Share

Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku
Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku
Penulis: Jingga Amelia

Penemuan

"Dek, tolong keluarkan semua baju kotorku dari dalam tas, ya. Aku buru-buru, nih. Sudah ditunggu bos di kantor." Teriak Mas Naufal ketika baru saja sampai dari dinas luar kota dan langsung pergi ke kantor.

Aku yang masih memotong sayuran di dapur lantas menghampirinya yang telah berlalu meninggalkan rumah sebelum aku menyapanya. Segera kuambil tas kerja yang tergeletak di lantai dan mengeluarkan baju-baju kotor miliknya untuk segera kucuci.

Plukk

Sebuah benda kecil jatuh saat aku tengah mengeluarkan semua isi yang ada di tas Mas Naufal. Kemudian aku lantas memungutnya dan melihat benda apa yang telah aku jatuhkan.

Bagai dihujam pisau tajam ketika aku melihat sebuah buku nikah dengan wajah suamiku terpampang jelas di dalamnya. Senyum manisnya mengembang sempurna bersama wanita yang juga tak kalah manis dengannya.

Dalam buku nikah yang kutemukan tersebut tertulis sebuah nama Atha Hafidz Alfarezy dengan Kirani Cahya Dewi.

Namun, bukankah nama suamiku adalah Ghibran Naufal Rizal. Tapi kenapa wajahnya sangat mirip? Dan kenapa pula buku nikah ini bisa ada di dalam tas kerja Mas Naufal?

Kepalaku sedikit pening ketika melihat benda yang tengah kupegang ini. Aku menghirup aroma parfum yang ditinggalkan oleh Mas Naufal beberapa saat yang lalu ketika ia singgah di rumah untuk menurunkan baju kotornya.

Dengan segala upaya aku menjernihkan pikiranku lagi. Barangkali hanya wajahnya saja yang mirip, buku ini tidak mungkin milik Mas Naufal. 

Tapi kalau buku ini bukan miliknya, kenapa bisa ada di dalam tasnya? Bukankah itu adalah sebuah kejadian yang sangat aneh?

Tanpa pikir panjang, aku lantas menghubungi Vina, sekertaris Mas Naufal di kantor. Satu kali panggilan, dua kali, hingga tiga kali Vina tak juga menjawab teleponku. Hingga akhirnya aku geram dan membanting buku itu kasar. Sebenarnya semua ini ada apa? Kenapa seperti ada sebuah sandiwara di sini?

Untuk keempat kalinya aku mencoba menghubungi Vina hingga akhirnya ia mengangkat teleponku. Aku memilih untuk terus terang padanya agar tak ada kesalahpahaman ketika aku bertanya lebih tentang Mas Naufal.

"Vin, Pak Naufal sudah sampai di kantor?" tanyaku basa basi.

"Em ... Belum, Bu."

Aku mengernyitkan dahi. Bukankah ini sudah lewat setengah jam sejak kepergian Mas Naufal, kenapa ia belum juga sampai di kantor? Katanya ia sedang buru-buru karena sudah ditunggu oleh bosnya.

"Belum? Ia mengatakan kalau sedang buru-buru karena ditunggu bosnya, bahkan tak sempat masuk ke dalam rumah setelah pulang dari dinas luar kotanya,"

"Dinas, Bu? Bukankah dua bulan ini Pak Naufal tidak ada dinas luar?

Duarrr

Bagai disambar petir ketika Vina mengatakan hal itu. Satu persatu puing-puing kebohongan mulai kutemukan. Aku yang terlalu mempercayai Mas Naufal ini tiba-tiba saja menaruh curiga yang sangat tinggi padanya.

"Bahkan Pak Naufal tengah mengambil cuti selama satu minggu ini, Bu," lanjut Vina membuat dadaku semakin bergemuruh. Kebohongan apa lagi ini?

"Benarkah semua yang kamu katakan, Vina? Tolong jangan katakan kalau aku sudah meneleponmu pagi ini ketika ia datang nanti,"

"Pak Naufal mungkin tidak akan datang, Bu. Cutinya masih seminggu lagi. Kemungkinan minggu depan baru akan masuk kerja," jawabnya.

