang saat Hazel mulai mengungkit masa lalu kami. Hazel yang merupakan anak dari sahabat Papa memang selalu ada di sisiku, tapi aku hanya menganggapnya sebagai seorang Kakak, tidak lebih. 

"Sekarang apa kamu mulai terusik dengan sikap Andra yang berbeda?"

Lagi-- aku hanya melengos tanpa mau membagi apa yang sudah aku temukan di dalam ponsel Mas Andra. Aku tidak mau Hazel mengetahui keretakan hubungan rumah tanggaku untuk saat ini, meskipun aku yakin jika dia akan selalu membantuku karena balas budinya pada Papa yang dia anggap tidak akan ada habisnya.

"Berhenti membicarakan suamiku, aku ingin kamu menyalin laporan keuangan selama beberapa tahun belakangan!"

Kulihat Hazel menarik ujung bibirnya. Dia membuka laptop dan menyalin semua data yang aku pintakan. "Semoga setelah ini kamu bisa membuka mata, Len. Wanita yang hidup sendiri sepertimu seringkali dimanfaatkan oleh orang terdekat dan kamu tidak merasakan itu."

"Cukup, Hazel! Cukup kamu memojokkan Mas Andra, bagaimanapun dia suamiku, orang nomor satu di kantor tempat kamu bekerja."

Wajah Hazel memerah. Kulihat dia menarik napas panjang dan jemarinya mulai bergerak di atas laptop. Tidak ada lagi kalimat sarkas yang keluar dari mulutnya, Hazel mendadak diam setelah aku menegaskan jika Mas Andra adalah suami yang seharusnya aku percaya, meskipun sebenarnya di dalam hati perasaanku hancur berkeping-keping mengetahui kebenaran yang lain.

Setelah beberapa laporan masuk ke dalam laptop, aku segera menelisik semuanya. Mulai saat ini aku akan memantau semua pengeluaran dan pemasukan dari Kantor.

"Kenapa bulan kemarin membengkak sekali pengeluarannya, Hazel?"

Hazel mengedikkan bahu. "Bukankah saat itu aku sudah melaporkan itu padamu, dan kamu bilang kalau mungkin suamimu-- orang nomor satu di kantor itu sedang ada keperluan besar," sindir Hazel sinis. "Mungkin memang ada keperluan besar-besaran sehingga uang Kantor terkuras hampir 200 juta. Untuk biaya pernikahan misalnya," celetuknya mampu membuatku berhenti bernapas sejenak.

"A-- apa maksudmu?"

"Kamu masih tidak mengerti, Lena?" Aku menggeleng samar, berusaha menutupi apa yang sedang terjadi dan berharap jika pengeluaran yang cukup besar ini memang digunakan untuk kepentingan Perusahaan, bukan yang lain. "Suamimu itu sudah menikah lagi, dan kamu tau dengan siapa ...?"

Aku tercengang. Benarkah Hazel tau semuanya? Tapi kenapa aku ....

"Kamu terlalu percaya pada laki-laki serakah itu, Helena. Buka matamu, sudah waktunya Perusahaan Om Bagas bergerak lebih maju, tidak hanya menghabiskan dana seperti saat ini. Keluar dari zona nyamanmu sekarang, atau kamu mau Perusahaan yang Papamu dirikan hancur di tangan orang yang salah?"

"Ka-- kamu tau semuanya, Hazel?"

Suaraku tercekat. Kerongkongan terasa begitu sakit saat mengucapkan kalimat tanya pada laki-laki yang sedang duduk di hadapanku ini. 

Kulihat Hazel mengusap wajahnya kasar. Dia mengepalkan kedua tangan dan berkata. "Itu yang sedang ingin aku katakan dari dulu, Len. Tapi kamu ...."

"Kamu begitu mempercayai Andra sampai-sampai penghianatan sebesar ini kamu tidak tau? Cinta memang kerap kali membuat orang begitu bodoh, sekalipun itu adalah orang yang cerdas jika sudah mendewakan cinta maka akan menutup semua mata pada kebenaran yang ada."

Aku sekuat tenaga menahan agar tidak mengeluarkan air mata. Hazel benar, aku adalah wanita bodoh yang begitu mudah percaya pada laki-laki seperti Mas Andra. Siapa kira sikapnya yang selama ini begitu lembut di depanku ternyata ...?

"Apa kamu tau wanita yang menjadi madumu?"

"Aku ... aku ...."

Aku menutup mulut menahan tangis. "Aku bahkan baru tau hari ini, Zel. Aku tidak menyangka jika Mas Andra berani berbuat kotor di belakangku. Anita, wanita yang mengirim pesan pada suamiku itu bernama Anita, haruskah aku menghabisi mereka semua dan membuat Mas Andra mengingat darimana mereka berasal?"

Hazel tersenyum kecut. "Ya. Wanita itu memang bernama Anita. Dewi Anita."

Kedua mataku membulat sempurna. Aku bahkan menggeleng samar mendengar nama yang tidak asing di telingaku.

"Dewi Anita?"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status