Share

Dua Sisi Kehidupan

last update Last Updated: 2022-11-23 13:21:47

"Bahagia?" Nania mengulang kata itu dengan nada terkejut. "Bahagia? Saya tak paham dengan pertanyaan anda."

Kebahagiaan bagi Nania adalah hal samar yang hampir tak pernah dia rasakan. Hidupnya terlalu sulit ketika dia memutuskan untuk mulai menjadi istri dari seorang Dono.

Kehidupan Nania semakin tak karuan saat wanita itu memutuskan untuk kawin lari dengan Dono saat dia masih berada di kelas satu SMP. Membayangkan hari lalu dimana Nania membuat keputusan terburuk sepanjang hidupnya itu membuat Nania menyesal hingga saat ini.

Dan sekarang, di depan Nania, seorang pengusaha kaya menanyakan apakah Nania bahagia?

Nania tersenyum pahit dan bertanya-tanya jawaban apa yang terbaik untuk dia katakan?

"Boleh saya bertanya juga kepada anda?" Nania tak berani menatap Brata, tapi dia tahu jika pria itu tak lepas dari tubuhnya. "Apakah anda bahagia dengan hidup yang anda jalani?"

Brata tersenyum nyinyir. "Yah, saya punya harta, saya tak kelaparan, dan saya selalu mendapat apa yang saya mau." Jawaban Brata mendapat respon dingin dari Nania.

"Saya tahu anda punya segalanya, tapi, apakah anda bahagia?"

Kediaman mengisi keduanya. Nania dan Brata sama-sama membaca apa yang mereka pikirkan dan tak siap dengan jawaban yang mereka sendiri mengetahuinya.

"Maaf, saya hanya mencoba mencari kesamaan di antara kita, tapi rasanya, saya sudah bertindak terlalu berlebihan."

Nania undur diri begitu saja dari hadapan Brata, sementara Brata tersenyum dengan siluet Nania yang menghilang.

"Wanita yang menarik," gumam Brata.

***

Dono berjalan mendekati Nania dan merenggut apa yang wanita itu bawa. Dia tampak bahagia tanpa tahu jika Nania gelisah setengah mati. Wanita itu gelisah pada apa yang baru ia alami bersama pria aneh bernama Brata.

"Kalau kita dapat uang sebanyak ini, kamu gak perlu lagi keluar ke jalan malam-malam. Kamu bisa buka salon aja, atau justru tidur di rumah sampai waktunya menemui boss itu lagi." Dono seperti anak-anak yang hanya tahu kesenangan atas dirinya sendiri.

"Tidur?" Nania bergumam.

"Aku tak tahu apa bisa tidur setelah ini. Bayangan pria aneh itu akan jadi mimpi di sepanjang tidurku."

Yang tak Nania ketahui, Nania tanpa sadar merasakan ketertarikan setiap kali mengingat sosok loyal si pemberi uang.

***

"Tumben kamu pulang siang, Brata?" Seorang wanita dengan rambut tertata menuruni tangga rumah mewahnya. Dia adalah tipikal wanita yang terlihat luar biasa meski hanya mengenakan baju murah. Orang-orang di sekitarnya memanggil wanita itu dengan nama Nyonya Martha dan bersumpah tak mau terlibat masalah dengannya, karena Ibu dari Brata itu gemar melenyapkan setiap nama yang tidak ia suka.

Brata sendiri hanya mampu melirik tanpa menjawab. Ada hal yang membuatnya tak fokus bekerja dan memilih pulang, dan dia tak mau Ibunya tahu tentang hal itu.

"Tadi Evani datang dan menitipkan sesuatu untukmu. Ibu letakkan barangnya di atas ranjang."

Brata terdiam. Bayangan Nania yang semula mengisi otaknya tiba-tiba pudar setelah nama Evani disebut. Nama seorang wanita dengan kelas yang sama dengan Brata dan ditetapkan sebagai calon istri setelah beberapa kali mereka bertemu.

Barang yang Evani berikan dibungkus kantung dengan cetakan logo dari brand terkenal. Sudah dipastikan wanita itu habis berjalan-jalan hingga mengingat Brata sebagai objek pemberiannya.