"Maaf, Bu. Apa Pak Naufal tidak memberitahu anda?"

Kedua kakiku serasa tak bertulang, ketika Vina mengatakan beberapa hal yang membuatku begitu terkejut. Mungkinkah aku terlalu bodoh, hingga sama sekali tak tahu kalau suamiku telah berbohong padaku. Bahkan aku selalu mendoakannya ketika usai solat sebagau bukti baktiku padanya. Akupun juga rela meninggalkan profesi yang sangat diharapkan oleh kedua orang tuaku untuk menikah dengannya, yaitu sebuah perawat dalam rumah sakit ternama di kota ini.

"Oh, yasudah. Terimakasih, Vin." Aku menekan tombol merah pada layar ponsel dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaanya yang terakhir.

Sepertinya ada sesuatu yang Mas Naufal sembunyikan dariku. Dan aku harus tahu sekarang juga, sebelum semuanya terlambat dan akan membuatku semakin sakit lagi.

Untuk kedua kalinya aku membaca surat nikah itu, memandangi kedua foto yang terpasang di halaman delannya. Sepertinya gadis ini umurnya masih jauh di bawahku, terlihat wajah segar dan imutnya. Sangat beda denganku yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

***

"Zi, lihat! Sepertinya aku mengenali mobil itu," ucap Aira dengan menunjuk sebuah mobil Honda Jazz abu-abu di seberang jalan. Tepatnya di depan sebuah penjual martabak manis. Membuatku memicingkan mata agar dapat melihatnya dengan jelas.

"Sepertinya aku juga mengenalinya, Ra."

"Lihat ... Itu lihat. Itu Mas Naufal!" Teriak Aira dari dalam mobil dan membuatku harus membungkam mulutnya.

Usai kepergian Mas Naufal, aku lantas menghubungi Aira dan mengajaknya bertemu untuk mendengar segala keluh kesahku. Ia pun juga mengajakku untuk mencari kemana Mas Naufal pergi, dengan melacak sinyal GPS yang ada di ponsel Mas Naufal.

Mobil kami terhenti ketika Aira melihat seseorang yang sangat mirip dengan Mas Naufal di ujung jalan sana. Ia begitu mirip dengan Mas Naufal, hanya saja kini ia telah memakai kaos polo biru dan celana pendek selutut. Sangat beda jauh dengan penampilannya waktu meninggalkan rumah tanpa menengokku terlebih dahulu.

"Kamu salah lihat kali, Ra. Mas Naufal tadi pakai setelan kemeja dan celana hitam,"

"Tapi lihat saja, ia begitu mirip dengan suamimu. Mana mungkin ada orang yang sangat mirip tanpa adanya ikatan darah?"

Mulutku menganga ketika laki-laki yang menyerupai Mas Naufal itu membukakan pintu mobil sebelah kiri, dan turunlah seorang wanita yang wajahnya sangat tidak asing untukku.

Dia ... Dia adalah orang yang sama dengan foto pada buku nikah yang aku temukan pagi tadi. Aira menepuk pundakku keras ketika aku menganga tak percaya.

Jika saja Mas Naufal benar-benar mengkhianatiku, itu semua karena apa? Aku dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter, berat badan enam puluh lima kilogram, kulit yang sangat putih dan mulus, serta hijab kekinian yang selalu bertengger di kepalaku. Aku juga telah membantu perekonomian keluarga dengan cara jualan online dari rumah.

Tapi kenapa Mas Naufal masih tega mengkhianatiku jika saja semua itu memang benar adanya? 

"Zi, menunduk! Orang yang mirip suamimu itu melihat kemari." Bentak Aira membuyarkan lamunanku.

Dengan dada berdegup kencang aku lantas mengikuti instruksi Aira untuk menunduk agar lelaki itu tak mengenali kami. Namun bagaimana dengan buku nikah yang aku temukan tadi pagi? Benarkah bahwa lelaki yang tengah memesan martabak manis itu adalah suamiku? Atau orang lain yang hanya kebetulan mirip? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status