Keenan tiba di kantor tepat waktu hari itu. Surat peringatan dari sang boss membuatnya harus lebih memperhatikan kinerjanya. Dari rumah ibunya, lelaki itu langsung menuju ke kantor, bahkan pesan-pesan dan panggilan dari Irene pun masih diabaikannya hingga hari menjelang siang. Jam makan siang, Keenan bermaksud mengisi perutnya saat istrinya itu menelponnya lagi. “Kamu kemana sih, Mas? Ke rumah mami lagi?” wanita itu langsung mengomel saat mendengar salam suaminya dari seberang. Keenan menutup kupingnya. Kejengkelan yang sudah sedikit reda, mulai muncul kembali gara-gara mendengar suara omelan Irene. “Iya, aku nginep di rumah mami kemarin,” jelas lelaki itu malas-malasan. “Kebiasaan deh. Lelaki kok kalau ngambek sama istri langsung lari ke ketiak ibunya. Sadar dong, Mas tuh udah gede, udah tua!” Irene yang awalnya menelpon untuk mengajak berbaikan suaminya, justru jadi meradang mendengar pengakuan sang suami bahwa dirinya menginap lagi di rumah ibu mertuanya. “Jaga bicaramu, Ren!
Sementara itu di dalam apotek. Abimanyu keheranan saat tak mendapati Kemala di ruang kerja mereka. Sebenarnya tadinya dia memang sudah sedikit bertanya saat tak melihat mobil wanita itu terparkir di luar, tapi bukankah sudah biasa Kemala datang ke tempat itu dengan berjalan kaki atau mengendarai motor?“Mbak!” teriaknya kemudian pada salah seorang karyawan yang kebetulan sedang melintas di depan pintu ruangan yang memang dibuarkannya terbuka itu. “Ya, Pak Abi?” Karyawati itu pun langsung berjalan menghampiri. “Bu Kemala nggak datang?” tanyanya. “Enggak, Pak. Bu Kemala katanya kurang enak badan hari ini,” jelas si karyawati. Abimanyu pun tertegun. Tiba-tiba dia teringat bahwa dari sejak sehari sebelumnya dia memang sama sekali tak berkomunikasi sama sekali dengan wanitanya itu.Setelah berpikir sejenak, Abimanyu memutuskan untuk meninggalkan apotek. Sepertinya dia harus menemui Kemala dan meminta maaf pada padanya dan Abiya atas batalnya acara jalan-jalan mereka hari sebelumnya. Saa
Mbok Narti bergegas memanggilkan Kemala saat melihat Abimanyu mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Di dalam kamar, dilihatnya majikannya itu sedang berbaring dengan malas tanpa melakukan apapun. “Ada Pak Abi di luar, Bu,” katanya. Kemala langsung bangkit mendengar nama Abimanyu disebut. “Sudah lama, Mbok?” tanyanya seraya bergerak menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.“Baru saja kok, Bu. Dari apotek katanya,” jelas wanita paruh baya itu. Kemala pun segera merapikan dandanannya. Mengganti baju daster dengan dress yang lebih tertutup dan menyisir rambut untuk kemudian diikatnya ke belakang. Semenjak pertemuannya dengan istri baru mantan suaminya di apotek beberapa hari yang lalu dan mendapatkan perlakuan buruk dari wanita itu, Kemala rupanya jadi lebih memperhatikan penampilannya sekarang. Abi menyambutnya dengan senyuman saat dia muncul di ruang tamu. “Masih nggak enak badan?” tanya lelaki itu.“Aku nggak sakit kok,” sahut Kemala setelah berhasil mendudukkan diri di sebelah lel
Sudah hampir satu jam Keenan mengamati rumah bernuansa soft ungu yang berjarak beberapa meter di depannya itu dari dalam taksi online. Tapi si driver sepertinya sudah nampak tak sabar dengan aktivitas monoton mereka itu. “Masih lama nggak, Pak?” tanyanya. Keenan sedikit kesal dengan pertanyaan itu. Toh dia juga akan membayar sesuai harga kesepakatan. Kenapa lelaki di belakang kemudi itu harus menanyakan kapan tugas menemaninya itu akan selesai? Dia pun mulai mengumpat dalam hati. Tak ingin semakin kesal dengan si driver, Keenan kembali menatap fokus ke arah rumah Kemala. Lima belas menit lagi jika tak ada yang berbeda dengan situasi rumah itu, Keenan bermaksud pulang. Beruntung, tak lama kemudian terlihat lelaki yang tadi masuk ke dalam rumah, keluar lagi dengan Kemala mengiringi di belakangnya. Keenan menelan ludah getir melihat mantan istrinya kini benar-benar nyata di depan matanya. Apalagi dia sedang bersama dengan seorang pria yang dia tahu lebih sukses daripadanya. Melihat
