Share

Wanita Hamil di Rumah Mertua
Wanita Hamil di Rumah Mertua
Penulis: Maulina Fikriyah

Pesan Mengusik

***

Ting ...

|Lama sekali kamu, Andra! Anita sudah menunggu sejak tadi|

|Jangan-jangan Helen menahan kamu di rumah? Ingat ya, Helen itu cuma wanita mandul, jangan terlalu memanjakan dia. Mengerti?!|

Aku meremas ponsel Mas Andra dalam genggaman. Entah bagaimana ceritanya laki-laki yang sudah menikahiku sejak tiga tahun yang lalu itu meninggalkan ponselnya di atas meja makan. Padahal biasanya dia dan ponsel bagai Ibu dan anak yang tidak terpisahkan. Atau mungkin ini cara Tuhan memberitahu padaku betapa Mama pandai sekali mengemas kelembutan sikapnya selama ini, tapi ternyata di belakangku ... dia berani mengataiku mandul.

Drrtt ....

Drrtt ....

Aku menggeser ikon ke kanan saat nama 'Anitaku' terpampang di layar ponsel suamiku. 

"Halo, Mas ... kamu lama sekali sih? Keburu dokter kandungan rame nanti," gerutu suara wanita di seberang sana. "Aku tunggu sekarang juga, kalau kamu masih juga jagain Helen yang lagi pura-pura sakit maka aku akan pergi membawa calon bayi kita!"

Tut ....

Lemas sudah persendianku mendengar suara wanita yang menelepon Mas Andra barusan. Bahkan ponsel yang kupegang hampir saja terlepas dalam genggaman.

Dokter kandungan ...?

Aku yang pura-pura sakit ...?

Siapa sebenarnya wanita yang diberi nama Anitaku' ini?

Kuraup udara dengan rakus dan mengembuskannya kasar. Hari ini sengaja aku meliburkan diri untuk tidak pergi ke butik karena badan terasa begitu letih dan lemas sejak pagi. Mas Andra pun pamit untuk pergi ke kantor karena dia bilang ada meeting dengan divisi pemasaran. Produk minuman kemasan yang sedang kami pasarkan mengalami peningkatan yang pesat. Kupikir alasannya adalah sebuah kebenaran yang wajib aku percaya, tapi nyatanya ....

Tidak ingin membuang-buang waktu, gegas aku menyadap W******p miliknya ke dalam ponselku. Setelah beres, sejenak kubaca pesan-pesan yang ternyata ada di daftar arsip selama ini.

Oh, Tuhan! Bodohnya aku yang tidak pernah mengutak-atik ponsel suami sendiri. Semua itu kulakukan karena aku percaya pada Mas Andra, tapi sepertinya kepercayaan yang kuberikan dia sia-siakan begitu saja.

|Permainan kamu sungguh membuat Mas ketagihan, Nit. Besok kita ulangi lagi ya?|

|Jangan lupa pakai lingeri yang Mas belikan. Kamu benar-benar seksi, berbeda sekali dengan Helen yang tubuhnya semakin melar. Membosankan!|

Aku menggigit bibir geram. Ternyata begini kelakuan Mas Andra selama ini? Dan wanita yang bernama Anita ... lihat saja, aku akan mencari tau sendiri kebenarannya. Mereka semua harus hancur karena sudah menyakitiku sedemikian dalam. Mas Andra mungkin lupa darimana dia berasal. 

Baiklah, mari aku ingatkan siapa dirimu sebenarnya, Mas!

Tok ... Tok ... Tok ....

Segera kuhapus air mata yang membekas di pipi. Aku yakin sekali kalau yang datang adalah Mas Andra, dia pasti teringat ponselnya ketika di jalan.

"Kenapa balik lagi, Mas?"

Mas Andra mengulas senyum manis di depanku. Tiba-tiba saja keningku dikecup dengan lembut. Jika dulu aku akan merasa tersanjung dan begitu beruntung sebagai seorang wanita, maka hari ini aku benar-benar ingin muntah di wajahnya. Dasar buaya!

"Hape Mas ketinggalan. Mas taruh dimana ya tadi, kamu lihat, Len?"

Aku menggeleng. Biar saja dia mencari hapenya sampai ketemu, sukur-sukur kalau wanita yang bernama Anita menunggu cukup lama. Biar dia tau rasa karena sudah bermain api dengan suami orang.

"Ck! Perasaan tadi Mas cuma duduk di ruang makan deh, Sayang. Kamu beneran nggak lihat?"

"Mas curiga sama aku?"

"Bukan begitu," sahut Mas Andra salah tingkah. Aku bersedekap dada menatap kedua mata suamiku dan berkata, "Lagipula kenapa panik sekali sih, Mas? Nanti kan bisa kamu cari lagi kalau sudah pulang dari kantor, katanya tadi buru-buru?" selaku dengan tersenyum tipis berusaha menyembunyikan kekesalan di dalam hati.

"Tidak bisa gitu, Len. Hape itu penting sekali buat Mas, lagipula kalau nanti Anita ...."

Mas Andra menghentikan ucapannya ketika dia tanpa sadar menyebut nama Anita. Aku menaikkan satu alis dan menatap tajam ke arahnya. "Siapa Anita?"

"Ah, anu ... klien baru kita di kantor, Sayang. Mas tadi ada janji bertemu klien di Cafe, takut dia bingung cari Cafe yang Mas maksud."

Aku terkekeh. Kenapa setelah tiga tahun bersama, aku baru menyadari jika Mas Andra benar-benar buaya berbulu musang! Pandai sekali dia bersilat lidah.

"Sudahlah. Nanti tolong bantu cari ponsel Mas ya, aku buru-buru takut ditunggu sama staf yang lain. Ingat, jangan buka-buka hape suami karena itu adalah privasi. Mengerti?"

Aku mengangguk malas. Anggap saja kamu bisa lepas kali ini, Mas. Tapi setelah aku menemukan gambaran siapa Anita sebenarnya, maka bersiap-siaplah untuk kutendang dari rumah ini. 

Setelah memastikan kepergian Mas Andra, aku segera menekan nomor Hazel saat itu juga. Badan lemas dan kepala pusing tiba-tiba tidak lagi aku rasakan. Hari ini juga aku ingin memastikan jika prasangkaku tidak salah. Aku tidak akan membiarkan mereka membodohiku terlalu lama.

"Halo, Bu Helen ...."

"Datang ke rumah saya sekarang juga!"

"Baik, Bu!"

Selain Mas Andra, Hazel adalah salah satu orang kepercayaan almarhum Papa yang bertugas memantau perkembangan perusahaan kami selama ini, meskipun aku yakin jika Mas Andra tidak tau akan hal itu. 

Aku menyambar cardigan di balik pintu dan menutup wajah yang pucat dengan sedikit make up. Lalu mengaplikasikan pewarna bibir tipis sekali hanya untuk mengurangi kesan pucat di wajah. Setelah kurasa selesai, aku kembali membuka ponsel dan mendapati satu pesan yang ternyata mampu mengoyak hatiku hingga membiarkan kedua mata yang selama ini selalu berbinar seketika mengeluarkan tangisnya.

Bersambung

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status