Evani memang sempurna sebagai seorang wanita, tapi seperti wanita yang lain, hati Brata tak memiliki rasa sedikit pun.

Tangan Brata menelusuri isi dari kantung kertas itu dan mendapati sebuah dasi berwarna maroon di dalamnya. Dasi itu lebih bernilai ketimbang sosok Evani sendiri yang ternyata bersembunyi di sisi lain kamar Brata dan bergerak untuk meraba tubuh Brata dengan jari lentiknya.

"Kau di sini?" Brata bertanya dan melepaskan jari-jari Evani yang berkuku mahal, tapi gadis itu terus menggerayanginya dan bahkan menangkap wajah Brata untuk sekedar diberi satu kecupan, yang tentu saja segera Brata hentikan pergerakannya.

"Aku merindukanmu, sayang." Evani mendekati Brata dan membuat pria itu limbung di ranjang. Kesempatan itu membuat Evani semakin nakal dan bahkan merayap mendekatinya.

Inilah yang membuat Brata tak terlalu menempatkan Evani sebagai prioritas seperti halnya semua wanita di dekatnya. Wanita-wanita itu dan Evani terlalu agresif dan tak ragu menggunakan tubuh mereka untuk merayu.

Berbeda dengan Nania. Walau Nania tak lebih dari wanita tunasusila, tapi air mata yang luruh di wajah wanita itu membuat Brata semakin yakin kalau dia berbeda, kalau Nania sebenarnya jenis wanita lain yang tengah terperangkap takdir kejam hingga mau melakukan pekerjaan yang mengerikan.

"Bisa kau lepaskan aku?" Tangan kekar Brata menangkap seluruh wajah Evani dan mendorongnya menjauh. Dia sangat tak bernafsu dan butuh jarak dari sisi Evani untuk bernafas.

Evani mendecak. Penolakan ini bukanlah yang pertama kali, dan walau pun terganggu, Evani tak bisa marah karena dia tak mau Brata hilang rasa dengannya.

"Aku mendapat berita kalau kau membawa seorang wanita ke perusahaan. Siapa dia?" Evani beralih ke cermin panjang di sudut ruangan dan membenahi letak kemejanya yang sengaja tak diberi kancing. "Kukira kau sedang berhasrat, tapi bukannya memanggilku, kau malah memanggil pelacur."

"Siapa yang memberi tahumu?"

Evani menengok dan menilai ekspresi kaku di wajah Brata. "Sekertarismu. Kenapa? Kau akan memecatnya?" Brata tak bicara. Dia benar-benar tak bernafsu bahkan untuk sekedar marah. "Aku tak menghalangimu berkencan dengan banyak wanita, sayang. Hanya saja, tolong perhatikan reputasimu. Kau tak bisa membawa gadis dari jalanan ke ruang kerja. Itu sangat tak profesional."

Suara Evani hanya bagai dengung yang tak Brata perhatikan. Dari pada mendengarkan wanita itu, Brata justru memasuki kamar mandi dan mencoba menenangkan diri dengan bantuan air hangat. Sampai Evani muncul ke dalam ruang shower dengan tak mengenakan satu pun benang pun dan masih berusaha menggoda Brata.

"St ... Aku hanya sedang membutuhkanmu. Tak lebih." Evani menunduk dan berusaha bersikap seseksi mungkin.

Dan Brata berpasrah sembari menunggu Evani bosan dengan dirinya.

***

"Mas, kenapa Mas gak beli minyak dan beras? Stok makanan kita sudah habis."

Nania tak berani memandang wajah Dono saat dia bicara. Dia tengah bingung karena puluhan juta uang yang ia dapat dari Brata seperti tak berbekas.

"Sudah kubelikan ponsel baru dan bayar hutang dengan Pak Asep. Kamu kan bisa dapat uang lagi kalau bertemu dengan si boss kaya itu."