Hari menjelang maghrib saat Keenan pulang dengan perasaan campur aduk. Rasa bahagia bisa berbincang dengan putrinya walau hanya sebentar rupanya sedikit terganggu dengan ingatan akan hubungan Kemala dengan lelaki yang berada di rumah mantan istrinya tadi. “Duh, kenapa tadi lupa menanyakan sama Mbok Narti tentang orang itu?” Lelaki itu pun menepuk dahinya seraya bergumam. Dia baru saja teringat bahwa dirinya lupa menanyakan perihal orang yang diduganya adalah suami baru Kemala itu. Keenan pun merutuki dirinya sendiri karena tidak menanyakan nomor kontak Mbok Narti sehingga dia bisa menghubunginya suatu saat nanti untuk bertanya mengenai sang mantan istri. “Sudah sampai, Pak.” Keenan langsung menyodorkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan saat si driver taksi online berhenti di depan rumahnya. Mobilnya sudah terparkir di garasi dan suara dari televisi pun sudah terdengar olehnya sejak dari pintu pagar. Rupanya Irene sudah berada di rumah. Keenan pun bergegas masuk dengan memasang
Sesuai rencana, sore itu Abimanyu menjemput Kemala dan Abiya untuk diajak menemui ibunya. Sama halnya dengan Abi yang sedikit gelisah dengan akan bertemunya kembali calon istrinya dengan Bu Rosmala, Kemala pun bolak balik mengganti pakaiannya. Terlihat sekali raut tegang di wajah wanita itu. “Udah pakai itu aja, Ma. Bagus kok. Mama cantik,” puji putrinya yang sedari tadi mengamati tingkah ibundanya dengan tulus. Kemala melirik Abiya sekilas untuk menghadiahinya senyuman, yang justru terlihat oleh Abiya seperti seringai yang aneh. “Mama kenapa sih? Kok tegang gitu? Kan harusnya seneng mau ketemu sama ibunya Papa Abi.”Kemala menghentikan jemarinya yang setengah jalan menarik resleting dressnya ke atas. Tiba-tiba dia merasa sangat terganggu dengan panggilan ‘Papa’ yang disematkan oleh Abiya di depan nama Abimanyu. Padahal biasanya, dia baik-baik saja mendengar kata-kata itu. Setelah akhirnya selesai menutup penuh resletingnya, Kemala menghampiri sang putri yang sedang duduk menunggu d
Kemala rupanya tak terlalu menyadari perubahan wajah calon suaminya yang menjadi cukup tegang. Dia hanya bisa merasakan tangan Abi yang semakin erat menggenggamnya. “Assalamu’alaikum …,” ucap keduanya kompak saat sudah semakin dekat dengan meja. Saat itulah Kemala baru menyadari bahwa ada satu perempuan yang belum dia pernah dikenalnya ada di tempat itu. Dia duduk di antara ibunda dan dua kakak perempuan Abimanyu. “Ngaret banget sih, Bi.” Tak ada yang menyahut salam mereka. Tapi justru terdengar suara Galuh–kakak sulung Abimanyu–yang menyindir kedatangan adik lelakinya yang sedikit terlambat. “Jalanan agak macet tadi, Mbak,” jelas lelaki itu. Tak ingin menunjukkan rasa kesal pada keluarganya, Abi pun berusaha bersikap biasa saja. Dia kemudian berjalan berkeliling dan mulai mencium punggung tangan ibunda dan dua kakaknya. Sementara itu, Kemala dan Abiya ikut setia di belakangnya. Terlihat sedikit malas-malasan, para wanita itu mengulurkan tangan untuk dijabat oleh Kemala. “Ini ya
Abimanyu mengejar Kemala keluar dari restoran. Namun lelaki itu sedikit panik saat melihat ibu dan anak itu justru tak menuju ke arah mobilnya saat sampai di pelataran. Kemala terus berjalan menggandeng tangan putrinya yang sesekali masih menengok ke belakang mengetahui Abimanyu mengejarnya. Lalu terlihat Kemala berhenti di tepi jalan dan mulai mengoperasikan ponselnya saat lelaki itu sampai tepat di tempat keduanya berdiri. “Sayang, kenapa di sini?” Lelaki itu mencoba untuk meraih tangan wanitanya, tapi selalu ditepis lembut. Kemala justru lebih memilih sibuk dengan ponsel di tangannya. “Ayo kita ke mobil,” bujuk lelaki itu kemudian. Abi terus mengajaknya bicara, tapi Kemala tak meresponnya. “Aku udah bilang kan dari kemarin. Ini yang aku takutkan kalau memaksa mempertemukan kamu sama keluargaku. Makanya kemarin aku memilih untuk menunggu waktu yang tepat dulu, Mala.” Setengah putus asa, lelaki itu pun akhirnya mengungkapkan kekecewaan kenapa harus ada pertemuan antara calon istri