Share

Cara Berpikir Seorang Brata

"Kenapa diam? Apa kau lupa cara membuka pakaianmu?" Brata memandang Nania dengan mata dingin yang merobek hati wanita itu.

"Saya tak bisa," jawab Nania dengan suara lirih. Sungguh, Nania hanya berharap Brata tak seperti pria yang kebanyakan membutuhkan tubuhnya.

"Kenapa? Aku hanya memintamu membuka baju."

Nania meneteskan air mata. Dia merasakan dadanya sakit tanpa tahu apa obatnya.

"Saya pikir anda berbeda."

"Apa?" Brata mencoba mencerna ucapan Nania.

"Saya menilai seseorang seperti anda terlalu cepat. Saya pikir, anda adalah orang baik yang bahkan tak menginginkan tubuh saya. Tapi saya salah." Nania berusaha tegar dan menunjukkan senyumnya, membuat Brata merasa tak nyaman di dalam dirinya.

Brata Sudibyo sebenarnya tipikal pria yang cara pikirnya membuat semua manusia bingung. Sifatnya sendiri terlalu dingin ketika berhadapan dengan orang-orang yang seharusnya diperlakukan dengan cara yang lebih hangat.

Hubungannya dengan wanita-wanita cantik tak bisa dihitung hanya dengan satu tangan. Dia penakluk yang akan membuat seluruh wanita di dunia tunduk padanya. Sekali lagi, wanita-wanita itu hanya alat baginya. Alat untuknya mendapatkan apa yang dia mau.

Jangankan wanita seperti Nania yang jelas-jelas menjual diri, Brata bahkan bisa membuat seorang istri crazy rich menaruh hati padanya tanpa perlu bersusah payah.

"Sa, saya bisa melakukan apa pun kecuali hal ini. Saya bisa jadi pembantu anda, atau mungkin anda butuh seseorang yang menyetrika pakaian anda setiap hari."

Ucapan Nania membuat Brata terkesima. Ada beberapa jeda waktu sampai Brata tertawa keras dan membuat Nania tak nyaman.

"Apa kau pikir aku tak punya orang-orang yang bisa mengerjakan semua itu?"

Nania terdiam dan sedikit menyesal. "Ma, maaf."

"Bagi saya, kamu tak lebih dari wanita penjual diri. Hanya sebatas itu nilaimu."

Brata menarik nafas. Dia berjalan menuju meja dimana tumpukan uang sudah ia siapkan untuk situasi ini. Tumpukan itu yang kemudian Brata sebar ke tubuh Nania seperti hujan yang membuat Nania semakin kecut.

"Kalau hanya uang yang bisa membuatmu membuka pakaian untukku, ambil uang ini."

Pundak Nania bergoncang. Brata terlalu kejam untuk Nania yang bermental lemah.

Seharusnya Nania lebih kuat. Seharusnya Nania melakukan saja permintaan pria dingin itu demi lembar-lembar rupiah yang masih berbau baru. Tapi tidak. Nania hanya mengucap kata undur diri dan melangkah menuju ke pintu ruangan Brata Sudibyo.

"Mau ke mana?" Pertanyaan Brata membuat langkah Nania berhenti. "Kenapa kamu justru menolak apa yang kau mau? Apa harga dirimu tersenggol? Apa aku menyakitimu?" Nania tak menjawab. Dia sendiri kebingungan dengan dirinya yang sudah meletakkan harga diri semacam itu semenjak dia memutuskan melacur. "Padahal kau hanya harus membuka pakaian. Sesulit itu, kah?"

Nania mencoba tak menggubris Brata. Dia terus melanjutkan niatan untuk membuka pintu dan pergi dari iblis yang ia salah artikan sebagai malaikat.

Budi datang ke ruangan bossnya tepat setelah Nania pergi. Dia memperhatikan uang-uang yang berserak dan membaca raut majikannya yang tak berubah sedikit pun.

"Bud," Brata mengurut dagunya dan memandang lembar-lembar rupiah di lantai kantornya. "Apakah tunasusila punya harga diri?" Budi tak menjawab. Brata terlalu susah dibaca dan dia tak mau salah mengambil langkah. "Kenapa pelacur itu harus menangis saat aku memperlakukannya dengan cara yang dia mau?"