Nania sebenarnya kesal. Keuangan rumah tangganya tak pernah membaik, bahkan ketika dihujani dengan banyak rejeki. Tangan Dono terlalu mudah menghamburkan uang, selain itu, dia juga berhutang pada banyak rentenir demi menutupi gaya hidupnya.

Bodohnya Nania, dia hanya bisa kembali ke kamarnya, mengunci pintu, dan menutup mata demi menghilangkan rasa lapar yang ia tahan sejak kemarin malam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Hina Bernama Nania   Aroma Kasmaran

    "Rasa lapar bukanlah hal terpenting bagi manusia seperti saya, Tuan." Nania menerawang entah kepada apa. Matanya yang hitam kecoklatan itu seperti membayangkan masa lalunya yang tak pernah diliputi bahagia."Yang terpenting bagi saya adalah, apakah orang-orang di sekitar saya bisa tidur nyenyak. Apakah mereka bisa bangun keesokan harinya tanpa banyak mengeluh."Mata itu kemudian menatap pada sosok Brata. Seorang pria yang entah bagaimana bisa terlarut dengan semua cerita Nania.Brata yang mengerti apa yang Nania rasa, kemudian bangkit. Dia mendekati Nania, memeluknya dan mengecup keningnya."Entah apa saja yang sudah kamu lalui selama ini. Yang jelas, aku tak mau kamu kembali menjadi Nania yang dulu."Nania menarik napas. Entah kenapa dia begitu tenang saat ada di peluk pria itu. Entah kenapa dia tak ingin lepas walau tahu bahwa dirinya tak pantas ada di naungan seorang Brata.***Nania membuka laptopnya dengan susah payah. Dia kehilangan fokus pada beberapa kolom dokumen yang sengaja

  • Wanita Hina Bernama Nania   Makan

    "Ga, Gado-gado?" Suara Budi seperti seekor tikus yang terkena jebakan. Dia tak mengira jika seluruh effort yang dia keluarkan adalah untuk mengabulkan keinginan Nyonyanya berjualan gado-gado. "Nyonya mau buka usaha gado-gado?" ulang Budi."Ya, Pak Budi. Ada yang salah?Sebenarnya tak ada yang salah. Semua bebas menentukan keinginannnya dalam menjalani hidup. Bahkan burung unta juga tak harus bisa terbang untuk mendapatkan predikat burung.Hanya saja, berjualan gado-gado tampaknya terlalu aneh. Biasanya, para wanita kaya akan memikirkan usaha elegan seperti sebuah rumah makan bergaya klasik yang lampu-lampunya dibiarkan temaram, atau sebuah coffee shop dengan biji kopi yang dimasukkan dalam toples demi sebuah kesan bahwa coffee shop itu hanya menggunakan biji kopi asli di menu mereka.Dan gado-gado tampaknya tak sesuai denga ciri khas mahal keluarga Sudibyo. Budi bisa membayangkan betapa murkanya Nyonya Martha jika tahu menantu yang tak dia inginkan justru mendirikan sebuah rumah makan

  • Wanita Hina Bernama Nania   Harga yang Pantas

    "Loh? Pak Budi udah kerja?" Nania terkejut saat Budi siap di depan mobil yang akan dia gunakan hari itu. "Pak! Bapak istirahat aja. Nanti saya hubungi suami saya, ya?""Tidak usah, Nyonya." Budi tersenyum santun dan meletakkan lap yang dia gunakan untuk menghapus bekas tetes air d mobil tuannya. "Saya sengaja bekerja hari ini karena bosan di kamar setiap hari.""Jangan khawtir pada Budi, Nyonya. Dia dan Tuan Brata sama-sama keras kepala dan tak bisa diam saja menunggu sembuh. Saya rasa tubuh mereka dibuat dari semacam lempengan besi.""Bi, jangan keterlaluan." Budi berusaha menahan kecepatan suara Bi Hanna yang entah kenapa semakin mudah berkomentar ketika ada di dekat Nania. "Nyonya tak perlu khawatir. Aku dan Tuan terlalu kuat untuk ditumbangkan."Sebenarnya Nania merasa kesal. Baru saja tadi pagi dia mendapati Brata yang hampir jatuh saat kesusahan berdiri. Dia ingin baik Brata mau pun Budi duduk tenang dan sembuh seperti sedia kala tanpa harus memaksakan diri bekerja.Apa yang seb

