Share

Sebuah Paket

"Selamat pagi, Bu. Ini saya ingin mengantarkan paket," ucap seorang kurir ketika aku tengah membersihkan rumput di halaman.

Bak di sambar petir ketika aku membuka paket itu dan menemukan sebuah tagihan angsuran rumah sebesar lima juta rupiah. Untuk membayar angsuran rumah yang berada di Jalan Pegangsaan No 49. Bukankah ini alamat rumah yang sama seperti yang tertera pada buku nikah itu, dan juga alamat yang sama ketika aku mengikuti dua insan yang sedang aku curigai itu.

"Dek, paket dari siapa?" tanya Mas Naufal mengagetkanku yang masih menganga tak percaya dengan semua ini.

Jadi, memang benar, bahwa Atha Hafidz Alfarezy dan Ghibran Naufal Rizal adalah orang yang sama? Tapi mengapa semuanya bisa ia sembunyikan serapi ini?

"Oh ... Tidak. Itu tadi paket Shop**ku, Mas."

"Kamu pesan apa memangnya?"

"Pesan lipstik baru, Mas," jawabku sekenanya agar ia tak curiga.

Aku lantas memilih masuk ke dalam rumah melalui pintu samping untuk menghindarinya yang masih berdiri mematung di depan pintu sembari terlihat melongok ke luar pagar seperti sedang menunggu seseorang.

Aku meremas kertas itu kasar, lalu membantingnya ke atas meja. Akhir pekan yang seharusnya menjadi hari yang sangat menyenangkan untukku dan Mas Naufal nyatanya menjadi hari pembuktian untuk semua kecurigaanku selama ini.

Teringat dua hari yang lalu ketika aku dan Aira mengikuti Mas Naufal saat di depan penjual martabak manis, kami bersembunyi ketika seseorang yang mirip dengan Mas Naufal itu melihat ke arah mobilku dan Aira. Untung saja ada sebuah mobil box besar yang tengah melintas dan menutupi kami yang sedang bersembunyi.

Namun sepertinya dewi fortuna belum berpihak pada kami. Setelah mobil box itu pergi ternyata mobil yang mereka tumpangi pun juga terlihat sudah pergi. Aku dan Aira kelimpungan mencari kemana perginya mobil itu. Semoga saja masih terkejar, dan aku akan mendapat suatu petunjuk tentang semua ini.

Sebuah mobil yang tengah di kendarai oleh Mas Naufal tertangkap oleh mataku ketika tengah membelok pada sebuah deretan perumahan elit di kotaku. Bahkan rumahku saja masih kalah kecil dibanding perumahan yang ada di sini.

Mobil yang aku curigai sebagai mobil Mas Naufal itu berhenti pada sebuah rumah bercat orange, dengan pagar besi tinggi dan tanaman yang terawat dengan baik berjejer di depannya. Sepertinya penghuninya merupakan seorang yang sangat rajin dan penyayang tanaman hias.

Aku lantas membuka buku nikah yang aku temukan dan membaca sebuah alamat yang tertulis di sana pada pihak lelaki. Jalan Pegangsaan no 49. Sama persis dengan alamat yang kini tengah kami kunjungi. Itu artinya pemilik buku dan orang itu adalah orang yang sama. Tapi kenapa identiasnya sangat berbeda dengan Mas Naufal? Siapa orang itu sebenarnya?

"Zi ... Coba tanyakan pada ibu-ibu itu, siapa penghuni rumah itu," perintah Aira dengan menunjuk seorang ibu-ibu setengah tua yang tengah duduk di teras.

Aku menganggukkan kepala lantas turun dari mobil dengan memakai masker dan kaca mata agar tidak di kenali oleh orang-orang sekitar.

"Assalamualaikum, bu. Maaf menganggu waktunya sebentar,"

"Iya, Mbak. Silahkan, ada apa, ya?

Dadaku berdegup kencang, semoga saja penyamaranku kali ini akan berhasil dan membuahkan hasil.

"Jadi begini, saya mau tanya. Yang menempati rumah no 49 itu siapa, ya, Bu? Sepertinya dia adalah temanku yang saya cari selama ini," tanyaku tanpa mengundang kecurigaan.

"Oh, rumah itu toh, Mbak. Ha ha ha. Saya kira ada apa! Itu rumah Pak Atha, sekarang beliau tinggal bersama istrinya, Mbak Kirani."

Aku mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu yang janggal dengan semua ini.

"Atha? Bukan Naufal?" tanyaku meluruskan dan sukses membuat ibu-ibu tersebut terperanjat.

"Bagaimana mbak bisa tau?" ucap ibu muda itu dengan penuh rasa penasaran.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Merasa gantian di introgasi oleh ibu itu.

"Dulu semua orang tahu pemilik rumah itu bernama Naufal, namun pada akhirnya Pak Naufal menyetorkan sebuah data baru pada Pak RT dengan nama baru dan status baru. Kini ia di kenal sebagai Pak Atha dan istrinya Mbak Kirani."

Satu bukti lagi aku temukan, segera kumatikan mode record pada ponselku. Kutatap lekat kedua matanya, berarti memang benar semua prasangkaku ini. Bahwa Mas Naufal telah berkhianat di belakangku. Tapi, bagaimana bisa dia mempunyai dua identias sekaligus? Bukankah jika ingin poligami ia harus meminta ijin dulu padaku.

Aku lantas berpamitan pada ibu yang kutahu namanya adalah Ibu Mar itu, lalu masuk kembali ke dalam mobil dengan Aira yang tengah menungguku.

"Bagaimana, Zi?" Aira terlihat sangat khawatir denganku.

Namun sepertinya aku tak pantas dikhawatirkan, karena aku telah bertekad untuk mencari satu bukti lagi hingga sudah dipastikan lelaki itu adalah benar adanya sebagai suamiku. Yang kini tengah mendua dengan wanita lain.

***

"Dek, kamu kenapa, sih? Kayaknya lagi emosi banget," ujar Mas Naufal mengagetkanku yang masih meremas kertas tagihan itu.

"Tidak ada apa-apa, Mas. Aku ambilkan makanan ringan, ya," jawabku untuk mengurangi rasa grogi yang ada di dalam hatiku.

"Tunggu, Zia ...."

Aku yang tengah mengambil sebuah toples berisi aneka makanan itu lantas berhenti ketika Mas Naufal memanggilku keras.

"Iya, ada apa, Mas?"

"Besok aku mau dinas luar kota lagi, kamu baik-baik di rumah, ya," katanya tanpa merasa berdosa. Dinas luar kota katamu? Lihat saja apa yang akan aku perbuat, Mas. Rasa sakit hatiku ini nyatanya harus di balas dengan rasa sakit hati juga.

"Iya ... Hati-hati, ya. Nanti aku siapkan baju ganti untukmu," ucapku dengan menahan sesak di dada. Aku tahu bahwa besok adalah jadwal honeymoon Mas Naufal dengan wanita itu, ketika dengan sengaja aku mengikutinya saat membeli dua buah tiket untuk terbang ke Bali besok.

Mas Naufal lantas mendekatiku yang tengah menyiapkan makanan untuknya dan menciumi tengkuk leherku beringas. Aku yang merasa jijik bahwa seluruh tubuhnya telah terjamah oleh wanita lain itupun lantas beringsut mundur dan keluar menjauh darinya yang tengah makan camilan yang aku sodorkan.

Mas, lihat saja besok aku akan melakukan apa untuk acara honeymoonmu dengan wanita itu. Pasti akan menyenangkan. Aku terkekeh sendiri ketika mengingat rencanaku untuk esok hari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status