***

Nania tergesa menuju tempat dimana suaminya berada. Dia masih tak bisa menerima kenyataan yang dia lihat dengan mata kepalanya.

"Gimana?" Dono menggosok tangannya yang gatal. "Apa yang orang kaya itu mau?" Dono mendekati Nania. Binar di matanya mencari ke seluruh tubuh Nania jika saja ada lembar uang yang menempel padanya. "Dia tak memberimu uang?"

Nania menggeleng dan mencoba untuk tak menangis. Dono tak suka jika Nania memperlihatkan air matanya. Bisa-bisa pria itu menamparnya dan meninggalkannya begitu saja di tempat yang di mata Nania tampak seperti neraka.

"Ayo pulang, Mas." Nania menarik Dono tapi pria itu justru menahan langkahnya. "Kamu tak membuatnya marah, kan?" Dono justru mencurigai Nania. "Dengar, aku tahu kamu mulai tak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Harus kuberitahu berapa kali, Nan? Pelacur itu melakukan segala hal dengan tubuhnya." Pekik Dono membuat Nania gentar. Suaminya itu bahkan tak mau repot-repot merendahkan suaranya untuk Nania. "Sekarang kamu balik ke gedung itu, lakukan apa yang pria itu mau asal kamu bisa dapat uang darinya."

"Tapi, Mas ... "

"Tak ada alasan, Nan. Sekarang, balik ke dalam sana! Bawakan aku uang yang aku mau."

Nania kecut, tapi juga tak bisa membantah. Dono sudah sejak lama mengatur hidupnya dan dia tahu jika Nania tak akan membantah ucapannya.

Langkah Nania terasa berat saat dia menyeretnya. Wanita itu bahkan mengutuk otaknya yang masih mengingat rute menuju kantor si pria dingin. Kantor yang bagi Nania tampak seperti papan permainan dengan Nania sebagai bidaknya.

Di depan ruangan Brata, Budi menatap Nania seperti tahu jika wanita itu akan datang kembali. Dia membukakan pintu ruangan Brata dan memperlihatkan Brata yang duduk sembari menunggu Nania mendekatinya.

Nania tak banyak bicara. Dia hanya menatap Brata denga mata bergetar sementara jari-jemarinya melepas pakaiannya satu persatu.

Brata banyak melihat tubuh wanita di sepanjang hidupnya. Dia hapal dengan lekuk tubuh yang bahkan lebih sempurna dari Nania. Tapi entah kenapa wanita di depannya itu berbeda. Dia tak cantik dan punya banyak luka memar. Dan dengan sosok rapuhnya membuat batin Brata berdesir hingga dia sendiri merasa sangat salah dengan apa yang ia rasa.

Nania diam dalam kepolosan. Dia tak berani menatap Brata yang kini bangkit dan mendekatinya. Tangan pria itu merunut garis-garis tubuh Nania yang berwarna tak sempurna sebelum akhirnya berbalik kembali ke kursinya.

"Sudah, kau bisa pakai lagi pakaianmu dan pergi dari tempat ini."

"Apa?" Nania bingung denga reaksi Brata yang tak sesuai pikirannya. "Tapi saya belum ... "

"Belum apa?" Brata melipat tangannya dan kembali menatap Nania. "Saya sudah melihat apa yang mau saya lihat. Sekarang, pungut uang-uang di lantai itu dan cepat pergi dari sini."

Nania butuh waktu untuk memproses hal-hal di luar perkiraannya. Dia bingung tapi juga merasa senang. Uang-uang itu bisa membuatnya lepas dari amukan Dono dan tak ada yang lebih sempurna dari itu.

Cepat Nania membereskan dirinya dan mengisi jaket yang ia pakai dengan uang. Dia sudah lupa dengan rasa sakit hatinya dan mengucapkan terimakasih pada Brata sebelum pergi.

"Tunggu!" Ucapan Brata membuat langkah Nania membeku. "Boleh aku tanya?"

Nania menebak permainan apa lagi yang Brata ingin perlihatkan.

"Silahkan," jawab Nania, lirih.

"Nania ... "Suara Brata memberat. "Apa kau hidup dengan bahagia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status