  • Wanita Hina Bernama Nania   Munculnya Setan Perayu

    Nania melihat punggung Evani menghilang. Dia hanya bisa menggeleng pasrah atas kelakuan tak sopan yang dia terima hari ini. Mungkin dia pantas atau mungkin hal semacam ini adalah hal wajar yang biasa diterima kalangan yang disebut Evani sebagai kalangan kelas bawah.Lalu mata Nania menatap Tuan Agustinus yang masih tak berdaya dengan segala alat bantu kehidupan. Dia menggenggam tangan itu, berdoa sejenak ke pada Tuhannya dan menyerahkan keajaiban yang bahkan tak bisa dilakukan manusia oleh tubuh sang pria kaya."Tuan, anda harus tetap kuat." Nania mencoba mengirim pesan positif walau mungkin Tuan Agustinus tak akan bisa mendengar. "Anda adalah orang yang luar biasa bagi keluarga anda. Nyonya Evani sangat beruntung bisa memiliki anda sebagai ayahnya." Nania mencoba memberikan segala dorongan yang bisa ia telurkan."Nyonya Evani pasti menunggu anda di rumah. Dia akan sangat bahagia jika anda kembali seperti sedia kala."Nania menarik napas dan mengalihkan pandangannya pada jendela rumah

  • Wanita Hina Bernama Nania   Hidup

    Agustinus tidak sekuat apa yang dia coba tunjukkan. Tepat saat penyiksaannya selesai, dia mulai menunjukkan wajah pucat dan juga napas yang berembus kasar.Pria itu mencoba duduk di salah satu bangku dan berusaha tetap sadar. Dia masih memikirkan putrinya dan tak mau jatuh tak sadarkan diri begitu saja.Tapi Agustinus hanya pria tua dengan berbagai masalah kesehatan. Dia mungkin berpikir jika duduk diam sembari mengatur napas akan membuat kesadarannya kembali. Tapi masalah kesehatan tidak sesederhana itu.Saat denyut jantungnya mulai menyakiti, Agustinus mulai tak lagi bisa menahan fokusnya. Dia mulai jatuh tergeletak dengan mengerang dan sekarat.Beranjak pada sisi lain di sebuah ruangan rumah sakit, berbeda dari Ayahnya yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit yang sama, Evani justru sudah membuka mata dan mendapati tubuhnya mulai berbau seperti obat.Dia mencoba bangkit dan duduk, tapi ada rasa linu dan juga pusing yang menyadarkannya bahwa kepalanya juga terluka dan kini di

  • Wanita Hina Bernama Nania   Kemarahan Sang Orang Tua Tunggal

    "Kemungkinan fraktur! Semoga dia tetap tak sadar sampai rumah sakit."Kericuhan terjadi saat ambulan membawa Brata."Sayang! Jangan mati! Tolong jangan mati!"Evani yang ikut masuk ke dalam ambulance, histeris seperti jika nyawanya ikut melayang.Evakuasi Evani dari para penjahat sudah berhasil dilakukan. Bahkan pemimpinnya telah diamankan setelah ditemukan tak jauh dari tempat kejadian.Yang justru bernasib naas adalah sosok Budi dan Brata. Mereka melompat dari atas gedung dan harus mengalami beberapa luka walau tubuh mereka mendarat pada tumpukan sampah tak jauh dari gedung lama itu."Brata! Demi Tuhan, jangan tinggalkan aku!"Brata mengedip. Dengan tangan gemetar, dia meraih wajah Evani yang basah dan penuh lebam."Kau tetap cantik," ujar Brata yang bicara tanpa sadar."Jangan bicara omong kosong!"Brata tersenyum samar dengan oksigen di mulutnya."Kenapa aku harus membiarkan diriku jatuh cinta padamu?"Evani terenyuh. Tangan kekar itu seperti terbenam dalam wajahnya yang banjir ai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status